Hari berlalu,
Andita coba pergi menemui teman-teman dekatnya untuk menenangkan diri. Ini
adalah sebuah langkah besar untuk seseorang yang kaku sepertinya. Orang yang
memang tak pandai dalam urusan cinta.
Semua tampak tak
percaya dengan apa yang dilakukannya.
Andita si kaku, Andita yang sinis, yang sulit membuka diri dan hati pada
laki-laki, tak disangka sanggup melakukan hal senekat itu hanya karena seorang
Gian. Sehebat itukah Gian? sampai bisa membuat Andita lupa tentang prinsipnya.
Tentang tekadnya yang tak akan jatuh cinta terlalu dalam pada seseorang.
Hujan tak berhenti
turun malam itu, di sebuah rumah makan korea yang tinggal sebulan lagi
tutup, Andita tak berhenti bercerita
tentang Gian pada seorang temannya. tentang perkenalan ia dan Gian, tentang
perjalanan mereka, tentang ulang tahun Gian, tentang Nurmala dan juga tentang
email surat cintanya. Wajahnya tampak berbinar khas orang jatuh cinta.
Sudah lama rasanya
ia tak merasakan perasaan seperti ini. rasa yang luar biasa hebat. Semua jadi
campur aduk. Satu sisi ia merasa luar biasa senang tapi disisi lain Andita
tetap tidak bisa menutupi kegusaran hatinya. Ia tahu bahwa mencintai Gian
bukanlah perkara mudah, ia tahu jalan di depannya nanti mungkin akan sangat
sukar.
“gue nggak pernah terlalu ngarep kalau orang
itu bakal balas perasaan gue, gue cuma pengen dia tahu kalau gue suka sama dia,
selebihnya biar dia lihat gue dengan cara dia sendiri.. gue pengen dia lihat
gue kayak gue lihat dia..” ujar Andita sendu.
Sepi, di sebuah
perempatan jalan, ketika hujan sudah mulai tinggal gerimis. Andita memandang
lalu lalang kendaraan di depannya. Lampu kota dan hawa dingin.
“lu tahu ta, gue
bakal salut sama orang yang bisa ngertiin lu.. kadang gue aja yang udah lama
kenal sama elu kagak bisa ngerti jalan pikiran lu.. siapapun dia.. gue harap lu
bisa seneng..” kata-kata itu terdengar
seperti sebuah lagu yang merdu. Itu cukup untuk membuat hatinya sedikit lebih tenang.
J
Apa arti dari
sebuah emoticon smile? Bagaimana simbol sederhana itu bisa jadi terasa sangat
membingungkan dan jadi teka-teki yang tak bisa terpecahkan untuk Andita.
Setelah beberapa hari berada dalam kebimbangan dan ketidakpastian. Dari sembilan ratus dua puluh empat kata yang susah payah
disusunnya, hanya sebuah emoticon smile yang di dapat Andita.
Ya, Sebuah emoticon
smile dan permintaan maaf atas
pertengkaran mereka beberapa hari lalu. selebihnya Andita tak tahu apa yang ada
di dalam pikiran Gian. pria itu hanya
berputar-putar dan bertanya tentang hal-hal yang tak terlalu penting.
Sebenarnya
berbicara dengan Gian tidak pernah terasa membosankan, hanya dengan mengetahui
dan mengenal Gian sedikit demi sedikit tanpa bertemu, bertatap muka, bahkan
memdengar suaranya langsung mampu membuat perasaan Andita semakin kuat setiap
harinya. tapi tentu saja itu tak cukup.
Hari-hari berlalu dan
jarak tetap menjadi hal mahal untuk Andita. Rasa rindu juga bimbang sudah jadi
teman akrab yang menemani kegelisahan Andita setiap harinya. Setiap hari merasa
tersesat, setiap hari merasa tak tenang, setiap hari tanpa kejelasan,
terombang-ambing akan pertanyaan besarnya tentang apa yang dirasakan Gian
terhadap dirinya.
“aku belum memikirkannya..” selalu jawaban
klasik itu yang di dapat Andita ketika ia mulai bertanya.
“Lalu apa yang harus
dilakukannya? Apa ia harus berhenti saja?” tanya Andita lagi.
“aku mana punya
hak untuk meminta seseorang berhenti berusaha, kalau ia ingin berusaha kenapa
harus aku larang?” jawab Gian selanjutnya yang membuat Andita semakin tak
menentu.
Sesekali Andita
merasa seperti tersudut, perasaannya terus berkecamuk, ingin mundur segan
tapi majupun tak ada jaminan. Rasa takut
kehilangan malah makin kentara ketika ia berpikir tentang itu. sungguh, Gian pandai sekali memainkan perasaaannya. "kenapa tak katakan saja bahwa ia tak berpikir tentang Andita sebagai seseorang yang ia inginkan untuk berada disampingnya? atau katakan saja bahwa ia tak pernah menyukai Andita sama sekali. mungkin itu akan lebih baik.
Satu hari Gian
pernah bertanya. “kenapa kamu menyukaiku? Apa yang membuatmu menyukaiku? Saat
itu Andita hanya menjawab sekenannya saja. ia paling benci ketika Gian bertanya
seperti itu. kenapa harus bertanya ? Gian seperti sedang meragukan
perasaannya.
Aku tak punya
alasan, rasa mencintaimu datang begitu saja..
Aku sendiri bahkan
tak tahu kenapa sebabnya..
Denganmu..hanya
itu yang aku mau..
cerita sebelumnya... Bersambung...
No comments:
Post a Comment