Wednesday, January 23, 2013

Cerbung : Hanya Satu #15



Lembayung senja sudah tak malu-malu menampakan dirinya, di tengah ruang kerja yang begitu rapih Arya tampak sibuk mencatatkan sesuatu di sebuah agenda hariannya. Sampai suara ketukan di depan pintu sedikit mengalihkan perhatiannya.
            “silahkan masuk!”
            “permisi..”
Sapa salah seorang dokter yang juga teman karibnya itu sambil menghampiri meja kerjanya.
            “lagi sibuk nih? Ane ganggu kagak?”
Tanya pria berambut ikal itu sambil duduk di sebuah kursi.
            “ada apa? Tumben kemari?”
            “emang ane kagak boleh kemari?”
            “bukan gitu! Ya, tumben-tumbenan aja kemari?”
            “Ane kemari cuma mau ngasih ini..”
Ujar Pria yang logat bicaranya lebih mirip orang betawi ke timbang orang arab itu sambil menyodorkan sebuah kotak diatas mejanya.
            “apaan nih?”
            “Ane juga kagak tahu isinya, Antum buka aja sendiri! Ane cuma ketitipan aja..”
            “memangnya ini dari siapa?”
            “dari dokter Lidya dia titip ini buat antum, met ulang Tahun katanye! met ulang
  tahun juga ya sob! Sorry,Ane kagak bisa ngasih apa-apa! Antum tahu
  sendirikan semua gaji Ane mesti Ane transferin ke kampung!”
“sama-sama..”
Arya hanya nyengir sambil sedikit membuka kotak itu yang ternyata berisi sebuah penjepit dasi.
“apa isinya?”
Tanya pria itu penasaran.
            “bukan apa-apa!”
Jawabnya sambil langsung menyimpan kotak hadiah itu di dalam laci meja kerjanya. Sesaat ia teringat seseorang yang bahkan tak terdengar kabarnya beberapa hari ini.
            “kenapa ia bahkan tak menghubungiku?”
Ujarnya sendiri sambil tak berhenti memandangi handphonenya.
Senja sudah terusir pekatnya langit dari tadi maghrib. Seperti akan turun hujan. Ia kembali memandangi handphonenya yang masih tetap sepi. Saat hujan mulai turun Arya masih terjebak kemacetan ibu kota. Kendaraan berjalan begitu lambat seperti kura-kura. Yang menyebabkannya harus sampai rumah sekitar larut malam. Gadis itu tak disana.
            “apa ia lupa kalau hari ini ulang tahunku?”
Tanyanya sendiri lagi sambil berjalan masuk kedalam rumahnya. Seperti biasa ia bersihkan dirinya dari lengketnya keringat. Kemudian beranjak menuju dapur. Hanya ada beberapa telur di dalam pendinginnya. Dengan cekatan ia mulai meracik beberapa bumbu untuk membuat nasi goreng. Karena suara perutnya yang begitu nyaring berteriak meminta untuk diisi. Susah juga hidup mandiri. Semuanya harus ia lakukan sendiri. Kadang bosan. coba kalau ada yang membuatkannya makanan setiap hari. Pasti lebih praktis. Pikirnya. Ia kembali teringat gadis itu.
            “kenapa ia belum juga menghubungiku? Apa dia benar-benar lupa?”
Ujarnya lagi sambil memeriksa panggilan di handphonenya. Sepi. Sambil melahap nasi goreng buatannya sendiri. Ia kembali melirik handphonenya yang masih saja terlihat sepi.

Hujan hari itu turun deras. Bahkan hingga malam semakin larut. ia belum berhenti juga. Wajah sayu itu hanya bisa melihatnya dari balik jendela. Ia tampak melamun. Kembali memikirkan dirinya.
            “Bipp...BiPp..”
            “hallo?”
Jawabnya lesu.
            “kamu sedang apa?”
            “baringan, kamu?”
            “sama..”
Keduanya hanya diam ujung telepon masing-masing.
            “disana hujan?”
            “hmm..”
            “kenapa suaramu seperti orang yang malas begitu?”
            “aku hanya sedikit cape..”
            “memangnya hari ini di restoran ramai? sudah makan?”
            “sudah, kamu?”
            “tentu! Kamu tahu Indri?  hari ini ada seorang gadis yang memberikanku hadiah,
  ini aneh!Kenapa? Bahkan orang lain ingat tentang hari ini!”
“Memangnya hari ini ada apa?”
Tanya  gadis itu polos.
            “apa kamu benar-benar lupa?”
            “aku lupakan apa?”
            “sudahlah, lupakan saja!”
Ujar Arya kecewa. Keduanya kembali diam di ujung telepon masing-masing.
            “Arya?”
Panggil Indri dengan suaranya yang terdengar lesu. Tapi tak ada jawaban.
            “Arya, kamu masih disana?”
Panggilnya lagi. Tapi tetap tak ada jawaban.
            “kalau kamu tidak mau bicara, aku tutup saja ya?”
Ancam Indri sengaja,  tapi pria itu tetap tak merespon ancamannya.
            “aku tutup ya??”
            “tunggu, jangan tutup teleponnya..”
Cegat Arya segera.
            “kamu marah? Memangnya hari ini hari apa??”
            “sudahlah, itu tidak penting..”
            “jangan begitu, biar aku tebak sendiri saja boleh? Apa ini hari ulang tahun
  kamu?”
            “itu kamu tahu?”
            “beneran? Ini hari ulang tahun kamu?”
            “hmmm..”
Jawab Arya malas.
            “selamat ulang tahun ya?maaf, karena aku nggak bisa kasih kamu apa-apa?”
            “benar-benar tidak tahu malu, sudah lupa, terlambat, nggak ngasih hadiah
  pula? Pacar macam apa itu??”
“siapa yang lupa? Aku memang nggak tahu kalau hari ini hari ulang tahun
  kamu!!”
“bukannya aku sudah pernah memberitahumu?”
“kapan?!!”
Tanya Indri sewot.
             “seingatku kamu tidak pernah memberitahuku tentang hal itu?mungkin kamu
   melakukannya  dengan perempuan lain?”
“kamu ini bicara apa?sudahlah, aku tidak mau kita bertengkar lagi,terutama hari
  ini..”
Indri  hanya menyeringai kecil.
            “kamu mau hadiah apa?”
            “kenapa? Kamu mau memberiku?”
            “kalau aku mampu, kenapa tidak?katakan saja apa yang kamu mau!”
            “apa saja?”
            “iya, apa saja!!”
            “hmmmmmm...”
Arya hanya bergumam panjang.
            “lama sekali berpikirnya?awas kalau kamu minta yang aneh-aneh!!”
            “jangan marah seperti itu! aku bahkan tak tahu harus  minta apa?bisa
  mendengar suaramu saja hari ini rasanya sudah sangat senang..”
ujar pria itu polos.
            “Arya..”
Panggilnya pelan.
            “hmm??”
            “aku bersyukur, karena aku mencintaimu,..”

Derasnya suara gemericik air hujan di pelataran rumahnya tak bisa mengalahkan suara sayu gadis itu. pelan ia dengar. Kata-kata yang entah kenapa langsung membuatnya tampak tak karuan. Bahkan saat itu ia tak tahu harus bagaimana mengekspresikan perasaannya. Senang yang teramat sangat. Perasaan yang begitu bergejolak. Gairah mencintai yang mulai tumbuh. Aku bersyukur. Kamu tidak ada disampingku saat kamu mengatakan hal itu. Karena Andai  saja kamu ada disini. Mungkin aku bisa memelukmu erat hingga kamu tak bisa lari meskipun kamu ingin.      

            *                                                           *                                               *

Tak seperti biasanya sore itu Arya sudah tampak di pelataran parkir restoran tempat Indri bekerja. Sambil terus memasang sungingan di wajahnya. Ia terlihat begitu bersemangat. Sesekali ia melirik buket bunga yang ia sembunyikan di dalam jok mobilnya. Gadis itu pasti akan senang ketika ia melihatnya. Lima menit kemudian nampak beberapa pegawai keluar dari pintu samping restoran itu. ia perhatikan setiap wajah dari jauh, berharap bisa menemukan wajah Indri diantara kerumunan itu. tapi ketika keadaan mulai beranjak sepi lagi, ia tak mendapatinya.
            “apa mungkin dia kerja siang?”
Tanyanya sendiri sembari terus mencari-cari gadis itu.
            “lu kok ada disini?”
Sapa Galih tiba-tiba ketika ia tak sengaja lewat didepan pria itu.
            “Indri kerja siang?”
            “Indri? memangnya kamu nggak tahu?!”
Ririn yang saat itu tengah dibonceng Galih malah balik bertanya padanya.
            “tahu apa?”
            “udah seminggu dia nggak masuk kerja,minggu kemarin dia pingsan di jalan pas
   mau berangkat kesini,katanya sih sekarang masih dirawat di rumah sakit, kamu
  beneran nggak tahu?!”
Arya hanya mengelengkan kepalanya.
            “ya ampun! Pacarnya sendiri kok malah nggak tahu?”
            “dia nggak ngasih tahu aku! memangnya dirawat dimana?”
            “di Rumah Sakit Dharmais! Kita berdua mau nengokin dia sekarang, lu ikut
              nggak?!”
“boleh..kalian mau ikut naik mobil atau gimana??”
Tawar Arya pada keduanya.
            “nggak usah, ntar ribet lagi..kita berdua pake motor aja!”
            “ya sudah kalau begitu..kita langsung berangkat saja!”
            “ya udah kita duluan ya!!”
Pamit Galih segera. tak lama Arya langsung tancap gas menuju rumah sakit yang ditunjukan mereka padanya. Sambil terus melajukan kendaraannya, ia tak habis pikir. Kenapa gadis itu malah tak memberitahunya sama sekali. Padahal baru kemarin keduanya asyik berbincang di telepon. Kenapa aku bahkan harus mendengarnya dari orang lain. Tanyanya sendiri.


                *                                                                              *                                                                                              *

“apa itu parah, dok?”
Tanya Indri yang tak terlalu mengerti dengan penjelasan dokter mengenai hasil pemeriksaan sumsum tulang belakangnya beberapa hari lalu. 
            “ini agak riskkan! Tapi sebaiknya harus  mulai  terapi! terapi ini penting untuk
  memperlambat perkembangan sel-sel leukemia yang ada di tubuh kamu
  sambil menunggu donor sumsum tulang belakang yang cocok...”
Indri  hanya menyeringai begitu mendengar kata-kata terapi. Jelas saja, karena yang ia tahu bahwa proses kemoterapi itu sangat menakutkan. Bukan saja sel-sel kanker yang dihancurkan oleh obat terapi tersebut tapi juga sel-sel yang masih sehat. Banyak ia dengar bahwa kemoterapi malah membuat kondisi kesehatan si pasien jadi semakin buruk.
            “apa itu berarti kalau saya mesti dirawat lebih lama lagi disini?”
            “lebih baik begitu, tapi kalau kamu tidak mau tinggal disini lama-lama? Kamu
  masihbisa berobat jalan, semua terserah padamu..”
jawab dokter itu ringkas. Indri hanya melirik Farid yang berada di sampingnya. tak berapa lama keduanya keluar dari ruangan itu. Indri tampak melamun diatas kursi rodanya. Ramai kala itu di sekitaran lorong. Beberapa orang dengan pakaian yang sama sepertinya. Beberapa diantaranya masih ada yang kuat berjalan, beberapa lain lagi tampak mengunakan kursi roda. Dan ada sedikit orang yang bahkan sudah tak bisa bangkit dari posisi baringnya

DEPARTEMEN KESEHATAN RI
RUMAH SAKIT DHARMAIS
Telpon, 021-5681570, 021-5681571, 021-5681575
Jl . Letjen S. Parman Kav. 84-86 Slipi
Jakarta Barat

INSTALASI LABORATORIUM KLINIK

HASIL PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG

Nama              : Ny. Lusyana Indri Hamdan
Umur              : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat            : Jl. Karya 11
Dokter Pengirim  : Dr. M. Farid Hamdan
Rumah Sakit        : RS Medistra
Tanggal Aspirasi : 13-09-2011
Tempat Aspirasi  :

KETERANGAN KLINIK : SUSPECT LEUKEMIA AKUT, LIEN TERABA (SI)
Sedian Dipulas :
Partikel             :
Kepadatan Sel  :
JUMLAH
NORMAL
SATUAN
##
##
##
##
##
##
##
##

##
##
##
##

##
##
##
##
0.1-1.7
1.9-4.7
8.9-16.9
7.1-24.7
9.4-15.5
3.8-11
<0.1
1.1-5.2

0.1-1.1
0.4-2.4
13.1-30.1
0.3-37

6.6-23.8
0-0.6
0-3.5
0.08
%
%
%
%
%
%
%
%

%
%
%
%

%
%
%
%
 Sel Lemuk        :
Hitung Jenis (*)
                        MIELOBLAS
                        PROMIELOSIT
                        MIELOSIT
                        METAMIELOSIT
                        BATANG
                        SEGMEN
                        BASOFIL
                        EOSINOFIL

                        RUBRIBLAS
                        PRORUBISIT
                        RUBRISIT
                        METARUBRISIT

                        LIMFOSIT
                        MIELOSIT
                        PLASNOSIT
                        HISTOSIT
                                                                                                                        2 – 4 : 1


1         : 31 : 1

Fologi
               Glusolosik Toksik : (+)
               Vakuolisasi            : (+)

Jumlah Megakariosit        : cukup
Bentuk Megakariosit        : cukup
Pembentukan Trombosit  : cukup
Pewarna Sitokimia : Diperiksa
Gambaran Darah Tepi Dan Sumsum Tulang Sesuai  Dengan LGA


Seluruh Sel Berinti Di Sumsum Tulang

         JAKARTA,   15 September  2011


             DR. TRIATMA, SpPK
                      SPESIALIS PATOLOGI KLINIK

            “gimana hasilnya?”
Tanya Fira penasaran begitu keduanya sampai di depan pintu bangsal Indri. tapi bukannya menjawab rasa penasaran Fira, Farid malah diam dan sibuk membantu Indri kembali ke tempat tidurnya.
            “gimana tadi? Apa kata dokter?”
Tanyanya lagi sambil menghampiri keduanya. Tapi lagi-lagi keduanya seolah tak menghiraukan pertanyaannya. Farid terus sibuk membantu Indri berbaring diatas tempat tidurnya. Wajahnya yang tampak pucat dan kelelahan itu hanya bisa menghela nafas sambil mulai memejamkan matanya.
“ada apa? Ngomong donk sama gw! Kenapa kalian diem aja!”
Sentak Fira pelan pada kakak laki-lakinya itu.
“jangan ganggu dia,kita bicara di luar saja!”
Ujar Farid seraya mengajaknya keluar dari ruangan itu.
Sepi. Tak ada suara selain bunyi jarum jam di ruangan itu. sesaat setelah mereka pergi. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya. Berhenti sejenak. Memikirkan tentang betapa terlalu rapuhnya ia. Tegar seperti karang. Tak semudah apa yang terikrar lama. Ia hanya seorang biasa. Aku sedih, aku takut, aku putus asa. Beri aku sedikit waktu Tuhan. Aku mohon. Beri aku sedikit waktu lebih.

            *                                                           *                                                           *

Hujan kembali turun, hari yang memang sudah senja nampak semakin berkabut. Butiran-butiran air berdiam hening di sudut luar jendela bangsalnya. Ia masih sendiri, meringkuk di atas tempat tidurnya ketika kedua kakaknya kembali  kesana.
            “Ndri..”
Panggil Fira pelan seraya membangunkannya.
            “bangun, Ndri..ada yang mau kita omongin!”
Lanjutnya lagi sembari membantu gadis itu beranjak.
            “kita sudah memutuskan untuk membawamu pulang, sesuai keinginanmu..tapi
  sebaiknya kamu dan Fira tinggal di rumahku saja, itu lebih baik untuk
  kesehatanmu daripada kamu harus tinggal di tempat kalian dulu..”
ujar kakak tertuanya , sementara ia hanya sibuk melirik kearah Fira.
            “gw setuju Ndri, asal itu baik buat lu..nggak jadi masalah buat gw!”
            “terserah kalian saja..”
Ujarnya lesu.
            “oh iya satu lagi, sebaiknya lu juga mulai berhenti kerja, biar nanti gw aja yang 
              kirim surat pengunduran diri lu kesana..”
            “terserah kalian saja..”
            “soal terapi..”
            “terserah kalian saja!!”
Potong Indri segera.
            “terserah apapun yang mau kalian lakukan ..lakukan saja!!”
Jawabnya lagi tak terlalu bersemangat. Matanya nampak kosong. Perlahan. Fira mulai mengenggam kedua tangannya. Ia hanya memandangi wajah adiknya itu dengan kedua mata yang berlinang. Berusaha menguatkannya.
            “Permisi!!”
Tiba-tiba suara seseorang dari balik pintu memecah keheningan diantara mereka.
            “siapa yang datang?”
Tanya Farid sendiri sembari berjalan menuju pintu. tampak tiga orang disana. Satu perempuan dan dua orang laki-laki yang wajah salah satunya nampak tak terlalu asing baginya.
            “ Dokter Farid?kenapa anda bisa ada disini?”
Sapa orang itu yang terlihat kebingungan saat melihatnya berada disana juga.
            “anda pasti kakaknya Indrikan? Saya Ririn, saya teman Indri di tempat kerja..kami
  datang kesini mau menjenguknya!”
Ujar Ririn seraya memperkenalkan dirinya, meskipun mereka belum pernah bertemu tapi Ririn tahu betul bahwa yang berdiri dihadapannya saat itu adalah kakak laki-laki  Indri. ia tampak sedikit lebih muda dari yang dibayangkannya sebelumnya. Dengan kacamata khas yang sama persis dengan cerita temannya itu.      
“ohh..silahkan masuk!”
Ketiganya kemudian berjalan masuk ke dalam bangsal tempat Indri dirawat. Itu ruangan yang cukup besar untuk ditempatinya seorang diri. Ruangan yang memang dibuat khusus untuk pasien VIP lengkap dengan TV, kamar mandi bahkan ruang tamu. Ririn dan Galih yang baru pertama kali masuk ke ruangan seperti itu nampak sedikit takjub. Ini lebih mirip hotel ketimbang bangsal rumah sakit. Gumam mereka dalam hati masing - masing. Sambil tak berhenti memandang ke sekeliling ruangan. tapi begitu keduanya sampai di tempat Indri. segala kemewahan itu nampak tak terlalu berarti. Wajah pucat nan sayu itu langsung menyapa keduanya dengan sedikit senyuman di wajahnya.  
            “kalian datang?”
            “huuh, gimana keadaan kamu?”
Sapa keduanya seraya mendekati Indri yang tengah berbaring diatas tempat tidurnya.   “seperti yang kalian lihat..”
            “memangnya kamu sakit apa?”
Tanya Galih penasaran. Tapi Indri hanya menjawabnya sambil tersenyum.
            “kalian do’ain aku aja biar cepat sembuh..”
            “kapan rencananya kamu keluar dari sini?”
Tanya Ririn tiba-tiba.
            “memangnya kenapa?”
            “bukan apa-apa? Klo dilihat-lihat ini bangsal pasti buat orang kaya? Biayanya
  pasti mahal kalau lama-lama dirawat disini?iyakan?”
Ujar Ririn sambil memperhatikan sekelilingnya.
            “kamu bener! Tenang aja! Besok aku juga keluar dari sini..kalau aku lama-lama
  disini,bisa-bisa nanti aku mati berdiri waktu dapet tagihan rumah sakit!”
candanya sambil mulai tertawa.
            “tapi kalau sekiranya kamu belum sehat, sebaiknya tetap dirawat saja..”
Saran Galih yang tetap terlihat mengkhawatirkannya.
            “hmm..”
Indri hanya mengangguk sembari kembali tersenyum.
            “ngeliat kamu masih bisa ketawa, aku jadi tenang..”
Gumam Ririn pelan sembari membelai sedikit rambut kawannya itu. entah kenapa suasana disana mulai terasa sedikit haru. Ia pandangi wajah pucat Indri dengan kedua mata yang berkaca-kaca.


Aku sedih melihatmu seperti ini.
Rasanya seperti hendak kehilanganmu.
Cepatlah sembuh kawanku.
Aku mencintaimu. 

            “cepet sembuh ya?”
Ujar Ririn tiba-tiba sembari memeluk kawan dekatnya itu.
            “hmmm..”
Galih yang juga berada disana, hanya bisa tersenyum sambil memandangi keduanya.   
“si Arya kemana ya?!”
Tanya Pria itu tiba-tiba sambil menengok kearah pintu.
            “bener juga? Tuh orang kemana ya? aku baru sadar kalau dia dari tadi nggak
  ada disini?”
sambung Ririn yang juga baru menyadari ketidakberadaan orang itu, sembari mulai melepaskan pelukannya.
            “memangnya  dia ikut kesini?”
            “huuh..”

Sesaat setelah ketiganya dipersilahkan masuk. Arya masih terlihat bingung. Dan juga tak menyangka. Ia benar-benar baru tahu bahwa dokter Farid adalah kakak kandung  gadis itu. bukannya ikut masuk ke dalam menghampiri Indri, Arya malah mendekati seniornya itu yang juga terlihat kebingungan saat melihatnya. Keduanya kemudian duduk di tengah ruang tamu bangsal.
            “jadi Dokter Farid itu kakaknya Indri?”
Tanya Arya tak percaya.
            “hmm, saya memang kakaknya.. kalau tidak salah saya dulu pernah cerita?”
            “iya saya ingat, tapi saya benar-benar tidak menyangka kalau yang dokter
  maksud itu Indri..”
“hmm, saya mengerti! Dunia itu memang sempit ya?”
“iya..”
“Tapi, kalau boleh saya tahu kenapa kamu bisa kenal adik saya?”
Tanya Farid yang juga merasa penasaran.
            “itu, kami tidak sengaja bertemu saat perayaan malam tahun baru.. pertemuan
  kami sedikit unik, jadi tidak sulit untuk mengenalinya lagi saat kami bertemu di
  rumah sakit..”
            “rumah sakit?”
“iya, kami bertemu lagi di rumah sakit waktu Dion dirawat, kebetulan saya yang
  menanganginya saat itu..”
            “hmm jadi begitu, tapi untuk hubungan dokter dan pasien kalian ini cukup dekat
  ya? sampai datang kemari untuk menjenguk?”
Tanya Pria itu lagi begitu tiba-tiba.
            “itu.. “
Arya mulai tampak kikuk untuk menceritakan hubungan mereka pada seniornya itu, yang bisa  ia lakukan hanya tersenyum malu.
            “sebenarnya ceritanya panjang, tapi sekarang kami memang sedang menjalin
  hubungan..”
“maksudmu, kalian berdua??”
Tanyanya lagi semakin tak percaya.
            “iya..”
Jawabnya yang seolah mengerti dengan apa yang dipikirkan pria itu.
            “maaf karena tidak memberitahu lebih awal, karena sebenarnya saya juga tidak
               tahu kalau dokter adalah kakaknya, dia tidak pernah cerita..”
“tidak apa-apa, saya mengerti! Kamu tahu sendiri hubungan kami memang
  tidak terlalu baik awalnya, jadi mana mungkin dia mau bercerita..”
ujarnya sedikit kecewa.
 ”tapi terima kasih, saya merasa beruntung ada orang seperti kamu
  disampingnya..”
“tidak seperti itu..”
Jawab Arya merendah. Tak lama perbincangan itupun berakhir. Segera ia mulai beranjak menuju ruangan Indri berada. Ia sempat berpapasan dengan Fira, gadis itu hanya memandangnya sinis dengan kedua mata yang masih terlihat basah. Seolah sangat membencinya. Tapi sudahlah. 
ketika Arya sampai disana nampak gadis itu tengah asyik berbincang dengan kedua rekannya. wajah sayunya jelas nampak pucat. Ia bahkan terlihat lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.perlahan. Arya mulai dekati ketiganya.  
            “darimana aja lu?”
Tanya Galih begitu Arya sudah berada diantara mereka. Tapi ia hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman, kemudian bergerak mendekati tempat Indri.
“kamu juga datang?”
Sapanya sambil tetap menyungingkan sebuah senyuman tipis.  Tiba-tiba tanpa diperintah Ririn langsung mengajak Galih keluar dari ruangan itu, meninggalkan keduanya disana.
            “bagaimana keadaanmu?”
Tanya Arya sembari duduk di samping ranjangnya.
            “kamu lihat saja sendiri..”
Jawabnya sembari menyodorkan secarik kertas yang ia simpan sebelumnnya dibawah baki tempat obat diatas mejanya.
            “sekarang aku tidak akan menyembunyikan apapun darimu, harusnya kamu
  tahu dari awal.. maaf karena sudah jadi sangat egois..”
Arya masih sibuk membaca isi dari secarik kertas yang baru saja diterimanya.
            “aku tidak tahu harus berbuat apa? Disatu sisi aku tidak mau kehilanganmu..tapi
  Disisi lain..aku bahkan tidak punya kepercayaan diri untuk tetap
  bersamamu..maaf karena sudah jadi orang yang plin-plan..”
Pria itu tampak semakin lekat membaca isi secarik kertas itu begitu seksama.  
            “tapi aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana? Aku harus bagaimana
   tentang hubungan kita.. aku benar-benar tidak tahu..”
Ujar Indri lirih sambil memalingkan wajahnya kearah butiran-butiaran air yang berdiam hening di luaran jendela bangsalnya. Hujan sudah lama berhenti. Yang ada hanya sisaan basah disekitaran. Tanah, rumput, dahan pohon, bunga, tak ada satupun yang terlewati. dingin ia rasakan awalnya. Dunia benar-benar tempat yang begitu dingin. kesepian. Kegelisahan. Rasa sakit. Tak ada satupun yang terlewati. ia pasrah saja. hingga hujan berlalu, ia lupa bahwa ada masa dimana matahari kembali muncul dan menghangatkan sekitaran. Sama seperti itu. tiba-tiba ia rasakan perasaan yang begitu hangat. Ketika sebuah kecupan lembut menyentuh tangannya. Aku hanya bisa menangis. tanpa berani memandang kearahnya. pria yang begitu baik. Pria. yang aku cintai. Dan juga mencintaiku.

No comments: