Wednesday, January 23, 2013

Cerbung : Hanya Satu #16



Pagi setelahnya, hujan masih kembali turun. Mungkin musim memang sedang seperti ini. Selepas mandi dan berganti pakaian. Indri sudah bersiap untuk keluar dari rumah sakit. Ditemani Arya dan juga Farid. Ketiganya mulai beranjak meninggalkan tempat itu. sementara Fira pergi ke restoran tempat dimana Indri bekerja untuk menyerahkan surat pengunduran diri.
            “sekarang kita kemana?”
Tanya Arya sambil membawakan tas yang berisi beberapa pakaian Indri, kedalam bagasi mobil Farid.
            “kita mau pulang ke rumahku dulu, ada beberapa barang yang harus diambil
  sekalian aku juga mau pamitan sama bu Farida..”
“ya sudah kalau begitu, kita langsung berangkat saja, biar saya saja yang bawa
  mobilnya!”
“kamu nggak kerja?!”
“hari ini aku tidak masuk kerja..”
“kenapa?!”
Pria itu tak menjawab. Ia hanya sibuk memasukan barang-barang milik Indri kedalam mobil.
            “kami bisa pergi berdua saja! sebaiknya kamu pulang dan bersiap untuk
  berangkat kerja!!”
“aku mau mengantarmu sampai di rumah..sekarang sebaiknya kamu masuk ke
  dalam mobil!”
jawabnya dingin tanpa mau menatap kearahnya.
“Pulanglah..masih banyak pasien yang lebih membutuhkanmu, aku baik-baik
  saja! Kak Farid masih bisa menjagaku!”
            “Indri benar! kamu sudah menjaganya semalaman, pasti  melelahkan!
              Sebaiknya kamu pulang..”
“saya tidak apa-apa! Kalian tidak perlu khawatir!”
“kamu ini keras kepala? aku belum mau mati, jadi berhenti bersikap seperti ini!!”
Ujarnya begitu kasar.
 “kenapa kamu tidak mau mengerti? Aku melakukan ini karena aku
   mengkhawatirkanmu!”
sentak Arya yang tampak tersinggung dengan perkataannya.
            “aku bilang aku baik-baik saja! kamu baru boleh khawatir kalau aku sudah mau
  mati!
  Pulang sana!!”
Balas gadis itu tak kalah keras. Sambil beranjak masuk ke dalam mobil. Arya masih berdiri ketika keduanya sudah mulai beranjak pergi meninggalkan area bassement.
            “apa kamu tidak merasa keterlaluan? dia jelas-jelas mengkhawatirkanmu..”
            “aku tahu..”
Jawab gadis itu lesu. Sambil memandang sosok yang masih saja tak bergeming dari tempatnya berdiri di pantulan kaca spion mobil.

Sekitar siang hari akhirnya keduanya sampai di rumah Indri, tampak Fira dan juga Farida sudah menunggu kedatangan mereka di depan pintu rumahnya.
            “kenapa kalian berdua malah diam di luar?”
            “kami sengaja menunggumu, apa perjalanannya melelahkan?”
Sambut Farida sambil berusaha membantu memapahnya masuk ke dalam rumah.
            “aku tidak apa-apa bu, tidak usah memapahku..”
            “ibu cuma takut kamu kesandung aja kok!”
Elak wanita tua itu yang sontak saja membuat Indri langsung tersenyum.
            “lu tunggu disitu aja, biar gw sama Farid yang beres-beres!!”
            “hmm..”
Jawabnya sembari mengangguk ketika kedua orang kakaknya mulai masuk ke dalam rumah dan sibuk mengepaki beberapa barang mereka. Farida dan Indri kemudian duduk diantara halaman rumah itu.
            “nanti disana kamu harus banyak istirahat, jangan kerja! Jangan banyak pikiran!
   kalau minum obat harus tepat waktu ,Harus nurut semua kata-kata dokter!”
Ujar Farida menasehati.
            “terima kasih..”
Ucap Indri pelan sambil memandangi wajah rentanya.
            “terima kasih, karena selama ini ibu sudah mau menjaga kami!”
Ujarnya lagi sambil menyungingkan senyuman kearahnya.
“kamu harus jaga diri baik-baik..”
Lirih Wanita tua itu yang tampak tak bisa menahan rasa harunya, sambil menangis ia terus saja menyisir rambut Indri  kearah belakang telinganya.
“kalau ada apa-apa jangan lupa kasih tahu ibu..”
“hmm..”
angguknya sambil makin menyungingkan senyuman tipis. Tak lama Fira, Farid dan Dion kembali menghampiri keduanya, sembari menjingjing beberapa tas di tangan mereka.
            “kita pergi sekarang?”
Tanya Farid pada gadis itu.
“iya!”
Jawabnya.
“ kami pergi dulu..”
“hmm...hati – hati!!!”
Sahut Farida yang masih terlihat sibuk menghapus airmatanya Ketika mereka mulai beranjak pergi meninggalkan rumah usang yang sudah hampir 7 tahun ditempatinya. Kini rumah itu hanya berdiam sepi. Yang tertinggal hanyalah semua peluh, kesedihan, kesederhanaan, dan cinta yang tersembunyi. Suka duka yang terlewati bersama. Akan tumbuh menjadi kenangan di hati masing-masing pribadi.
           
Lepas dari tempat tinggal mereka dulu, ketiganya bersama Dion mulai melanjutkan perjalanan kembali.  Gadis kecil itu nampak asyik duduk bersandar di bahu Indri, Anak itu terus saja mencuri pandang padanya.  Sambil tersenyum senyum kecil. mungkin ia merindukan Indri, Karena hampir seminggu keduanya  tak bertemu.

Sekitar siang hari akhirnya mereka sampai di rumah Farid. Rumah yang sangat besar, sama besarnya seperti rumah mereka dulu yang sekarang sudah di tempati Arya. Di depan pintu masuk nampak Ine juga seorang pria tua sudah bersiap menyambut kedatangan mereka. Deru mobil Farid langsung berhenti begitu ia selesai memarkirkan kendaraannya tepat di  garasi rumahnya.  Begitu turun Fira dan Farid langsung sibuk mengeluarkan barang - barang milik mereka dari dalam bagasi mobil.
            “Indri, ayo masuk!!”
Ajak Ine padanya ramah. Ia menurut saja. sambil mengandeng Dion, mereka mulai masuk ke dalam rumah. pria tua itu hanya berdiri mengikuti mereka tanpa berani menyapa keduanya, bukan apa-apa, tapi sorot mata Indri yang begitu acuh saat melihatnya membuat ia tak berani bicara dan hanya memasang raut penyesalan  di wajahnya.
            “kamar kami di sebelah mana?”
Tanya Indri dingin pada kakak iparnya itu.
            “ada disebelah kiri ruangan ini..”
Tunjuknya sembari berusaha memapah Indri.
“aku masih bisa berjalan sendiri! jadi kamu tidak perlu repot-repot memapahku!”
Dengan dingin pula di tepisnya niat baik itu.
 “kalau kamu butuh apa-apa, panggil aku saja!”
Tawarnya lagi.
“hmm, kalau kamu sudah mau keluar tolong tutup pintunya!”
Jawab Indri masih tetap dingin. Ine tak bisa berkata apa-apa. Ia pasrah saja diperlakukan seperti itu. mungkin memang karena hubungan mereka yang awalnya tak terlalu baik. Juga perasaan bersalah atas kematian ibunya, yang membuat Indri jadi begitu sinis.
Sambil berusaha menahan diri, ia turuti apa kemauan gadis itu. kemudian beranjak menuju halaman depan untuk membantu suaminya dan Fira yang masih sibuk memindahkan barang-barang mereka ke dalam rumah.
            “sini biar ayah bantu!”
Tawar Pria tua itu yang kini berusaha mendekati Fira.
            “nggak usah, mending lu duduk aja!”
Sentak Fira padanya lebih kasar lagi. Wajah Pria itu semakin tertunduk lesu. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi kedua putrinya itu. mungkin memang sulit untuk menerimannya kembali setelah apa yang mereka alami.

Seharian Indri dan Fira hanya mengurung diri di kamarnya masing-masing. Hingga waktunya makan malam, keduanya baru mulai beranjak. Susana disana terasa sangat kaku, untuk apa yang disebut keluarga, mereka hanya duduk sambil menunggu Ine selesai menghidangkan makanan malam itu di atas meja.
            “akhirnya keluarga kita bisa berkumpul lagi seperti dulu..”
Ujar Farid berusaha mencairkan suasana, tapi kedua gadis itu tampak tak terlalu berminat dengan usahanya itu. keduanya hanya memasang wajah acuh sambil tetap diam tak bersuara.
            “kamu mau makan apa Ndri?”
Tanya Ine sembari mengambilkan beberapa lauk pauk ke dalam piring makan milik adik iparnya itu, tapi dengan dinginnya Fira malah mengambil piring miliknya dan mengambilkan beberapa makanan untuk Indri.
            “lu makan ini aja!”
Indri yang tentu saja membela Fira, langsung saja melahap makanan yang diberikan Fira padanya itu. keduanya seperti sengaja bersekongkol untuk membuat mereka merasa tak nyaman. Ine hanya merenggut. Sambil kembali duduk ketempatnya.
            “kenapa kalian bersikap seperti itu?!”
Tegur Farid yang terlihat kesal dengan kelakuan keduanya.
            “maksud lu apa? Emang gw salah klo gw ngasih makanan sama adik gw
   sendiri?”
            “bukan begitu? Kamu tahu kan kalau tadi mba Ine juga mau ngasih makanan
  sama Indri..”
            “terus emang kenapa? Indri juga maunya makanan dari gw! Iya kan Ndri?”
Gadis itu hanya mengangguk saja.
            “tuh kan? Jadi nggak masalah donk?!”
            “terserah kalian sajalah!!”
Jawab Farid kesal sembari meninggalkan meja makan. Ine yang melihat suaminya pergi begitu saja langsung berusaha mengejarnya. Kini yang tertinggal disana hanya Indri, Fira, Dion, Nino dan juga Ayah mereka.
            “kenapa kalian begitu sinis padanya, kasihankan dia? Biar bagaimanapun
  mereka itu kakak dan kakak ipar kalian..”
nasehat pria tua itu tetap berusaha mendekati keduanya. tapi seolah tak melihatnya keduanya hanya acuh dan meneruskan makan malam mereka.
            “kenapa kalian jadi seperti ini? Apa yang harus kami perbuat untuk
  mendapatkan maaf dari kalian, apa kesalahan kami tidak ada maafnya?”
tanya pria itu lagi lirih.
            “aku sudah kenyang, kamu bisa tolong antar  aku ke kamar..”
            “tentu!”
Pinta Indri pada Fira. Lagi-lagi keduanya hanya pergi dan mengacuhkan pria itu begitu saja. malam berlalu. Di kamar yang gelap dan hanya di terangi lampu temarang. Ia masih saja terjaga, rasanya ia tak bisa tidur. takut itu datang lagi. Takut jika ia memejamkan matanya sekarang, mata itu tak akan terbuka esok paginya. Sambil terjaga ia teringat Arya. raut wajah terakhir yang ia lihat sebelum pergi meninggalkannya sendiri di bassment rumah sakit, terus terbayang di kepalanya. Ia pasti marah. Sambil beranjak dari tempat tidur, ia coba untuk menghubungi pria itu. pukul 02.00 dini hari. Tak ada jawaban. Mungkin itu sudah terlalu larut untuknya tetap terjaga. Ia kembali berjalan menuju tempat tidur. tapi tiba-tiba terdengar suara handphonenya berbunyi.
            “hallo..”
Jawab Indri segera.
            “maaf karena tadi tidak mengangkat panggilanmu,ada apa?”
Suara pria itu dari ujung teleponnya.
            “aku cuma mau minta maaf..sikapku tadi siang sudah keterlaluan..”
            “kamu tidak perlu minta maaf, aku mengerti..”
            “jadi kamu sudah memaafkanku?”
            “tidak ada yang perlu aku maafkan..”
            “kamu nggak marahkan?”
            “tidak..”
Jawab Pria itu singkat dengan suara yang terdengar malas.
            “apa aku menganggu tidurmu?”
            “tidak..”
Jawabnya lagi. Sepi. Indri tampak bingung tak tahu harus berkata apa lagi.
“ya sudah kalau begitu..maaf karena sudah membangunkanmu tengah malam  
  begini..”
“hmm...kamu juga sebaiknya istirahat!”
“iya..”
“aku tutup teleponnya..”
Tanpa mendengar jawaban darinya terlebih dahulu Arya sudah langsung menutup panggilannya. Indri masih terlihat melamun saat pria itu menutup teleponnya. dia berkata bahwa dirinya sudah dimaafkan tapi kenapa sikapnya masih seperti itu. apa karena itu bukan waktu yang tepat untuk menghubunginya. Indri tampak semakin tak bisa tidur. Meskipun ia ingin sekali. tapi entah kenapa matanya tetap terjaga Hingga pagi menjelang. 
             
                        *                                               *                                               *
             
 “kenapa kamu bisa ada disini?!”
Tanya Arya yang segera keluar dari dalam mobilnya begitu melihat Indri sudah berada di depan gerbang rumahnya senja kala itu.
            “kamu sudah pulang??”
Sapa Indri sambil menyungingkan sebuah senyuman. Wajahnya terlihat begitu kelelahan.
            “boleh aku masuk?”
Lanjutnya lagi sedikit mengigil. Dengan hati-hati Arya memapahnya masuk ke dalam rumah.
            “apa kamu haus?mau minum apa? Kalau kamu merasa pusing sebaiknya
  tiduran saja..”
            “aku tidak apa-apa..”
            “siapa yang mengantarmu sampai kesini?”
Tanyanya lagi sembari menyuguhkan secangkir air hangat untuk gadis itu.
            “aku pergi sendiri..”
            “mereka tahu kamu pergi?”
Indri hanya menggelengkan kepalanya.
“aku langsung kemari setelah selesai terapi..aku takut kamu masih
  marah?karena itu aku datang kesini untuk memastikannya sendiri, kalau kamu 
  sudah memaafkanku!”
“kamu ini nekad sekali, bagaimana kalau terjadi apa-apa dijalan? Mereka pasti
  mengkhawatirkanmu!harusnya kamu menghubungiku kalau kamu ingin
  menemuiku!!”
bentak Arya kesal.
“tapi aku nggak apa-apa..”
“terserah kamu saja!!”
Bentaknya lagi makin kesal.
“kenapa kamu malah membentakku? aku kesini karena aku merasa  bersalah..
  sikapku kemarin sudah keterlaluan! Aku takut kamu marah..aku takut kamu
  nggak mau ketemu sama aku lagi..”
ujarnya sambil terisak.
“kamu ini kenapa? Kenapa jadi seperti ini, kemarin malam kan sudah ku bilang
  tidak apa-apa! Kamu tidak perlu minta maaf, aku mengerti! Kamu sendiri yang
  memintaku untuk tidak terlalu mengkhawatirkanmu! kenapa sekarang malah 
  seperti ini.. ”
“itu..”
Indri tak bisa menjawab ia hanya menutupi kedua matanya yang mulai tampak basah.
“aku hanya berusaha mengikuti kemauanmu..”
Ujar pria itu seraya beranjak dari tempat duduknya.
            “kamu mau kemana?”
            “aku mau mandi, setelah itu baru aku antar kamu pulang, Kamu tunggu saja
  disini?!”
Lama ia membiarkannya seorang diri di ruang tamu. Sampai ia kembali gadis itu masih nampak terhentak di tempatnya sambil berurai airmata. 
            “bangun dan berhentilah menangis, aku harus segera mengantarkanmu pulang
   sebelum terlalu larut..”
Ujarnya dingin tanpa mau memandang wajah gadis itu. sambil sesegukan dan sibuk menghapus kedua matanya yang basah, Indri mulai beranjak dari tempat duduknya. Tapi begitu keduanya sampai di depan pintu tiba-tiba Indri ambruk dan jatuh tersungkur di lantai.

“aku bilang aku baik-baik saja! kamu baru boleh khawatir kalau aku sudah mau mati! Pulang
 sana!!”

Arya masih tak bergeming dari tempatnya berdiri ketika Indri dan kakak laki-lakinya sudah jauh meninggalkan area bassment. Kata-kata terakhir yang ia dengar dari mulut gadis itu. terdengar begitu kasar di telinganya. Biar bagaimanapun ia tak bisa berhenti memikirkannya.
            “biar dia tinggal disini..besok pagi  baru aku akan mengantarnya pulang, kalian
  tidak perlu khawatir..”
ujarnya yang langsung menutup panggilan tersebut. Sepi. Ia kembali beranjak menuju kamarnya. Gadis itu masih nampak berbaring diatas tempat tidurnya. ia dekati tempat itu kemudian duduk disampingnya.
            “aku mesti bagaimana terhadapmu?”
Tanyanya lirih sambil tak berhenti memandangi wajah itu lekat.

            *                                                           *                                                           *

Saat matahari mulai tampak lagi, ia baru tersadar. Terbangun tepat diatas tempat tidur Arya. sepi. Tak ada siapapun disana. Perlahan ia mulai menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Tampak pria itu tengah sibuk menyiapkan sesuatu di dapurnya.
            “kamu sudah bangun?”
Sapa Arya sambil tetap sibuk memasak begitu melihatnya.
            “duduklah, aku sudah siapkan sarapan untuk kita..”
Indri hanya menurut, sambil sedikit mencuri pandang ia tak berhenti memperhatikan pria itu.
            “kemarin malam apa yang terjadi?”
Tanya Indri ragu.
            “sebaiknya kamu makan dulu..”
Jawab pria itu sambil menyuguhkan semangkuk bubur. Indri yang kala itu sudah duduk di meja makan langsung melahap bubur yang sengaja dibuatkan pria itu untuknya.
            “kemarin kamu pingsan..aku membawamu ke kamarku..karena tidak mungkin
  untuk mengantarkanmu pulang dalam keadaan seperti itu..”
“aku minta maaf, karena terus merepotkanmu..”
            “sudahlah, aku sudah memaafkanmu..jangan di bahas lagi!”
            “kamu sudah tidak marah lagi padaku?”
            “bagaimana aku bisa marah padamu”
Jawabnya sambil membelai rambut gadis itu.
“ kalau kamu sudah selesai makan, aku langsung antar kamu pulang..”
Ujarnya lagi lembut sembari melanjutkan makan. Sikapnya berbeda dari tadi malam. tampaknya ia memang sudah memaafkannya. Tak lama. keduanya langsung pergi. Pria itu mengantarkannya terlebih dahulu kembali ke rumah Farid sebelum ia berangkat ke rumah sakit. Fira tampak begitu khawatir ketika keduanya sampai disana. 
            “lu tuh kemana aja?!! Kalau tahu gini gw nggak bakal biarin lu pergi terapi 
  sendirian!!”
bentaknya dari depan pintu juga.
“aku minta maaf karena sudah membuat kalian khawatir..”
“sebaiknya lain kali kalau kamu mau pergi beritahu kami..”
Tambah Farid yang juga berada disana.
“iya..”
Jawabnya merunduk.
            “kalau begitu saya pergi dulu..”
            “hmm, terima kasih karena sudah menjaganya..”
            “sama-sama..”
Jawabnya.
            “aku pergi dulu..”
Pamitnya kemudian pada gadis itu sambil sedikit mengelus kepalanya.
            “hmm..”
sembari menyungingkan senyuman Ia pandangi punggung orang itu yang semakin jauh meninggalkannya. Mungkin aku egois. Mungkin aku juga sedikit plin plan. Tapi aku senang. Karena pada akhirnya, aku tahu. Dia akan tetap ada untukku.

No comments: