Wednesday, January 23, 2013

Cerbung : Hanya Satu #10



 -->

Pagi-pagi sekali Arya dan Indri sudah bersiap untuk berangkat menuju daerah bekasi, keduanya sudah berjanji untuk datang mengunjungi ibunya yang sangat ingin sekali bertemu dengan gadis itu, ia ingin tahu seperti apa wanita yang sekarang tengah dekat dengan putra bungsunya itu.
            “hari ini kamu kenapa?”
Tanya Arya yang melihat gadis itu tampak diam sembari melihat keluar jendela.
            “memangnya aku kenapa?”
            “tidak, tapi kamu kelihatan diam..”
            “aku sedang tidak ingin banyak bicara, jadi konsentrasikan saja pikiranmu untuk 
              mengemudi..”
jawabnya dingin tanpa mau melirik ke arah Arya.
            “pasti ada sesuatu?sudah seminggu ini aku juga tidak pernah melihatmu datang
  ke rumahku!!ada apa?”
“memang aku siapa sampai harus setiap hari datang ke rumahmu?sebaiknya
  sekarang kamu harus mulai membiasakannya..”
            “membiasakan untuk apa?”
            “pokoknya kamu harus mulai membiasakannya, mungkin saja dimasa depan
  aku tidak akan terlalu sering menemuimu lagi..”
            “kamu benar-benar aneh, bicaramu juga sangat aneh?!”
            “sudahlah, ayo kita berangkat!!”
Tanpa berkata apapun lagi Arya langsung melajukan kendaraannya menuju jalan tol dalam kota, sepanjang perjalanan keduanya tak banyak bicara. Gadis itu benar-benar bersikap aneh.
            “Arya..”
Panggilnya lirih sembari tetap menatap keluar jendela mobil.
            “huh?”
Jawab pria itu, tapi Indri tak menjawab.
            “kamu mau tanya apa?”
            “tidak jadi..”
Jawabnya lesu. sebenarnya ia juga tak tahu kenapa tiba-tiba ia memanggil nama pria itu. ia benar-benar tak tahu apa yang sangat diinginkannya saat itu.
            “kita sudah sampai!!”
Ujar Arya sembari memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah itu, rumah yang sama besarnya dengan rumah Indri dulu, Arya benar-benar keturunan orang kaya.
            “rumahmu besar sekali??”
            “ini bukan rumahku, ini rumah ibuku..ayo turun!!”
Ajaknya sembari membukakan pintu mobil untuk Indri, mereka berjalan menuju pintu depan.
            “ibuku orangnya sangat tegas, tapi sebenarnya dia baik jadi kamu tidak perlu
  khawatir..”
“iya..aku harap dia akan menyukai makanan yang kubawa..”
Tiba-tiba seorang perempuan muncul dari balik pintu.
            “kalian sudah datang? Ayo masuk!”
Sapanya ramah.
            “ibu mana?”
            “ada, kalian tunggu saja..”
Jawab wanita itu sembari mempersilahkan Indri duduk.
            “dia wanita itukan?”
            “huuh..”
Jawabnya kalem.
            “apa kamu sudah tidak apa-apa?”
            “kami sudah melupakannya..kamu tenang saja!”
Indri memperhatikan sekeliling rumah itu, banyak sekali ukiran dari kayu yang menghiasi hampir seluruh bagian rumah yang membuatnya terasa kental dengan nuansa jawa. disana ada beberapa foto terpajang.
            “ini foto kamu waktu masih kecil?”
            “bukan! itu foto Radith, fotoku yang ada di sebelahnya..”
            “ternyata waktu kamu kecil tidak terlalu tampan ya?”
Sindir Indri sambil tersenyum geli.
            “apa berarti wajahku sekarang ini tampan menurutmu?”
            “apa?”
Tanya Indri yang kurang jelas mendengar perkataan pria itu barusan, tapi tiba-tiba seorang wanita  menghampiri keduanya.
            “kalian sudah datang?”
Sapa wanita itu sembari memeluk Arya.
            “iya bu..”
Jawabnya yang langsung mencium tangan wanita itu.
“ini pasti Indri kan?”
Ujarnya ramah sembari mendekati Indri.
            “iya tante..”
            “ayo silahkan duduk!! jangan malu-malu anggap saja rumah sendiri..”
            “oh iya bu, Indri bawa ini buat ibu..”
            “apa ini?”
            “itu pastel..”
            “terima kasih ya, jadi merepotkan!!”
            “nggak apa-apa tante..”
Entah kenapa tiba-tiba Indri merasa sedikit gugup ketika wanita itu terus saja memperhatikan dirinya.
            “sudah berapa lama kalian berdua pacaran?”
            “itu...”
            “kalau tidak salah sekitar 1 bulan yang lalu..”
Jawab Arya segera ketika melihat gadis itu tampak gugup.
            “berarti masih baru?kalian kenalan dimana?”
            “kami tidak sengaja bertemu saat malam tahun baru..”
Jawab Arya lagi, mengantikannya.
            “kalau boleh ibu tahu, nak Indri ini kerja atau kuliah?”
            “saya kerja tante..”
            “dimana?”
            “di rainbow resto..
“rainbow resto?”
“itu.. sejenis restoran cepat saji..”
            “kenapa nggak kuliah, karena kalau ibu lihat usia kamu masih muda?”
            “saya tidak punya biaya untuk melanjutkan kesana, tante..”
            “loch memangnya orang tua nak Indri ini kerja apa?”
Tanya wanita itu terus menerus seolah-olah sedang mengintrograsi seorang tersangka.
            “ibu saya sudah meninggal 3 tahun yang lalu..”
            “maaf! ibu tidak ada maksud untuk..”
            “nggak apa-apa..”
Jawab Indri yang mulai merasa sedikit risih dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus diajukannya.
            “maaf ya nak Indri, tapi kalau boleh saya tahu meninggalnya karena
  apa?sakit?”
            “bu- bukan..”
            “ibu!! buat apa ibu tanya mengenai hal itu?”
            “Sstt..kamu diam saja!nak Indri juga nggak keberatan kan, kalau saya tanya itu?”
Bentaknya pelan pada putra bungsunya sambil kembali bertanya padanya.
            “ibu saya meninggal..karena..bunuh diri..”
Jawabnya terbata-bata sambil menundukan kepala.
            “ya ampun..!!”
Gumam wanita itu yang terlihat sangat terkejut.
            “kenapa bisa bunuh diri?”
            “ibu!!”
Bentak Arya yang tak mau mendengar percakapan itu lagi.
            “apaan sih kamu!!maaf ya nak Indri, Arya memang suka seperti itu.. kenapa bisa
   sampai bunuh diri?”
            “saya juga kurang tahu pasti penyebabnya tante..”
            “saya turut berduka atas apa yang sudah menimpa ibu kamu..”
            “iya..”
Tiba-tiba dari arah dapur Vina datang sambil membawakan minuman untuk mereka bertiga.
            “silahkan di minum!!”
Ujarnya sembari menyuguhkan segelas air putih untuk Indri, kemudian kembali masuk ke dapur.
            “makasih..”
            “ayo..silahkan diminum!!”
            “iya tante..”
Jawabnya yang segera meminum segelas air putih tersebut.
            “kalau ayah nak Indri kerja apa?? Beliau pasti sangat terpukul atas kematian ibu
  kamu?”
            “ayah saya..”
dengan segera ia meminum lagi segelas air putih yang ada di meja. Indri kikuk, ia tak tahu harus menjawab pertanyaan itu seperti apa.
            “saya kurang begitu tahu kabarnya tante..”
            “kok bisa begitu?”
            “mereka tidak tinggal bersama bu..”
            “Ooo..memangnya kenapa?”
            “itu..karena  bertengkar dengan ibu ayah saya pergi dari rumah..Sudah hampir 6
  tahun kami tidak pernah bertemu..”
            “maksudnya, kabur?”
            “iya..”
Jawab Indri semakin menundukan kepalanya.
            “kasihan sekali? kalau begitu sekarang nak Indri tinggal bersama siapa?”
            “saya tinggal dengan adik juga kakak saya..”
            “perempuan,laki-laki?”
            “perempuan..”
            “kakak nak Indri kerja apa?”
Tanyanya lagi.
            “itu..”
            “dia juga pramusaji!!!”
Jawab Arya segera.
            “sebaiknya kamu diam saja!!ibu nggak tanya sama kamu!!”
Bentak wanita itu semakin keras pada putra bungsunya.
            “kakak saya..dia..bekerja di Pub..”
            “pub??waiters?”
            “bukan..”
            “bartender?”
            “sudahlah bu, kita bicarakan yang lain saja..”
            “maaf ya nak Indri, apa dia wanita malam?”
            “ibu!!”
Indri tak menjawab ia hanya menundukan kepalanya semakin dalam.
            “apa benar seperti itu??”
            “ibu!!”
Indri hanya menganggukan kepalanya pelan. Tiba-tiba wanita itu beranjak dari duduknya sembari menarik Arya masuk ke dalam kamar, meninggalkan Indri sendirian di ruangan itu.
            “apa yang ibu lakukan?! Kenapa ibu bertanya seperti tadi?!”
Bentak Arya yang merasa tak enak dengan perlakukan ibunya pada gadis itu.
            “apa kamu sudah tahu semuanya?”
Wanita itu malah balik bertanya pada Arya dengan raut wajah yang terlihat kesal.
            “ibu tanya! Apa kamu sudah tahu semuanya?”
Wanita itu mengulang lagi pertanyaannya, Arya tak bisa mengelak ia hanya mengangguk pelan sambil menundukan kepalanya.
“kalau kamu sudah tahu kenapa kamu masih berhubungan sama dia?
              dimana akal  sehat kamu? Kamu denger sendiri kan?Ibunya mati bunuh diri,
  ayahnya minggat, dan kakaknya seorang pelacur? ibu tidak pernah
  membayangkan punya menantu dari keluarga seperti itu!!”
            “tapi Indri perempuan baik,bu..”
            “mungkin kamu bisa menerima semua kekurangan gadis itu, karena kamu
  sedang dibutakan dengan yang namanya cinta,tapi ibu?keluarga
  besar kita? Gimana kalau mereka sampai tahu?apa kamu tidak malu?”
“kenapa harus malu?yang Aku pilih itu dia bukan keluarganya? Lagipula ibu
sendiri yang selalu bilang kalau kita tidak boleh menilai orang dari     
pangkat,keturunan, atau koneksi yang menjanjikan, tapi lihatlah dari
pribadinya?dan itu yang sedang aku lakukan sekarang?”
“tapi..masih banyak perempuan baik dari keluarga baik-baik pula yang bisa
  kamu pilih? Kenapa harus dia?”
“kenapa ibu memilih bapak yang hanya pengrajin kayu untuk jadi suami
  ibu,ketika masih banyak pria yang pangkat,keturunan, dan pendidikannya
  lebih baik daripada beliau?itu karena cinta..aku juga seperti itu..”
jawabnya. wanita itu hanya diam, sembari memandang wajah Arya dengan perasaan serba salah.
            “apa kamu tidak akan menyesal?”
Tanyanya lagi sembari membelai wajah putra bungsunya itu.
            “bukankah hidup itu sebuah pilihan?”
Ia balik bertanya.
            “anak bungsu kesayangan ibu ternyata sekarang sudah dewasa!”
Ujar wanita itu sembari menepuk-nepuk pundak Arya seraya memeluknya.
Indri masih duduk ketika keduanya pergi meninggalkannya begitu saja di ruang tamu, dengan tangan yang gemetar Indri kembali meneguk segelas air putih miliknya. Samar ia mendengar keduanya sibuk membicarakan dirinya dari balik pintu kamar. Pembicaraan yang lebih banyak memojokannya. Bodoh. Seperti orang dungu ia berharap atas sesuatu yang tak pantas ia harapan, padahal sudah berkali-kali ia berkata pada dirinya sendiri bahwa pria itu tak sebanding untuknya tapi berkali-kali juga ia terus membumbungkan harapan hatinya terhadap pria itu. sambil menahan rasa malu akhirnya ia putuskan untuk pergi dari rumah itu.
            “kamu mau kemana?”
tanya Vina yang tak sengaja berpapasan dengannya di pintu depan.
            “saya pulang dulu,terima kasih atas minumannya.. Permisi!”
Jawabnya sambil tersenyum. Bukannya menahan gadis itu Vina malah diam dan membiarkannya pergi begitu saja.
Dengan langkah gontai ia mulai meninggalkan tempat itu. sambil terus menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menenangkan pikirannya yang kacau karena terus memikirkan Arya, ia semakin jauh dari rumah pria itu.
            “hujan??”
Gumamnya pelan sembari melihat langit yang memang sudah tampak kelabu. Awalnya hanya gerimis kecil tapi lama kelamaan hujan malah semakin besar. Sambil  menutupi kepalanya dengan tas yang ia bawa Indri mulai berlari mencari tempat untuknya berteduh.
Kenapa hari selalu hujan jika suasana hati sedang buruk? sebuah kebetulan yang menyebalkan!! Keluhnya dalam hati kemudian ikut berteduh di satu halte bus bersama beberapa orang yang sama-sama terjebak hujan.

*                                                                       *                                                           *
Rinai hujan masih jatuh ke bumi, berkalang awan hitam yang hampir memenuhi langit disertai suara petir, sebuah pertanda bahwa hujan akan lama berhenti. Halteu bis tempatnya berteduh semakin ramai dengan orang-orang. Dingin. Indri duduk di satu bangku yang hampir penuh, mereka duduk saling berdekatan untuk menghalau hawa dingin yang terus merasuki tubuh mereka. Dipandanginya tetesan air hujan yang jatuh dari flavon, entah kenapa air matanya mulai jatuh ketika ia kembali teringat dengan kejadian di rumah Arya.

Dengan air muka yang terlihat cemas, Arya kembali coba menghubunginya. Itu sudah hampir panggilan yang ke sepuluh, tapi gadis itu tak juga mengangkat panggilannya. sembari mengenakan payung yang ia bawa dari rumah ibunya, Arya terus berusaha menemukan gadis itu. Hujan yang semakin deras tambah menyulitkan langkahnya.
“Kenapa kamu tidak mengangkat panggilanku?!”
Bentak Arya sembari berdiri di hadapan Indri.
            “kenapa kamu bisa ada disini?”
Ia balik bertanya.
            “kenapa kamu pergi begitu saja?!”
            “kenapa kamu mencariku?”
            “kamu belum jawab pertanyaanku?”
            “kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?”
Lekat. keduanya menatap satu sama lain, Sambil tetap diam. Mulut mereka mungkin bungkam tapi Derasnya hujan di sertai angin seakan tak mampu menyamarkan suara hati keduanya yang semakin keras menyatakan perasaan.
            “sebaiknya kita pulang..”
Ajak Arya sembari menarik lengan gadis itu, tapi dengan cepat di tepisnya.
            “kamu pergi saja! aku sedang tidak ingin melihat wajahmu..”
Ujar Indri lirih, sembari memalingkan wajahnya.
            “jangan seperti ini..kamu harus ikut pulang bersamaku!”
            “apa kamu tidak mengerti juga!! Aku bilang, aku sedang tidak ingin
  melihatmu!!!”
bentak Indri histeris pada pria itu yang sontak saja membuat orang-orang di sekitarnya memperhatikan mereka.
            “kamu tidak mau pergi?!”
Tanyanya lagi.
            “baik kalau itu mau kamu!”
Bentaknya sembari mendekati Indri yang masih menundukan kepala, kemudian tiba-tiba ia menarik wajah gadis itu kearahnya dan menciumnya saat itu juga. Hening. yang terdengar hanya suara tetesan air dari plavon, Dan puluhan pasang mata yang langsung saja memperhatikan keduanya.
            “apa yang kalian lakukan?!ini tempat umum!kalau mau pacaran cari tempat
  lain saja! dasar anak muda jaman sekarang!!!”
Bentak salah seorang kakek yang juga berada ditempat itu sembari memukul kepala Arya dengan tongkat jalannya.
 “akh..”
Sontak Arya langsung melepaskan pegangan tangannya dari pundak Indri. sementara gadis itu masih terlihat sangat terkejut, ia hanya diam kemudian mulai menangis.
            “awW!! Saya minta maaf, tolong hentikan!!!”
Pinta Arya sambil berusaha menahan tongkat yang terus saja mengarah ke kepalanya.
            “kamu tidak apa-apa, dek?”
Tanya seorang lain yang melihat Indri mulai terisak-isak.
“apa dia ini pacarmu?”
Tanya kakek itu pada Indri yang tak menjawab sambil tak berhenti menangis.
“dasar berandalan!!! Beraninya kamu berbuat kurang ajar seperti itu pada
  seorang wanita!!!pergi sana!!”
Sentak kakek itu semakin kesal.
            “akh..anda salah paham..sebenarnya kami..”
            “sana pergi!!!”
Pukulnya makin keras. Tiba-tiba beberapa orang yang berada disana juga ikut membantu kakek tua itu memukuli Arya, sampai ia jatuh tersungkur ke tanah. Indri masih diam dan tak berhenti menangis. ia tak tahu harus berbuat apa. Saat itu pikirannya benar-benar kosong.
            “akh..Indri tolong aku!!!”
Panggil Arya sambil mengerang kesakitan.
            “Indri..tolong aku!!”
Panggilnya lagi dengan suara yang mulai parau.
“Indri..”
Suara panggilannya semakin kecil.
akhirnya setelah beberapa lama Indri mulai sadar dengan keadaan sekitarnya. Dengan segera ia menerobos kerumunan orang-orang tadi untuk menyelamatkan Arya yang sudah terlihat sangat berantakan.
            “hentikan!!! Saya mohon hentikan!!”
Cegah Indri sambil menahan beberapa pukulan kearah pria itu.
            “kenapa kamu menolongnya?”
Tanya si kakek tua keheranan.
            “tolong jangan pukuli dia lagi..”
            “kenapa? Kamu kenal dengan orang ini?”
            “dia..dia..suami saya..kami sedang bertengkar..maaf!”
Ujarnya sembari membungkukkan badannya.
            “suami?kenapa kalian tidak bilang dari tadi?!!”
            “saya minta maaf, ini semua memang salah saya!!”
Ujarnya lagi sambil semakin membungkuk.
            “maaf ya..saya pikir kamu orang mesum!!lain kali kalau kalian bertengkar
  sebaiknya bicarakan baik-baik di rumah, kalau seperti ini kan orang lain bisa
  salah sangka..”
Ujar kakek tua itu menasehati seraya membantu Arya berdiri, kerumunan orang yang tadi ikut memukuli Aryapun akhirnya berhamburan pergi meninggalkan ketiganya.
            “iya kek!”
Jawab Indri lesu sembari memberikan tongkat pria tua itu yang tergeletak di jalan.
            “jaga Istri kamu baik-baik!!!”
Ujar kakek itu sambil menepuk-nepuk pundak Arya yang sudah babak belur, kemudian pergi meninggalkan keduanya. begitu sosok pria tua itu pergi tiba-tiba Arya langsung membentak Indri dengan perasaan kesal.
            “kenapa kamu tidak menolongku dari tadi! Lihat! wajahku babak belur seperti ini
  karenamu!!”
bentak Arya sambil merapihkan kemeja dan rambutnya yang masih berantakan. Tapi tiba-tiba sebuah kepalan tangan mendarat keras di pipi kirinya.
            “brengsek!! apa buatmu ini menyenangkan? Kenapa senang sekali
  mempermainkan perasaan orang..”
gumamnya lirih.
“aku ini bodoh sekali! kenapa bisa menyukai orang  sepertimu..”
Ia mengeluh sembari menutupi kedua matanya yang mulai basah karena menangis.
Sementara pria itu hanya memandanginya. Hening. keduanya hanya seperti itu. ketika waktu terus berlalu, ketika air hujan sudah mulai berhenti, ketika mendung sudah mulai lenyap perlahan, keduanya hanya tetap seperti itu.

            *                                                           *                                               *
Sambil memandang keluar jendela mobil Indri masih tak berhenti menghapus basah di kedua pipinya. Mereka tak saling bicara sepanjangan perjalanan pulang hingga kendaraan itu berhenti di satu gang menuju rumah Indri. dengan segera ia keluar dari dalam mobil kemudian menutup pintu kendaraan perlahan berjalan menjauhi tempat itu.
            “apa kamu tidak pernah menyukaiku sama sekali?”

Arya hanya duduk di jok mobilnya sambil memperhatikan punggung gadis itu yang semakin lama semakin kabur dari pandangannya.
           
“aku mencintaimu, tidakkah terlihat jelas olehmu?”

Dengan langkah longlai Indri berjalan pulang, wajahnya lesu. Ia berjalan sedikit demi sedikit menuju rumahnya melewati sebuah gang sempit yang panjang, gelap, juga sepi. tak ada siapapun selain dirinya dan tiang lampu yang mulai menerangi jalan itu. sampai tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berlari mendekatinya.
            “Indri..”
Panggil orang itu dengan nafas terengah-engah. Ia berhenti, kemudian berbalik. Dipandangi wajahnya lekat-lekat,  kedua matanya kembali basah. Dengan segera orang itu berlari mendekat kearahnya.
            “maaf..”
Nyata Arya singkat.  
            “aku benar benar minta maaf..”
Indri hanya diam sambil memperhatikannya dengan tatapan tak mengerti, kedua mata sayu gadis itu tampak tak berhenti mengeluarkan butiran-butiran air.
            “berhentilah menangis, aku tidak ingin melihatmu menangis karenaku..”
Ujar Arya sambil menghapus butiran air di kedua pipi gadis itu kemudian menariknya ke dalam dekapan.
            “maaf..”
Ujarnya lagi sembari menenangkan Indri, tapi entah kenapa gadis itu malah semakin tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Hangat. Sambil berusaha menahan mataku agar berhenti menangis aku bisa mendengar detak jantungnya yang begitu kencang. Rasanya aku tak mampu berdiri. Entah apa yang terjadi pada kami.

Sering aku bertanya pada diri sendiri..
Siapa yang salah?
Aku..
Kamu..
Atau dunia yang tak mau mengerti..
Bukan keinginanku
Memiliki rasa seperti ini..
Aku bahkan tak tahu apa arti cinta..
Aku tak tahu apa arti ketulusan..
Yang aku tahu..
Rasa ini..
Menarikku untuk ingin selalu berada di dekatmu..

No comments: