Pagi setelahnya, hujan masih kembali turun. Mungkin musim memang sedang
seperti ini. Selepas mandi dan berganti pakaian. Indri sudah bersiap untuk
keluar dari rumah sakit. Ditemani Arya dan juga Farid. Ketiganya mulai beranjak
meninggalkan tempat itu. sementara Fira pergi ke restoran tempat dimana Indri
bekerja untuk menyerahkan surat pengunduran diri.
Tanya Arya sambil membawakan tas yang berisi beberapa pakaian Indri,
kedalam bagasi mobil Farid.
“kita mau pulang ke
rumahku dulu, ada beberapa barang yang harus diambil
sekalian aku juga mau pamitan
sama bu Farida..”
“ya sudah kalau begitu, kita langsung berangkat saja, biar saya saja
yang bawa
mobilnya!”
“kamu nggak kerja?!”
“hari ini aku tidak masuk kerja..”
“kenapa?!”
Pria itu tak menjawab. Ia hanya sibuk memasukan barang-barang milik
Indri kedalam mobil.
“kami bisa pergi berdua
saja! sebaiknya kamu pulang dan bersiap untuk
berangkat kerja!!”
“aku mau mengantarmu sampai di rumah..sekarang sebaiknya kamu masuk ke
dalam
mobil!”
jawabnya dingin tanpa mau menatap kearahnya.
“Pulanglah..masih banyak pasien yang lebih membutuhkanmu, aku baik-baik
saja!
Kak Farid masih bisa menjagaku!”
“Indri benar! kamu
sudah menjaganya semalaman, pasti
melelahkan!
Sebaiknya kamu
pulang..”
“saya tidak apa-apa! Kalian tidak perlu khawatir!”
“kamu ini keras kepala? aku belum mau mati, jadi berhenti bersikap
seperti ini!!”
Ujarnya begitu kasar.
“kenapa kamu tidak mau mengerti?
Aku melakukan ini karena aku
mengkhawatirkanmu!”
sentak Arya yang tampak tersinggung dengan perkataannya.
“aku bilang aku
baik-baik saja! kamu baru boleh khawatir kalau aku sudah mau
mati!
Pulang sana!!”
Balas gadis itu tak kalah keras. Sambil beranjak masuk ke dalam mobil.
Arya masih berdiri ketika keduanya sudah mulai beranjak pergi meninggalkan area
bassement.
“apa kamu tidak merasa
keterlaluan? dia jelas-jelas mengkhawatirkanmu..”
“aku tahu..”
Jawab gadis itu lesu. Sambil memandang sosok yang masih saja tak
bergeming dari tempatnya berdiri di pantulan kaca spion mobil.
Sekitar siang hari akhirnya keduanya sampai di rumah Indri, tampak Fira
dan juga Farida sudah menunggu kedatangan mereka di depan pintu rumahnya.
“kenapa kalian berdua
malah diam di luar?”
“kami sengaja
menunggumu, apa perjalanannya melelahkan?”
Sambut Farida sambil berusaha membantu memapahnya masuk ke dalam rumah.
“aku tidak apa-apa bu,
tidak usah memapahku..”
“ibu
cuma takut kamu kesandung aja kok!”
Elak wanita tua itu yang sontak saja membuat Indri langsung tersenyum.
“lu tunggu disitu aja,
biar gw sama Farid yang beres-beres!!”
“hmm..”
Jawabnya sembari mengangguk ketika kedua orang kakaknya mulai masuk ke
dalam rumah dan sibuk mengepaki beberapa barang mereka. Farida dan Indri
kemudian duduk diantara halaman rumah itu.
“nanti disana kamu
harus banyak istirahat, jangan kerja! Jangan banyak pikiran!
kalau minum obat harus tepat
waktu ,Harus nurut semua kata-kata dokter!”
Ujar Farida menasehati.
“terima kasih..”
Ucap Indri pelan sambil memandangi wajah rentanya.
“terima kasih, karena
selama ini ibu sudah mau menjaga kami!”
Ujarnya lagi sambil menyungingkan senyuman kearahnya.
“kamu harus jaga diri baik-baik..”
Lirih Wanita tua itu yang tampak tak bisa menahan rasa harunya, sambil
menangis ia terus saja menyisir rambut Indri
kearah belakang telinganya.
“kalau ada apa-apa jangan lupa kasih tahu ibu..”
“hmm..”
angguknya sambil makin menyungingkan senyuman tipis. Tak lama Fira,
Farid dan Dion kembali menghampiri keduanya, sembari menjingjing beberapa tas
di tangan mereka.
“kita pergi sekarang?”
Tanya Farid pada gadis itu.
“iya!”
Jawabnya.
“ kami pergi dulu..”
“hmm...hati – hati!!!”
Sahut Farida yang masih terlihat sibuk menghapus airmatanya Ketika
mereka mulai beranjak pergi meninggalkan rumah usang yang sudah hampir 7 tahun
ditempatinya. Kini rumah itu hanya berdiam sepi. Yang tertinggal hanyalah semua
peluh, kesedihan, kesederhanaan, dan cinta yang tersembunyi. Suka duka yang
terlewati bersama. Akan tumbuh menjadi kenangan di hati masing-masing pribadi.
Lepas dari tempat tinggal mereka dulu, ketiganya bersama Dion mulai
melanjutkan perjalanan kembali. Gadis
kecil itu nampak asyik duduk bersandar di bahu Indri, Anak itu terus saja
mencuri pandang padanya. Sambil
tersenyum senyum kecil. mungkin ia merindukan Indri, Karena hampir seminggu
keduanya tak bertemu.
Sekitar siang hari akhirnya mereka sampai di rumah Farid. Rumah yang
sangat besar, sama besarnya seperti rumah mereka dulu yang sekarang sudah di
tempati Arya. Di depan pintu masuk nampak Ine juga seorang pria tua sudah
bersiap menyambut kedatangan mereka. Deru mobil Farid langsung berhenti begitu
ia selesai memarkirkan kendaraannya tepat di
garasi rumahnya. Begitu turun
Fira dan Farid langsung sibuk mengeluarkan barang - barang milik mereka dari
dalam bagasi mobil.
“Indri, ayo masuk!!”
Ajak Ine padanya ramah. Ia menurut saja. sambil mengandeng Dion, mereka
mulai masuk ke dalam rumah. pria tua itu hanya berdiri mengikuti mereka tanpa
berani menyapa keduanya, bukan apa-apa, tapi sorot mata Indri yang begitu acuh
saat melihatnya membuat ia tak berani bicara dan hanya memasang raut penyesalan di wajahnya.
“kamar kami di sebelah
mana?”
Tanya Indri dingin pada kakak iparnya itu.
“ada disebelah kiri
ruangan ini..”
Tunjuknya sembari berusaha memapah Indri.
“aku masih bisa berjalan sendiri! jadi kamu tidak perlu repot-repot
memapahku!”
Dengan dingin pula di tepisnya niat baik itu.
“kalau kamu butuh apa-apa,
panggil aku saja!”
Tawarnya lagi.
“hmm, kalau kamu sudah mau keluar tolong tutup pintunya!”
Jawab Indri masih tetap dingin. Ine tak bisa berkata apa-apa. Ia pasrah
saja diperlakukan seperti itu. mungkin memang karena hubungan mereka yang
awalnya tak terlalu baik. Juga perasaan bersalah atas kematian ibunya, yang
membuat Indri jadi begitu sinis.
Sambil berusaha menahan diri, ia turuti apa kemauan gadis itu. kemudian
beranjak menuju halaman depan untuk membantu suaminya dan Fira yang masih sibuk
memindahkan barang-barang mereka ke dalam rumah.
“sini biar ayah bantu!”
Tawar Pria tua itu yang kini berusaha mendekati Fira.
“nggak usah, mending lu
duduk aja!”
Sentak Fira padanya lebih kasar lagi. Wajah Pria itu semakin tertunduk
lesu. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi kedua putrinya itu. mungkin memang
sulit untuk menerimannya kembali setelah apa yang mereka alami.
Seharian Indri dan Fira hanya mengurung diri di kamarnya masing-masing.
Hingga waktunya makan malam, keduanya baru mulai beranjak. Susana disana terasa
sangat kaku, untuk apa yang disebut keluarga, mereka hanya duduk sambil
menunggu Ine selesai menghidangkan makanan malam itu di atas meja.
“akhirnya keluarga kita
bisa berkumpul lagi seperti dulu..”
Ujar Farid berusaha mencairkan suasana, tapi kedua gadis itu tampak tak
terlalu berminat dengan usahanya itu. keduanya hanya memasang wajah acuh sambil
tetap diam tak bersuara.
“kamu mau makan apa
Ndri?”
Tanya Ine sembari mengambilkan beberapa lauk pauk ke dalam piring makan
milik adik iparnya itu, tapi dengan dinginnya Fira malah mengambil piring
miliknya dan mengambilkan beberapa makanan untuk Indri.
“lu makan ini aja!”
Indri yang tentu saja membela Fira, langsung saja melahap makanan yang
diberikan Fira padanya itu. keduanya seperti sengaja bersekongkol untuk membuat
mereka merasa tak nyaman. Ine hanya merenggut. Sambil kembali duduk
ketempatnya.
“kenapa kalian bersikap
seperti itu?!”
Tegur Farid yang terlihat kesal dengan kelakuan keduanya.
“maksud lu apa? Emang
gw salah klo gw ngasih makanan sama adik gw
sendiri?”
“bukan begitu? Kamu
tahu kan kalau tadi mba Ine juga mau ngasih makanan
sama Indri..”
“terus emang kenapa?
Indri juga maunya makanan dari gw! Iya kan Ndri?”
Gadis itu hanya mengangguk saja.
“tuh kan? Jadi nggak
masalah donk?!”
“terserah kalian
sajalah!!”
Jawab Farid kesal sembari meninggalkan meja makan. Ine yang melihat
suaminya pergi begitu saja langsung berusaha mengejarnya. Kini yang tertinggal
disana hanya Indri, Fira, Dion, Nino dan juga Ayah mereka.
“kenapa kalian begitu
sinis padanya, kasihankan dia? Biar bagaimanapun
mereka itu kakak dan kakak ipar
kalian..”
nasehat pria tua itu tetap berusaha mendekati keduanya. tapi seolah tak
melihatnya keduanya hanya acuh dan meneruskan makan malam mereka.
“kenapa kalian jadi
seperti ini? Apa yang harus kami perbuat untuk
mendapatkan maaf dari kalian,
apa kesalahan kami tidak ada maafnya?”
tanya pria itu lagi lirih.
“aku sudah kenyang,
kamu bisa tolong antar aku ke kamar..”
“tentu!”
Pinta Indri pada Fira. Lagi-lagi keduanya hanya pergi dan mengacuhkan
pria itu begitu saja. malam berlalu. Di kamar yang gelap dan hanya di terangi
lampu temarang. Ia masih saja terjaga, rasanya ia tak bisa tidur. takut itu
datang lagi. Takut jika ia memejamkan matanya sekarang, mata itu tak akan
terbuka esok paginya. Sambil terjaga ia teringat Arya. raut wajah terakhir yang
ia lihat sebelum pergi meninggalkannya sendiri di bassment rumah sakit, terus
terbayang di kepalanya. Ia pasti marah. Sambil beranjak dari tempat tidur, ia
coba untuk menghubungi pria itu. pukul 02.00 dini hari. Tak ada jawaban.
Mungkin itu sudah terlalu larut untuknya tetap terjaga. Ia kembali berjalan
menuju tempat tidur. tapi tiba-tiba terdengar suara handphonenya berbunyi.
“hallo..”
Jawab Indri segera.
“maaf karena tadi tidak
mengangkat panggilanmu,ada apa?”
Suara pria itu dari ujung teleponnya.
“aku cuma mau minta
maaf..sikapku tadi siang sudah keterlaluan..”
“kamu tidak perlu minta
maaf, aku mengerti..”
“jadi kamu sudah
memaafkanku?”
“tidak ada yang perlu
aku maafkan..”
“kamu nggak marahkan?”
“tidak..”
Jawab Pria itu singkat dengan suara yang terdengar malas.
“apa aku menganggu
tidurmu?”
“tidak..”
Jawabnya lagi. Sepi. Indri tampak bingung tak tahu harus berkata apa
lagi.
“ya sudah kalau begitu..maaf karena sudah
membangunkanmu tengah malam
begini..”
“hmm...kamu juga sebaiknya istirahat!”
“iya..”
“aku tutup teleponnya..”
Tanpa mendengar jawaban darinya terlebih dahulu Arya sudah langsung
menutup panggilannya. Indri masih terlihat melamun saat pria itu menutup
teleponnya. dia berkata bahwa dirinya sudah dimaafkan tapi kenapa sikapnya
masih seperti itu. apa karena itu bukan waktu yang tepat untuk menghubunginya.
Indri tampak semakin tak bisa tidur. Meskipun ia ingin sekali. tapi entah
kenapa matanya tetap terjaga Hingga pagi menjelang.
* * *
“kenapa kamu bisa ada disini?!”
Tanya Arya yang segera keluar dari dalam mobilnya begitu melihat Indri
sudah berada di depan gerbang rumahnya senja kala itu.
“kamu sudah pulang??”
Sapa Indri sambil menyungingkan sebuah senyuman. Wajahnya terlihat
begitu kelelahan.
“boleh aku masuk?”
Lanjutnya lagi sedikit mengigil. Dengan hati-hati Arya memapahnya masuk
ke dalam rumah.
“apa kamu haus?mau
minum apa? Kalau kamu merasa pusing sebaiknya
tiduran saja..”
“aku tidak apa-apa..”
“siapa yang mengantarmu
sampai kesini?”
Tanyanya lagi sembari menyuguhkan secangkir air hangat untuk gadis itu.
“aku pergi sendiri..”
“mereka tahu kamu
pergi?”
Indri hanya menggelengkan kepalanya.
“aku langsung kemari setelah selesai terapi..aku takut
kamu masih
marah?karena
itu aku datang kesini untuk memastikannya sendiri, kalau kamu
sudah
memaafkanku!”
“kamu ini nekad sekali, bagaimana kalau terjadi apa-apa
dijalan? Mereka pasti
mengkhawatirkanmu!harusnya kamu menghubungiku kalau kamu ingin
menemuiku!!”
bentak Arya kesal.
“tapi aku nggak apa-apa..”
“terserah kamu saja!!”
Bentaknya lagi makin kesal.
“kenapa kamu malah membentakku? aku kesini karena aku merasa bersalah..
sikapku kemarin sudah
keterlaluan! Aku takut kamu marah..aku takut kamu
nggak mau ketemu sama aku
lagi..”
ujarnya sambil terisak.
“kamu ini kenapa? Kenapa jadi seperti ini, kemarin
malam kan sudah ku bilang
tidak apa-apa!
Kamu tidak perlu minta maaf, aku mengerti! Kamu sendiri yang
memintaku
untuk tidak terlalu mengkhawatirkanmu! kenapa sekarang malah
seperti ini..
”
“itu..”
Indri tak bisa menjawab ia hanya menutupi kedua matanya yang mulai
tampak basah.
“aku hanya berusaha mengikuti kemauanmu..”
Ujar pria itu seraya beranjak dari tempat duduknya.
“kamu mau kemana?”
“aku mau mandi, setelah
itu baru aku antar kamu pulang, Kamu tunggu saja
disini?!”
Lama ia membiarkannya seorang diri di ruang tamu. Sampai ia kembali
gadis itu masih nampak terhentak di tempatnya sambil berurai airmata.
“bangun dan berhentilah
menangis, aku harus segera mengantarkanmu pulang
sebelum terlalu larut..”
Ujarnya dingin tanpa mau memandang wajah gadis itu. sambil sesegukan dan
sibuk menghapus kedua matanya yang basah, Indri mulai beranjak dari tempat
duduknya. Tapi begitu keduanya sampai di depan pintu tiba-tiba Indri ambruk dan
jatuh tersungkur di lantai.
“aku bilang aku baik-baik saja! kamu
baru boleh khawatir kalau aku sudah mau mati! Pulang
sana!!”
Arya masih tak bergeming dari tempatnya berdiri ketika Indri dan kakak
laki-lakinya sudah jauh meninggalkan area bassment. Kata-kata terakhir yang ia
dengar dari mulut gadis itu. terdengar begitu kasar di telinganya. Biar
bagaimanapun ia tak bisa berhenti memikirkannya.
“biar dia tinggal
disini..besok pagi baru aku akan
mengantarnya pulang, kalian
tidak perlu khawatir..”
ujarnya yang langsung menutup panggilan tersebut. Sepi. Ia kembali
beranjak menuju kamarnya. Gadis itu masih nampak berbaring diatas tempat
tidurnya. ia dekati tempat itu kemudian duduk disampingnya.
“aku mesti bagaimana
terhadapmu?”
Tanyanya lirih sambil tak berhenti memandangi wajah itu lekat.
* * *
Saat matahari mulai tampak lagi, ia baru tersadar. Terbangun tepat
diatas tempat tidur Arya. sepi. Tak ada siapapun disana. Perlahan ia mulai
menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Tampak pria itu tengah sibuk
menyiapkan sesuatu di dapurnya.
“kamu sudah bangun?”
Sapa Arya sambil tetap sibuk memasak begitu melihatnya.
“duduklah, aku sudah
siapkan sarapan untuk kita..”
Indri hanya menurut, sambil sedikit mencuri pandang ia tak berhenti
memperhatikan pria itu.
“kemarin malam apa yang
terjadi?”
Tanya Indri ragu.
“sebaiknya kamu makan
dulu..”
Jawab pria itu sambil menyuguhkan semangkuk bubur. Indri yang kala itu
sudah duduk di meja makan langsung melahap bubur yang sengaja dibuatkan pria
itu untuknya.
“kemarin kamu
pingsan..aku membawamu ke kamarku..karena tidak mungkin
untuk mengantarkanmu pulang
dalam keadaan seperti itu..”
“aku minta maaf, karena terus merepotkanmu..”
“sudahlah, aku sudah
memaafkanmu..jangan di bahas lagi!”
“kamu sudah tidak marah
lagi padaku?”
“bagaimana aku bisa
marah padamu”
Jawabnya sambil membelai rambut gadis itu.
“ kalau kamu sudah selesai makan, aku langsung antar kamu pulang..”
Ujarnya lagi lembut sembari melanjutkan makan. Sikapnya berbeda dari
tadi malam. tampaknya ia memang sudah memaafkannya. Tak lama. keduanya langsung
pergi. Pria itu mengantarkannya terlebih dahulu kembali ke rumah Farid sebelum
ia berangkat ke rumah sakit. Fira tampak begitu khawatir ketika keduanya sampai
disana.
“lu tuh kemana aja?!!
Kalau tahu gini gw nggak bakal biarin lu pergi terapi
sendirian!!”
bentaknya dari depan pintu juga.
“aku minta maaf karena sudah membuat kalian khawatir..”
“sebaiknya lain kali kalau kamu mau pergi beritahu kami..”
Tambah Farid yang juga berada disana.
“iya..”
Jawabnya merunduk.
“kalau
begitu saya pergi dulu..”
“hmm, terima kasih
karena sudah menjaganya..”
“sama-sama..”
Jawabnya.
“aku pergi dulu..”
Pamitnya kemudian pada gadis itu sambil sedikit mengelus kepalanya.
“hmm..”
sembari menyungingkan senyuman Ia pandangi punggung orang itu yang
semakin jauh meninggalkannya. Mungkin aku egois. Mungkin aku juga sedikit plin
plan. Tapi aku senang. Karena pada akhirnya, aku tahu. Dia akan tetap ada
untukku.
No comments:
Post a Comment