Lembayung senja sudah tak malu-malu menampakan dirinya, di tengah ruang
kerja yang begitu rapih Arya tampak sibuk mencatatkan sesuatu di sebuah agenda
hariannya. Sampai suara ketukan di depan pintu sedikit mengalihkan
perhatiannya.
“silahkan masuk!”
“permisi..”
Sapa salah seorang dokter yang juga teman karibnya itu sambil
menghampiri meja kerjanya.
“lagi sibuk nih? Ane
ganggu kagak?”
Tanya pria berambut ikal itu sambil duduk di sebuah kursi.
“ada
apa? Tumben kemari?”
“emang ane kagak boleh
kemari?”
“bukan gitu! Ya,
tumben-tumbenan aja kemari?”
“Ane kemari cuma mau
ngasih ini..”
Ujar Pria yang logat bicaranya lebih mirip orang betawi ke timbang orang
arab itu sambil menyodorkan sebuah kotak diatas mejanya.
“apaan nih?”
“Ane juga kagak tahu
isinya, Antum buka aja sendiri! Ane cuma ketitipan aja..”
“memangnya ini dari
siapa?”
“dari dokter Lidya dia
titip ini buat antum, met ulang Tahun katanye! met ulang
tahun juga ya sob! Sorry,Ane
kagak bisa ngasih apa-apa! Antum tahu
sendirikan semua gaji Ane mesti
Ane transferin ke kampung!”
“sama-sama..”
Arya hanya nyengir sambil sedikit membuka kotak itu yang ternyata berisi
sebuah penjepit dasi.
“apa isinya?”
Tanya pria itu penasaran.
“bukan apa-apa!”
Jawabnya sambil langsung menyimpan kotak hadiah itu di dalam laci meja
kerjanya. Sesaat ia teringat seseorang yang bahkan tak terdengar kabarnya
beberapa hari ini.
“kenapa ia bahkan tak menghubungiku?”
Ujarnya sendiri sambil tak berhenti memandangi handphonenya.
Senja sudah terusir pekatnya langit dari tadi maghrib. Seperti akan
turun hujan. Ia kembali memandangi handphonenya yang masih tetap sepi. Saat
hujan mulai turun Arya masih terjebak kemacetan ibu kota. Kendaraan berjalan
begitu lambat seperti kura-kura. Yang menyebabkannya harus sampai rumah sekitar
larut malam. Gadis itu tak disana.
“apa ia lupa kalau hari ini ulang tahunku?”
Tanyanya sendiri lagi sambil berjalan masuk kedalam rumahnya. Seperti
biasa ia bersihkan dirinya dari lengketnya keringat. Kemudian beranjak menuju
dapur. Hanya ada beberapa telur di dalam pendinginnya. Dengan cekatan ia mulai
meracik beberapa bumbu untuk membuat nasi goreng. Karena suara perutnya yang
begitu nyaring berteriak meminta untuk diisi. Susah juga hidup mandiri.
Semuanya harus ia lakukan sendiri. Kadang bosan. coba kalau ada yang
membuatkannya makanan setiap hari. Pasti lebih praktis. Pikirnya. Ia kembali
teringat gadis itu.
“kenapa ia belum juga menghubungiku? Apa dia benar-benar lupa?”
Ujarnya lagi sambil memeriksa panggilan di handphonenya. Sepi. Sambil
melahap nasi goreng buatannya sendiri. Ia kembali melirik handphonenya yang
masih saja terlihat sepi.
Hujan hari itu turun deras. Bahkan hingga malam semakin larut. ia belum
berhenti juga. Wajah sayu itu hanya bisa melihatnya dari balik jendela. Ia
tampak melamun. Kembali memikirkan dirinya.
“Bipp...BiPp..”
“hallo?”
Jawabnya lesu.
“kamu sedang apa?”
“baringan, kamu?”
“sama..”
Keduanya hanya diam ujung telepon masing-masing.
“disana hujan?”
“hmm..”
“kenapa suaramu seperti
orang yang malas begitu?”
“aku hanya sedikit
cape..”
“memangnya hari ini di
restoran ramai? sudah makan?”
“sudah, kamu?”
“tentu! Kamu tahu
Indri? hari ini ada seorang gadis yang
memberikanku hadiah,
ini aneh!Kenapa? Bahkan orang
lain ingat tentang hari ini!”
“Memangnya hari ini ada apa?”
Tanya gadis itu polos.
“apa kamu benar-benar
lupa?”
“aku lupakan apa?”
“sudahlah, lupakan
saja!”
Ujar Arya kecewa. Keduanya kembali diam di ujung telepon masing-masing.
“Arya?”
Panggil Indri dengan suaranya yang terdengar lesu. Tapi tak ada jawaban.
“Arya, kamu masih
disana?”
Panggilnya lagi. Tapi tetap tak ada jawaban.
“kalau kamu tidak mau
bicara, aku tutup saja ya?”
Ancam Indri sengaja, tapi pria
itu tetap tak merespon ancamannya.
“aku tutup ya??”
“tunggu, jangan tutup
teleponnya..”
Cegat Arya segera.
“kamu marah? Memangnya
hari ini hari apa??”
“sudahlah, itu tidak
penting..”
“jangan begitu, biar
aku tebak sendiri saja boleh? Apa ini hari ulang tahun
kamu?”
“itu kamu tahu?”
“beneran? Ini hari
ulang tahun kamu?”
“hmmm..”
Jawab Arya malas.
“selamat ulang tahun
ya?maaf, karena aku nggak bisa kasih kamu apa-apa?”
“benar-benar tidak tahu
malu, sudah lupa, terlambat, nggak ngasih hadiah
pula? Pacar macam apa itu??”
“siapa yang lupa? Aku memang nggak tahu kalau hari ini
hari ulang tahun
kamu!!”
“bukannya aku sudah pernah memberitahumu?”
“kapan?!!”
Tanya Indri sewot.
“seingatku kamu tidak pernah memberitahuku
tentang hal itu?mungkin kamu
melakukannya dengan perempuan lain?”
“kamu ini bicara apa?sudahlah, aku tidak mau kita bertengkar
lagi,terutama hari
ini..”
Indri hanya menyeringai kecil.
“kamu mau hadiah apa?”
“kenapa? Kamu mau
memberiku?”
“kalau aku mampu,
kenapa tidak?katakan saja apa yang kamu mau!”
“apa saja?”
“iya, apa saja!!”
“hmmmmmm...”
Arya hanya bergumam panjang.
“lama sekali
berpikirnya?awas kalau kamu minta yang aneh-aneh!!”
“jangan marah seperti
itu! aku bahkan tak tahu harus minta
apa?bisa
mendengar suaramu saja hari ini
rasanya sudah sangat senang..”
ujar pria itu polos.
“Arya..”
Panggilnya pelan.
“hmm??”
“aku bersyukur, karena
aku mencintaimu,..”
Derasnya suara gemericik air hujan di pelataran rumahnya tak bisa
mengalahkan suara sayu gadis itu. pelan ia dengar. Kata-kata yang entah kenapa
langsung membuatnya tampak tak karuan. Bahkan saat itu ia tak tahu harus
bagaimana mengekspresikan perasaannya. Senang yang teramat sangat. Perasaan
yang begitu bergejolak. Gairah mencintai yang mulai tumbuh. Aku bersyukur. Kamu
tidak ada disampingku saat kamu mengatakan hal itu. Karena Andai saja kamu ada disini. Mungkin aku bisa
memelukmu erat hingga kamu tak bisa lari meskipun kamu ingin.
* * *
Tak seperti biasanya sore itu Arya sudah tampak di pelataran parkir
restoran tempat Indri bekerja. Sambil terus memasang sungingan di wajahnya. Ia
terlihat begitu bersemangat. Sesekali ia melirik buket bunga yang ia
sembunyikan di dalam jok mobilnya. Gadis itu pasti akan senang ketika ia
melihatnya. Lima menit kemudian nampak beberapa pegawai keluar dari pintu
samping restoran itu. ia perhatikan setiap wajah dari jauh, berharap bisa
menemukan wajah Indri diantara kerumunan itu. tapi ketika keadaan mulai
beranjak sepi lagi, ia tak mendapatinya.
“apa mungkin dia kerja
siang?”
Tanyanya sendiri sembari terus mencari-cari gadis itu.
“lu kok ada disini?”
Sapa Galih tiba-tiba ketika ia tak sengaja lewat didepan pria itu.
“Indri kerja siang?”
“Indri? memangnya kamu
nggak tahu?!”
Ririn yang saat itu tengah dibonceng Galih malah balik bertanya padanya.
“tahu apa?”
“udah seminggu dia
nggak masuk kerja,minggu kemarin dia pingsan di jalan pas
mau berangkat kesini,katanya sih sekarang
masih dirawat di rumah sakit, kamu
beneran nggak tahu?!”
Arya hanya mengelengkan kepalanya.
“ya ampun! Pacarnya
sendiri kok malah nggak tahu?”
“dia nggak ngasih tahu
aku! memangnya dirawat dimana?”
“di Rumah Sakit
Dharmais! Kita berdua mau nengokin dia sekarang, lu ikut
nggak?!”
“boleh..kalian mau ikut naik mobil atau gimana??”
Tawar Arya pada keduanya.
“nggak usah, ntar ribet
lagi..kita berdua pake motor aja!”
“ya sudah kalau
begitu..kita langsung berangkat saja!”
“ya udah kita duluan
ya!!”
Pamit Galih segera. tak lama Arya langsung tancap gas menuju rumah sakit
yang ditunjukan mereka padanya. Sambil terus melajukan kendaraannya, ia tak
habis pikir. Kenapa gadis itu malah tak memberitahunya sama sekali. Padahal
baru kemarin keduanya asyik berbincang di telepon. Kenapa aku bahkan harus
mendengarnya dari orang lain. Tanyanya sendiri.
* * *
“apa itu parah, dok?”
Tanya Indri yang tak terlalu mengerti dengan penjelasan dokter mengenai
hasil pemeriksaan sumsum tulang belakangnya beberapa hari lalu.
“ini agak riskkan! Tapi
sebaiknya harus mulai terapi! terapi ini penting untuk
memperlambat perkembangan
sel-sel leukemia yang ada di tubuh kamu
sambil menunggu donor sumsum
tulang belakang yang cocok...”
Indri hanya menyeringai begitu
mendengar kata-kata terapi. Jelas saja, karena yang ia tahu bahwa proses
kemoterapi itu sangat menakutkan. Bukan saja sel-sel kanker yang dihancurkan
oleh obat terapi tersebut tapi juga sel-sel yang masih sehat. Banyak ia dengar
bahwa kemoterapi malah membuat kondisi kesehatan si pasien jadi semakin buruk.
“apa itu berarti kalau
saya mesti dirawat lebih lama lagi disini?”
“lebih baik begitu,
tapi kalau kamu tidak mau tinggal disini lama-lama? Kamu
masihbisa berobat jalan, semua
terserah padamu..”
jawab dokter itu ringkas. Indri hanya melirik Farid yang berada di
sampingnya. tak berapa lama keduanya keluar dari ruangan itu. Indri tampak
melamun diatas kursi rodanya. Ramai kala itu di sekitaran lorong. Beberapa
orang dengan pakaian yang sama sepertinya. Beberapa diantaranya masih ada yang
kuat berjalan, beberapa lain lagi tampak mengunakan kursi roda. Dan ada sedikit
orang yang bahkan sudah tak bisa bangkit dari posisi baringnya
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
RUMAH SAKIT DHARMAIS
Telpon,
021-5681570, 021-5681571, 021-5681575
Jl .
Letjen S. Parman Kav. 84-86 Slipi
Jakarta
Barat
INSTALASI LABORATORIUM KLINIK
HASIL PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG
Nama : Ny. Lusyana Indri Hamdan
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Karya 11
|
Dokter Pengirim : Dr. M. Farid Hamdan
Rumah Sakit : RS Medistra
Tanggal Aspirasi : 13-09-2011
Tempat Aspirasi :
|
||||||
KETERANGAN
KLINIK : SUSPECT LEUKEMIA AKUT, LIEN TERABA (SI)
|
|||||||
Sedian Dipulas :
Partikel :
Kepadatan Sel :
Sel Lemuk :
Hitung Jenis (*)
MIELOBLAS
PROMIELOSIT
MIELOSIT
METAMIELOSIT
BATANG
SEGMEN
BASOFIL
EOSINOFIL
RUBRIBLAS
PRORUBISIT
RUBRISIT
METARUBRISIT
LIMFOSIT
MIELOSIT
PLASNOSIT
HISTOSIT
2 – 4 : 1
1
: 31 : 1
|
|||||||
Fologi
Glusolosik Toksik : (+)
Vakuolisasi : (+)
|
|||||||
Jumlah Megakariosit : cukup
Bentuk Megakariosit : cukup
Pembentukan Trombosit : cukup
|
|||||||
Pewarna Sitokimia : Diperiksa
|
|||||||
Gambaran Darah Tepi Dan Sumsum
Tulang Sesuai Dengan LGA
|
|||||||
Seluruh Sel Berinti Di Sumsum Tulang
JAKARTA, 15 September
2011
DR. TRIATMA, SpPK
SPESIALIS
PATOLOGI KLINIK
“gimana hasilnya?”
Tanya Fira penasaran begitu keduanya sampai di depan pintu bangsal
Indri. tapi bukannya menjawab rasa penasaran Fira, Farid malah diam dan sibuk
membantu Indri kembali ke tempat tidurnya.
“gimana
tadi? Apa kata dokter?”
Tanyanya lagi sambil menghampiri keduanya. Tapi lagi-lagi keduanya
seolah tak menghiraukan pertanyaannya. Farid terus sibuk membantu Indri
berbaring diatas tempat tidurnya. Wajahnya yang tampak pucat dan kelelahan itu
hanya bisa menghela nafas sambil mulai memejamkan matanya.
“ada apa? Ngomong donk sama gw! Kenapa kalian diem aja!”
Sentak Fira pelan pada kakak laki-lakinya itu.
“jangan ganggu dia,kita bicara di luar saja!”
Ujar Farid seraya mengajaknya keluar dari ruangan itu.
Sepi. Tak ada suara selain bunyi jarum jam di ruangan itu. sesaat
setelah mereka pergi. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya. Berhenti
sejenak. Memikirkan tentang betapa terlalu rapuhnya ia. Tegar seperti karang.
Tak semudah apa yang terikrar lama. Ia hanya seorang biasa. Aku sedih, aku
takut, aku putus asa. Beri aku sedikit waktu Tuhan. Aku mohon. Beri aku sedikit
waktu lebih.
* * *
Hujan kembali turun, hari yang memang sudah senja nampak semakin
berkabut. Butiran-butiran air berdiam hening di sudut luar jendela bangsalnya.
Ia masih sendiri, meringkuk di atas tempat tidurnya ketika kedua kakaknya
kembali kesana.
“Ndri..”
Panggil Fira pelan seraya membangunkannya.
“bangun, Ndri..ada yang
mau kita omongin!”
Lanjutnya lagi sembari membantu gadis itu beranjak.
“kita sudah memutuskan
untuk membawamu pulang, sesuai keinginanmu..tapi
sebaiknya kamu dan Fira tinggal
di rumahku saja, itu lebih baik untuk
kesehatanmu daripada kamu harus
tinggal di tempat kalian dulu..”
ujar kakak tertuanya , sementara ia hanya sibuk melirik kearah Fira.
“gw setuju Ndri, asal
itu baik buat lu..nggak jadi masalah buat gw!”
“terserah kalian
saja..”
Ujarnya lesu.
“oh iya satu lagi,
sebaiknya lu juga mulai berhenti kerja, biar nanti gw aja yang
kirim surat pengunduran diri lu kesana..”
“terserah kalian
saja..”
“soal terapi..”
“terserah kalian
saja!!”
Potong Indri segera.
“terserah apapun yang
mau kalian lakukan ..lakukan saja!!”
Jawabnya lagi tak terlalu bersemangat. Matanya nampak kosong. Perlahan.
Fira mulai mengenggam kedua tangannya. Ia hanya memandangi wajah adiknya itu
dengan kedua mata yang berlinang. Berusaha menguatkannya.
“Permisi!!”
Tiba-tiba suara seseorang dari balik pintu memecah keheningan diantara
mereka.
“siapa yang datang?”
Tanya Farid sendiri sembari berjalan menuju pintu. tampak tiga orang
disana. Satu perempuan dan dua orang laki-laki yang wajah salah satunya nampak
tak terlalu asing baginya.
“ Dokter Farid?kenapa
anda bisa ada disini?”
Sapa orang itu yang terlihat kebingungan saat melihatnya berada disana
juga.
“anda pasti kakaknya
Indrikan? Saya Ririn, saya teman Indri di tempat kerja..kami
datang kesini mau menjenguknya!”
Ujar Ririn seraya memperkenalkan dirinya, meskipun mereka belum pernah
bertemu tapi Ririn tahu betul bahwa yang berdiri dihadapannya saat itu adalah
kakak laki-laki Indri. ia tampak sedikit
lebih muda dari yang dibayangkannya sebelumnya. Dengan kacamata khas yang sama
persis dengan cerita temannya itu.
“ohh..silahkan masuk!”
Ketiganya kemudian berjalan masuk ke dalam bangsal tempat Indri dirawat.
Itu ruangan yang cukup besar untuk ditempatinya seorang diri. Ruangan yang
memang dibuat khusus untuk pasien VIP lengkap dengan TV, kamar mandi bahkan
ruang tamu. Ririn dan Galih yang baru pertama kali masuk ke ruangan seperti itu
nampak sedikit takjub. Ini lebih mirip hotel ketimbang bangsal rumah sakit.
Gumam mereka dalam hati masing - masing. Sambil tak berhenti memandang ke
sekeliling ruangan. tapi begitu keduanya sampai di tempat Indri. segala
kemewahan itu nampak tak terlalu berarti. Wajah pucat nan sayu itu langsung
menyapa keduanya dengan sedikit senyuman di wajahnya.
“kalian
datang?”
“huuh, gimana keadaan
kamu?”
Sapa keduanya seraya mendekati Indri yang tengah berbaring diatas tempat
tidurnya. “seperti yang kalian lihat..”
“memangnya kamu sakit
apa?”
Tanya Galih penasaran. Tapi Indri hanya menjawabnya sambil tersenyum.
“kalian do’ain aku aja
biar cepat sembuh..”
“kapan rencananya kamu
keluar dari sini?”
Tanya Ririn tiba-tiba.
“memangnya kenapa?”
“bukan apa-apa? Klo
dilihat-lihat ini bangsal pasti buat orang kaya? Biayanya
pasti mahal kalau lama-lama
dirawat disini?iyakan?”
Ujar Ririn sambil memperhatikan sekelilingnya.
“kamu bener! Tenang
aja! Besok aku juga keluar dari sini..kalau aku lama-lama
disini,bisa-bisa nanti aku mati
berdiri waktu dapet tagihan rumah sakit!”
candanya sambil mulai tertawa.
“tapi kalau sekiranya
kamu belum sehat, sebaiknya tetap dirawat saja..”
Saran Galih yang tetap terlihat mengkhawatirkannya.
“hmm..”
Indri hanya mengangguk sembari kembali tersenyum.
“ngeliat kamu masih
bisa ketawa, aku jadi tenang..”
Gumam Ririn pelan sembari membelai sedikit rambut kawannya itu. entah
kenapa suasana disana mulai terasa sedikit haru. Ia pandangi wajah pucat Indri
dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Aku sedih melihatmu seperti ini.
Rasanya seperti hendak kehilanganmu.
Cepatlah sembuh kawanku.
Aku mencintaimu.
“cepet sembuh ya?”
Ujar Ririn tiba-tiba sembari memeluk kawan dekatnya itu.
“hmmm..”
Galih yang juga berada disana, hanya bisa tersenyum sambil memandangi
keduanya.
“si Arya kemana ya?!”
Tanya Pria itu tiba-tiba sambil menengok kearah pintu.
“bener juga? Tuh orang
kemana ya? aku baru sadar kalau dia dari tadi nggak
ada disini?”
sambung Ririn yang juga baru menyadari ketidakberadaan orang itu,
sembari mulai melepaskan pelukannya.
“memangnya dia ikut kesini?”
“huuh..”
Sesaat setelah ketiganya dipersilahkan masuk. Arya masih terlihat
bingung. Dan juga tak menyangka. Ia benar-benar baru tahu bahwa dokter Farid
adalah kakak kandung gadis itu. bukannya
ikut masuk ke dalam menghampiri Indri, Arya malah mendekati seniornya itu yang
juga terlihat kebingungan saat melihatnya. Keduanya kemudian duduk di tengah
ruang tamu bangsal.
“jadi Dokter Farid itu
kakaknya Indri?”
Tanya Arya tak percaya.
“hmm, saya memang
kakaknya.. kalau tidak salah saya dulu pernah cerita?”
“iya saya ingat, tapi
saya benar-benar tidak menyangka kalau yang dokter
maksud itu Indri..”
“hmm, saya mengerti! Dunia itu memang sempit ya?”
“iya..”
“Tapi, kalau boleh saya tahu kenapa kamu bisa kenal adik saya?”
Tanya Farid yang juga merasa penasaran.
“itu, kami tidak
sengaja bertemu saat perayaan malam tahun baru.. pertemuan
kami sedikit unik, jadi tidak
sulit untuk mengenalinya lagi saat kami bertemu di
rumah sakit..”
“rumah sakit?”
“iya, kami bertemu lagi di rumah sakit waktu Dion dirawat, kebetulan
saya yang
menanganginya
saat itu..”
“hmm jadi begitu, tapi
untuk hubungan dokter dan pasien kalian ini cukup dekat
ya? sampai datang kemari untuk
menjenguk?”
Tanya Pria itu lagi begitu tiba-tiba.
“itu.. “
Arya mulai tampak kikuk untuk menceritakan hubungan mereka pada
seniornya itu, yang bisa ia lakukan
hanya tersenyum malu.
“sebenarnya ceritanya
panjang, tapi sekarang kami memang sedang menjalin
hubungan..”
“maksudmu, kalian berdua??”
Tanyanya lagi semakin tak percaya.
“iya..”
Jawabnya yang seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan pria itu.
“maaf karena tidak
memberitahu lebih awal, karena sebenarnya saya juga tidak
tahu kalau dokter adalah kakaknya, dia tidak
pernah cerita..”
“tidak apa-apa, saya mengerti! Kamu tahu sendiri hubungan kami memang
tidak terlalu
baik awalnya, jadi mana mungkin dia mau bercerita..”
ujarnya sedikit kecewa.
”tapi terima kasih, saya merasa
beruntung ada orang seperti kamu
disampingnya..”
“tidak seperti itu..”
Jawab Arya merendah. Tak lama perbincangan itupun berakhir. Segera ia
mulai beranjak menuju ruangan Indri berada. Ia sempat berpapasan dengan Fira,
gadis itu hanya memandangnya sinis dengan kedua mata yang masih terlihat basah.
Seolah sangat membencinya. Tapi sudahlah.
ketika Arya sampai disana nampak gadis itu tengah asyik berbincang
dengan kedua rekannya. wajah sayunya jelas nampak pucat. Ia bahkan terlihat
lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.perlahan. Arya mulai dekati
ketiganya.
“darimana aja lu?”
Tanya Galih begitu Arya sudah berada diantara mereka. Tapi ia hanya
menjawabnya dengan sebuah senyuman, kemudian bergerak mendekati tempat Indri.
“kamu juga datang?”
Sapanya sambil tetap menyungingkan sebuah senyuman tipis. Tiba-tiba tanpa diperintah Ririn langsung
mengajak Galih keluar dari ruangan itu, meninggalkan keduanya disana.
“bagaimana keadaanmu?”
Tanya Arya sembari duduk di samping ranjangnya.
“kamu lihat saja
sendiri..”
Jawabnya sembari menyodorkan secarik kertas yang ia simpan sebelumnnya dibawah
baki tempat obat diatas mejanya.
“sekarang aku tidak
akan menyembunyikan apapun darimu, harusnya kamu
tahu dari awal.. maaf karena
sudah jadi sangat egois..”
Arya masih sibuk membaca isi dari secarik kertas yang baru saja
diterimanya.
“aku tidak tahu harus
berbuat apa? Disatu sisi aku tidak mau kehilanganmu..tapi
Disisi lain..aku bahkan tidak
punya kepercayaan diri untuk tetap
bersamamu..maaf
karena sudah jadi orang yang plin-plan..”
Pria itu tampak semakin lekat membaca isi secarik kertas itu begitu
seksama.
“tapi aku benar-benar
tidak tahu harus bagaimana? Aku harus bagaimana
tentang hubungan kita.. aku
benar-benar tidak tahu..”
Ujar Indri lirih sambil memalingkan wajahnya kearah butiran-butiaran air
yang berdiam hening di luaran jendela bangsalnya. Hujan sudah lama berhenti.
Yang ada hanya sisaan basah disekitaran. Tanah, rumput, dahan pohon, bunga, tak
ada satupun yang terlewati. dingin ia rasakan awalnya. Dunia benar-benar tempat
yang begitu dingin. kesepian. Kegelisahan. Rasa sakit. Tak ada satupun yang
terlewati. ia pasrah saja. hingga hujan berlalu, ia lupa bahwa ada masa dimana
matahari kembali muncul dan menghangatkan sekitaran. Sama seperti itu.
tiba-tiba ia rasakan perasaan yang begitu hangat. Ketika sebuah kecupan lembut
menyentuh tangannya. Aku hanya bisa menangis. tanpa berani memandang kearahnya.
pria yang begitu baik. Pria. yang aku cintai. Dan juga mencintaiku.
No comments:
Post a Comment