HANYA SATU
“kok sepi?”
Tanya Indri keheranan begitu ia selesai mandi, saat
itu di rumahnya hanya ada dia seorang, tak nampak Safira dan adiknya Dion,
padahal biasanya Indrilah yang bangun paling awal ketimbang mereka berdua. Kemudian
handphonenya berbunyi sebuah pesan masuk.
Dari : Ririn
10/04/2011, 05.15
“Indri hari ini jadi kan ikut ke puncak kita tunggu di resto ya?”
Saat membaca isi sms itu ia baru teringat tentang
acara piknik bersama teman kerjannya ke daerah puncak, ia sudah terlanjur menyanggupi
untuk ikut pergi kesana.
Dari : Indri
10/04/2011, 05.25
“emang acaranya hari ini?jam berapa kumpulnya?”
Tanyanya sambil menyiapkan tas.
Dari : Ririn
10/04/2011, 05.35
“iya, jam tujuh harus udah pada kumpul di resto, kamu masih
dirumah?jangan
balas Ririn lumayan lama, dengan bergegas Indri
mengepak beberapa barang yang hendak ia bawa, beberapa kaos, pakaian hangat,
juga makanan ringan. Setelah semuanya siap Indri langsung keluar dari
kontrakannya sambil membawa sebuah ransel di punggungnya dan kunci kontrakan di
tangan kanannya, ia berjalan menuju rumah Farida.
“Assalamualaikum!
Bu...”
Panggil Indri di depan pintu rumah Farida. Lama tak
ada yang membukakan pintu, ia mengetuknya sekali lagi.
“iya!”
Jawab seseorang dari dalam rumah, suaranya seperti
seorang laki-laki. Dan begitu orang tersebut membukakan pintu rumah itu Indri
langsung terperanjat kaget.
“akhhhh...”
Teriak Indri seketika.
“kamu
itu kenapa? Seperti lihat hantu saja?!”
Bentak Arya kesal sambil bersandar di depan pintu
rumah Farida.
“kenapa
kamu ada disini?”
Tanyanya yang masih tampak terkejut.
“bukan
urusan kamu, ada perlu apa?”
Tanya Arya pada gadis itu.
“aku
mau ketemu bu Farida, mana orangnya?”
“orangnya
lagi sibuk! ada apa?biar aku sampaikan?”
Jawabnya tak kalah ketus.
“minggir!”
Usir Indri sambil mendorong Arya yang menghalangi
jalannnya. Begitu ia masuk tampak Fira dan Dion tengah asyik menonton tv di
rumah itu.
“kak,
aku mau pergi! titip rumah!”
Ujarnya sambil melemparkan kunci rumah yang sedari ia
pegang kearah Safira.
“emang
kamu mau kemana?”
“aku
mau pergi bareng temen-temen kerjaku..”
“kemana?”
Tanya Arya yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya.
“bukan
urusan kamu!”
“kamu
ini! berhenti bersikap tidak sopan terhadapku! Umur kita itu cukup jauh!”
Sentak Arya pelan sambil mendorong kening Indri dengan telunjuknya.
“lepas!!”
“memang
kamu mau kemana?”
Tanya Farida yang keluar dari dapur dengan membawa
semangkuk sup.
“saya
mau pergi ke puncak, ada acara piknik bareng temen-temen di tempat
kerja..”
Jawab Indri sembari menghampiri wanita tua itu.
“titip
rumah ya bu..soalnya ada kemungkinan bakal nginep disana..”
“iya..”
Tiba –tiba handphonenya kembali berbunyi.
“hallo?”
“Indri
kamu masih dimana cepetan udah pada kumpul nih!”
“aku
baru mau berangkat kalian tunggu dulu..”
Jawab Indri yang mulai tampak tergesa-gesa.
“cepetan!!”
Ririn langsung menutup teleponnya.
“Aku
pamit!”
“nggak
makan dulu?”
“nggak bu, nggak keburu, aku udah di tungguin!!
Assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam..”
Pamitnya sambil bergegas pergi, tapi Arya malah
menarik tangannya.
“aduh...apa
lagi sih?”
“biar
aku anter?”
Tawarnya sembari tersenyum ramah.
“nggak
perlu...udah lepas aku buru-buru nih!”
“jangan
membantah!! Ayo!”
Sentak Arya sembari menarik kerah bajunya.
“lepas?!!”
Bentaknya semakin keras, tapi Arya terus menarik Indri
dengan posisi seperti itu, ia menarik kerah belakang kemeja birunya ke atas,
sambil terus berjalan menuju mobilnya, setiap Indri berusaha melepaskan diri
Arya malah menarik kerahnya semakin tinggi dan
membuat gadis itu sulit bernafas.
“ayo naik..”
Suruh Arya sambil memaksa Indri masuk ke dalam mobil,
setelah ia masuk Pria itu langsung menghidupkan mesin mobilnya dan
menjalankannya. Indri hanya menatap Pria itu dengan tatapan sinis.
“kita
mau kemana?”
Tanya Indri yang tak mengerti dengan sikap pria
disampingnya itu.
“bukannya
kita mau pergi ke puncak?”
“apa?”
“kamu
pikir untuk apa aku datang kerumahmu pagi-pagi seperti ini?”
Indri hanya mengerutkan dahinya ia benar-benar tak
mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan pria itu padanya.
“kamu
itu ngomong apa?!berhenti main tebak-tebakan denganku!”
“aku
juga akan pergi kesana! Teman kerjamu mengundangku untuk ikut juga..”
“teman
kerja?siapa?”
“kalau
tidak salah namanya Ririn, lucu sekali..”
Ujar Arya sembari tertawa geli.
“lucu
kenapa?”
“tidak..hanya
saja dia mengira kalau aku ini pacarmu..”
Indri hanya menautkan alisnya, dan melirik pria itu.
“bagaimana
kalian bisa bertemu?”
“beberapa
hari yang lalu aku tidak sengaja bertemu dengannya di rumah sakit,
dia pergi mengantar saudaranya berobat, apa kamu mengatakan kalau aku
ini pacarmu?”
tanya Arya yang tak berhenti tertawa. Tapi Indri hanya
tersenyum sinis. Rasanya ia ingin sekali mendorong pria itu keluar dari mobil,
Tapi sudah jelas kalau ia tidak bisa melakukannya jadi yang ia lakukan hanya
diam dan mendengar semua ocehan pria di sampingnya itu sembari melihat
pemandangan di sepanjang perjalanan mereka. Setelah beberapa jam akhirnya
keduanya sampai di sebuah Villa, disana sudah terlihat beberapa motor yang
telah terparkir.
“ini
dimana?”
Tanya Indri yang memang tak tahu tempat yang akan ia
tuju.
“ini
tempat yang diceritakan temanmu, dia menyuruhku datang ke alamat ini,
apa kamu tidak
tahu?”
tanya balik Arya sembari mengeluarkan tas ranselnya
dari bagasi mobil.
“kalau
aku tahu aku tidak akan bertanya bodoh!”
Gumamnya pelan.
“Indri!!!”
Panggil Ririn sembari melambaikan tangannya dari balik
jendela Villa itu, merekapun langsung bergegas masuk. Saat tiba di depan pintu
Ririn langsung menyambut keduanya sambil tersenyum sunging.
“akhirnya
kamu datang juga! Kita udah lama nunggu nih? Ayo masuk!”
Ajak Ririn pada kedua orang itu.
“ini
Villa siapa?”
“ini
Villa sewaan, kebetulan yang punyanya masih saudaranya Galih..jadi kita
dapat diskon!”
“Ooo..”
“Galih
itu siapa?”
Tanya Arya penasaran.
“dia
kepala koki di restoran kami!”
Jawab Indri ketus.
“eh..selamat
datang pak Dokter saya pikir kamu nggak akan kesini?”
Sapa Ririn pada Pria disampingnya. begitu mereka
sampai di ruang tamu, semua teman kerjanya di restoran sedang asyik mengobrol sembari memakan beberapa
cemilan. Masing-masing dari mereka mengajak pasangannya untuk ikut datang.
Entah tak tahu malu atau memang orang yang mudah bergaul Arya langsung ikut
berbincang dengan mereka semua padahal ia tak mengenal satupun pegawai di
restoran itu selain Indri.
“kenapa
kamu ngundang dia kesini?”
Tanya Indri sembari menarik lengan temannya itu.
“memang
kenapa? Yang lain juga pada bawa pasangannya kesini, jadi nggak
salah kalau
aku ajak dia juga?kebetulan kita nggak sengaja ketemu pas aku
nganterin si Dwi
ke rumah sakit”
“tapi
kami itu kan bukan pasangan?!”
“memang
dia bukan pacar kamu?”
“Bukan!!!!”
Bentak Indri kesal.
“mana
aku tahu, soalnya kalian kelihatan deket?”
“kamu
itu ya?! Dia jadi nyangka aku yang macem-macem?”
Ririn hanya tersenyum.
“ya
udahlah orangnya juga udah ada disini, Masa mau aku usir? tapi yang
bener dia
bukan pacar kamu?”
“bukan, Ririn!!!”
“kyaa!!!”
Tawa Ririn bahagia.
“kalau
begitu bagus! aku masih bisa ngeceng dia donk? Hehehehehe..”
Tawanya semakin riang, Indri hanya mengerutkan dahinya
sembari menyimpan tas Ransel miliknya dan juga milik Arya di samping lemari
televisi. Setelah semua orang benar-benar berkumpul mereka pun memulai
acaranya. Hari sudah siang tapi udara disana masih terasa sejuk. Semuanya pergi
keluar untuk menikmati pemandangan kebun teh yang terhampar luas di daerah itu.
Satu persatu jalan setapak mereka lewati, udaranya
benar-benar sejuk dan masih asri, sejauh mata memandang yang tampak hanya kebun
teh dan sebuah gunung di sebelah timur.
“kenapa
kamu mau ikut kesini?”
Tanya Indri pada Arya yang terlihat menikmati
pemandangan di sekitarnya.
“itu
karena temanmu mengundangku..”
“apa
kamu tidak bekerja?”
“aku
ijin libur..”
“enak
sekali?”
“begitulah..”
Jawab Arya sembari mengambil beberapa gambar pemandangan
dengan kamera andalannya.
“ayo
semuanya foto dulu!”
Panggil Arya sembari mengatur posisi, semuanya sibuk
mengatur pose terbaik mereka, sementara Indri hanya diam mematung di samping
Arya tanpa mau ikut berfoto.
“Indri
kemari..”
Ajak Galih si kepala koki sembari menarik lengan
wanita itu, Entah kenapa tiba-tiba ada perasaan panas di dadanya, begitu Arya melihat pria lain menarik tangan gadis itu.
“kalian
siap? 1...2...3...senyum!”
Hitung Arya sambil mengatur lensa kameranya, Pria itu
tersenyum sembari mendekap Indri yang berada di sampingnya. semakin ia melihat
adegan itu semakin ingin rasanya ia menyingkirkan tangan orang itu yang terus
saja berada di pundak Indri.
“ada
yang bisa ambilkan foto untuk saya?”
Pinta Arya pada salah seorang diantara mereka.
“sini
biar sama aku aja! Kamu mau Foto dimana?”
Tanya Ririn sembari mengambil kamera yang tengah
dipegangnya.
“kamu
bisa?”
“tenang
saja, dulu aku pernah belajar pake kamera seperti ini..ayo cepat
berpose!”
Begitu semuanya hendak bubar, Arya langsung menarik
lengan Indri yang masih berada di samping Galih ke lurus arahnya.
“temani
aku berfoto..”
Pintanya sembari mendekap Indri.
“kamu
itu apa-apaan ?”
“jangan melawan! Ikuti saja!”
Sentak Arya yang tak mau melepaskan tangannya dari
pundak Indri.
“ayo cepat Foto!”
“kalian siap ya?1..2..”
Belum selesai aba-aba dari Ririn, tiba-tiba Indri
langsung melepaskan lengan Arya dari pundaknya.
Lepas!”
Bentak Indri yang kemudian meninggalkannya begitu
saja. Ririn yang ada bersama mereka hanya tersenyum geli ketika melihat
keduanya bersikap seperti tadi.
“jadi
difoto nggak nih?”
Tanya Ririn yang tak berhenti tertawa.
“nggak
jadi..”
Jawab pria itu ketus sembari mengambil kembali
kameranya. dan melanjutkan langkahnya.
“kenapa kamu bersikap seperti tadi? Apa salahnya aku
minta berfoto
denganmu?”
Tanya Arya yang kesal dengan perlakukan gadis itu.
“tapi aku tidak mau berfoto denganmu?”
“kenapa? Apa gara-gara pria tadi?”
“kamu itu ngomong apa?”
Tanya Indri tak mengerti.
“aku
tidak suka melihatmu disentuh pria lain!”
“woi!
memang siapa kamu sampai bisa bicara seperti itu? ini negara bebas
bung! Lagipula
aku tahu mana yang baik dan mana yang tidak?”
“membiarkan orang lain menyentuhmu seperti itu kamu
anggap biasa saja?
perempuan
macam apa kamu ini?”
sentak Arya yang mulai kesal.
“memang
apa urusanmu? Aku kenal dia lebih lama daripada aku mengenalmu!
kalau kamu
bersikap seperti ini orang akan mengira kamu sedang cemburu
tahu!”
Bentak Indri yang tak mau kalah.
“apa
aku terlihat seperti itu?”
“tentu!
Kalau kamu terus besikap seperti ini mereka malah bakal mikir kalau kita
itu memang
pacaran!”
“benarkah?
tapi aku benar-benar tidak suka melihatmu di sentuh pria lain..”
Gumamnya pelan sambil melepaskan lengan Indri.
Kemudian berjalan mendahuluinya sembari tertunduk lesu, Indri yang melihatnya
bersikap aneh seperti tadi hanya bisa memandangi punggung pria itu dari tempat
ia berdiri, tiba-tiba perasaan itu muncul lagi, rasa yang begitu hangat tapi
sangat menganggu hatinya.
* * *
Mereka terus berjalan melewati jalan setapak dan
berhenti di satu danau. Sepi. Yang ada hanya rombongan mereka disana. Beberapa
orang sibuk menyiapkan api unggun dan sedikit makanan ringan, yang lain tampak
asyik berfoto-foto dan juga mengobrol sambil menikmati pemandangan danau yang
menyejukan mata.
“pemandangannya
indah ya?”
“iya..”
Jawab Indri yang tengah asyik duduk di pinggir danau
sembari menikmati suasananya.
“eh
Ndri..beneran kalian itu nggak pacaran?”
Tanya Ririn yang masih merasa belum yakin.
“pertanyaanmu
merusak suasana tahu?”
“aku
Cuma pengen mastiin aja..”
“ini
yang terakhir kali aku jawab sama kamu, kita berdua itu tidak pernah
pacaran!”
Jawab Indri kesal.
“ok,
kalau kalian memang tidak pacaran! Tapi apa kamu menyukainya?”
Ririn kembali bertanya tentang hubungan mereka. Tapi
tak seperti jawaban pertamanya yang begitu yakin. ia hanya diam, dan tak tahu
harus menjawab pertanyaan tersebut seperti apa.
“kenapa
kamu diam? Apa benar kamu menyukai orang itu?”
Indri masih belum menjawab, ia langsung teringat
dengan perkataan Arya tadi. Pria itu merasa tidak senang ketika orang lain
menyentuhnya. Apa yang dipikirkan Arya saat mengucapkan hal itu padanya, apa
pria itu merasakan hal yang sama dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini, ia
benar-benar masih bingung.
“kalaupun
memang benar aku menyukainya belum tentu dia juga
menyukaiku?”
Jawabnya lirih.
“tapi
kalau ternyata dia juga menyukaimu bagaimana?”
“kalau
benar begitu, kami juga belum tentu bersama..”
“memangnya
kenapa?”
Tanya Ririn yang terus saja coba mengorek isi hati
temannya itu.
“apa
tidak terlihat jelas? Kami itu sangat berbeda, mana mungkin berjodoh?”
Jawabnya sembari menundukan kepala.
“kok
kamu pesimis gitu sih? cinta itu mungkin buat siapa aja..”
“aku
bukan pesimis! Aku hanya berusaha realistis, biarpun dia mau menerima
semua kekuranganku,
belum tentu keluarganya juga berpikir seperti itu!”
“dari mana kamu punya pikiran seperti itu?!”
Tanya Arya tiba-tiba dari arah belakang mengejutkan
keduanya, ternyata saat Ririn dan Indri tengah asyik membicarakannya, selama
itu juga Arya ikut mendengarkan percakapan mereka berdua.
“setidaknya
itu yang sering aku lihat di drama- drama tv!”
Jawab Indri dingin sembari beranjak dari tempat
duduknya.
“jangan
menuduh orang sembarangan kalau kamu tidak punya bukti! Ibuku
bukan orang
seperti itu, jadi kamu jangan khawatir tentang pendapat mereka
terhadapmu!
Yang harus kamu khawatirkan adalah apa yang sedang kamu
rasakan!”
Jelas Arya yang sedikit demi sedikit mulai
mendekatinya, mereka berdua saling menatap dengan tatapan yang begitu sinis.
“kamu
sendiri? Apa yang kamu rasakan sekarang?”
Indri balik bertanya, sebuah pertanyaan yang sangat
ingin ia ketahui jawabannya. Tapi Pria itu tak mau menjawab ia hanya diam, dan
tak mengeluarkan sepatah kata apapun.
“apa
itu berarti kalian bakal pacaran?”
Tanya Ririn tiba-tiba sambil tersenyum senang.
“tentu saja tidak!!!”
Bentak Keduanya
bersamaan dengan nada kesal.
“aku
benar-benar tidak mengerti? Jadi maksud omongan kalian tadi itu apa?
Kalian
berdua membuat kepalaku pusing saja!”
tidak akan ada yang mengerti dengan perasaan keduanya,
mereka masih sangat ragu dengan apa yang terjadi. Mungkin itu hanya perasaan
sesaat, Atau penyalahartian rasa terima kasih juga kasihan terhadap satu sama
lain. Itu pasti bukan cinta. Yakin keduanya dalam hati. Mereka terlalu takut
untuk mengakui perasaan itu. tinggal menunggu, hanya tinggal menunggu salah
satunya memastikan hal itu, baru mereka akan tahu apa yang tengah dirasakan
keduanya.
Ketika ketiganya tengah serius membicarakan yang hal belum
jelas itu, tiba-tiba Galih datang menghampiri mereka.
“kalian
sedang apa?”
Sapanya sembari berdiri di samping Indri.
“nggak
ada apa-apa, memang ada apa?”
Tanya Ririn pada kepala koki di restoran tempat mereka
bekerja, yang memang sudah sangat lama menyukai Indri.
“aku
hanya ingin mengajak kalian makan, Kami sedang membuat Makanan
yang enak
disana, kamu harus mencobanya!”
Ajak Pria itu kembali sembari menarik lengan kanan
Indri, tapi tiba-tiba Arya malah ikut-ikutan menarik lengan kiri gadis itu.
“apa
lagi yang kamu lakukan?”
Tanya Indri ketus, sembari berusaha melepaskan
genggaman Arya.
“jangan
pergi!”
Cegatnya sambil menarik lagi lengan Indri.
“aku
tidak mau kamu pergi dengannya..”
Gumam Arya pelan, yang sontak membuat gadis itu
terperanjat dan tak berhenti memandang kearahnya.
“ayo!”
Ajak Galih tak mau kalah sembari terus menarik lengan
Indri yang tetap ditahan Arya.
“ahk...”
Teriak Indri kesakitan begitu keduanya tak mau
melepaskan lengannya.
“apa
yang kalian lakukan? Cepat lepaskan!”
Sentak Ririn yang melihat temannya itu mengerang
kesakitan, tapi keduanya tak mau menghiraukan gertakan Ririn mereka terus saja
menarik lengan Indri ke arah masing-masing, seperti anak kecil yang
memperebutkan mainan mereka. Sampai akhirnya Indri tercebur ke dalam danau yang
tak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Byurrrrrr..”
Tubuh Indri yang kecil langsung masuk kedalamnya, ia
tak bisa berenang, Indri bahkan tak bisa berteriak minta tolong ia terlalu
takut dan panik sambil terus berusaha berada tetap di permukaan.
“ayo
cepat tolongin dia! Indri nggak bisa berenang tahu!”
Teriak Ririn yang panik begitu melihat temannya
kepayahan di dalam air. kedua orang yang
tadi terus menarik lengan Indri akhirnya ikut menceburkan diri ke danau sambil
berusaha menyelamatkannya. Arya terus berenang mendekati Indri, tapi begitu ia
hendak menggapainya, gadis itu sudah keburu diselamatkan Galih yang berada
tepat di sampingnya. Dengan segera Pria itu mengangkat Indri yang tampak
kepayahan naik ke tepi danau, tubuhnya menggigil hebat karena udara yang
dingin.
“tolong
beri dia pakaian hangat!”
Pinta Galih pada temannya yang memakai jaket tebal.
Kemudian menyelimuti gadis itu dengan jaket tersebut.
“kamu
tidak apa-apa? Ada yang sakit?”
Tanya Arya khawatir sambil memeriksa kondisinya. Tapi
Indri tak menjawab ia terus saja menggigil kedinginan sambil terbatuk- batuk.
“ini
semua gara-gara kalian! Jangan ganggu dia lagi!”
Bentak Ririn yang langsung membawa Indri pergi
meninggalkan kerumunan itu, mereka berdua berjalan pulang menuju villa.
“sebaiknya
kamu ganti pakaian dulu!”
Saran Ririn sambil memberikan satu stel pakaian
kering.
“mereka
benar-benar kekanak-kanakan..”
Gumam Indri yang masih menggigil sembari mengganti
pakaianya yang basah. Kemudian kembali ke ruang tamu.
“nih,
minum dulu biar hangat!”
Suguh Ririn sembari memberikan segelas teh hangat
untuknya.
“makasih,
Rin..”
“kamu
itu beruntung sekali? Bisa diperebutkan dua cowok sekaligus?”
Gumam Ririn yang merasa Iri sambil merapihkan poni
Indri yang sedikit menghalangi wajahnya. Tapi Indri hanya tersenyum sembari
meminum segelas teh hangat yang diberikan wanita itu.
“aku
juga ingin seperti itu?”
Peluhnya lirih.
“rasanya
tidak enak tahu!”
“kamu tuh ya?”
Jelas Indri yang mulai tertawa geli ketika mendengar
keluhan temannya itu.
Sementara kedua pria yang sudah membuatnya tercebur ke
dalam danau tampak begitu serius membicarakan sesuatu dengan pakaian mereka
yang masih basah kuyup sambil berjalan pulang.
“ apa
kamu menyukainya?”
Tanya Galih yang melihat Arya terus sibuk mengeringkan
pakaiannya.
“memang
siapa kamu? sampai aku harus memberitahumu..”
“aku
memang bukan siapa-siapa, tapi asal kamu tahu. Aku menyukainya. Jadi
tidak ada
alasan untukku, untuk menyerah begitu saja..”
“aku tidak memintamu untuk menyerah, lakukan saja apa
yang mau kamu
lakukan..”
”apa maksudmu?”
“aku
tidak akan menghalangimu, silahkan lakukan apapun yang kamu mau..”
Jawabnya dingin sembari berjalan mendahului pria itu.
ia kembali ke villa kemudian bergegas menganti pakaiannya yang masih sangat
basah.
“mana
Indri?”
Tanyanya Pada Ririn yang tengah Asyik menonton acara
televisi di ruang tamu sendirian, begitu ia selesai berpakaian.
“dia
lagi tidur di kamar, Sebaiknya kamu jangan menganggu dia!”
Bukannya menurut, Arya malah langsung pergi ke kamar. Perlahan
ia mendekati Indri yang tengah pulas tertidur, kemudian menyelimutinya dengan
sebuah selimut tebal yang berada di atas ranjang, ia melakukannya dengan sangat
hati-hati agar gadis itu tak terusik sama sekali.
Sembari duduk di samping ranjang ia mulai memandangi
wajah Indri yang begitu tenang. Dipandanginya wajah itu lekat-lekat, begitu
dekat sampai ia bisa merasakan hembusan nafasnya. Garis wajahnya yang halus,
bulu matanya yang sangat lentik. Entah apa yang dipikirkan Arya ia hanya
memandanginya seperti itu. sampai tiba-tiba kedua mata Indri terbuka, bukannya
berteriak kaget seperti biasa. Indri malah balas menatap pria itu tanpa
beranjak dari posisinya. Mata sayu itu saling menandang satu sama lain, seolah
dapat membaca apa yang sedang dirasakan keduanya.
“apa
yang kamu lihat?”
Tanya Arya pelan tanpa melepaskan pandangannya dari
wajah gadis itu yang hanya menggelengkan kepala sambil balik bertanya padanya.
“kamu?”
“aku
juga tidak tahu..”
Jawabnya lembut sembari ikut menggelengkan kepalanya.
“hari
ini aku merasa sangat aneh, kita lupakan saja apa yang terjadi, boleh?”
Pintanya dengan wajah sayu, Indri hanya menganggukan
kepalanya sambil tersenyum.
“besok
semuanya akan seperti biasa, aku dan kamu tidak akan merasakan
apapun satu
sama lain, iya kan?”
Tanyanya lagi sambil mulai membelai rambut Indri
perlahan.
“besok
kita akan bertengkar seperti biasa setiap kali kita bertemu?”
Indri kembali menganggukan kepalanya sebagai sebuah
jawaban.
“kalau
begitu tidurlah, aku tidak akan menganggumu lagi..”
Ujar Arya lembut, tanpa berhenti membelai rambut
Indri. gadis itu kembali menutup kedua matanya lalu mulai tertidur, ia masih
berada di samping ranjang Indri sambil terus membelai rambutnya perlahan.
Semuanya seperti mimpi dan memang hanya harus mereka anggap sebagai sebuah
mimpi agung, mungkin itu adalah sebuah jawaban. besok keduanya harus sudah
melupakan apa yang tiba-tiba mereka rasakan hari itu, dan kembali pada
kenyataan hidup masing-masing.
* * *
Kabut pagi sudah mulai menyelubungi suasana di
sekitaran Villa, beberapa orang sudah tampak sangat sibuk menyiapkan sarapan
untuk mereka semua, beberapa yang lain terlihat sedang mengantri di kamar mandi,
dan beberapanya lagi sudah siap di ruang
tamu sambil menonton tv.
“ayo
kumpul semua! Makanannya sudah siap!”
Panggil Galih dan ketiga temannya yang sibuk merapihkan meja makan.
“Indri
mana?”
Tanya Galih pada Ririn ketika ia tak melihat gadis itu
keluar kamar sejak kemarin malam.
“dia
masih tidur, badannya agak panas..”
“benarkah?”
“Hu-uh”
Jawab Ririn sambil mengambil dua piring nasi goreng diatas
meja makan.
“nasi
goreng yang itu buat siapa?”
“buat
Indrilah, aku mau anterin ke kesana, biar dia bisa makan..”
“tidak
usah! orang sakit mana boleh makan itu? biar nanti aku buatkan bubur
untuknya!”
Cegat Galih, sambil menyiapkan beberapa bahan untuk
membuat bubur.
“makasih
deh kalau gitu, aku makan dulu ya?”
Ketika semua orang sibuk mengisi perut, Pria itu malah
sibuk membuatkan semangkuk bubur panas untuk Indri, dan begitu ia selesai
memasaknya ia sendiri yang langsung mengantarkan bubur itu padanya.
“bangunlah,
sebaiknya kamu makan dulu..”
Suguh Galih sambil berusaha membangunkan Indri yang
masih terbaring diatas ranjanganya.
“bagaimana
keadaanmu?”
“aku
tidak apa-apa, hanya sedikit pusing..”
Jawabnya lesu sambil berusaha bangun.
“ayo
makan, aku sengaja membuatkannya untukmu..”
Ujarnya yang
berusaha menyuapi Indri.
“tidak
usah, aku bisa melakukannya sendiri..”
Gumamnya pelan sambil mengambil sendok makan yang
berada di tangan Galih.
“kali
ini biar aku yang menyuapimu, tidak apa-apakan?”
Ujarnya lagi yang langsung mengambil sendok itu
kembali, dan mulai menyuapi gadis itu.
“kamu
tidak seharusnya melakukan ini semua..”
“aku
bahkan tidak pernah bisa melakukan apapun untukmu..”
Ujarnya lembut sambil tersenyum, akhirnya Indri
membiarkan Galih menyuapinya. entah kenapa ia langsung merasa begitu bersalah
pada pria itu. Ia sudah lama tahu bahwa Galih begitu menyukainya tapi selama
itu pula ia tak pernah menghiraukannya, Indri terlalu sibuk dengan semua
masalah yang terus-menerus membebaninya setiap hari. Rasanya begitu sesak.
Sampai ia tak punya waktu untuk cinta. Ia tak pernah punya waktu untuk bisa
merasakan perasaan yang begitu langka itu, ia tak pernah membiarkan orang lain
mencintainya ataupun merasakan cinta darinya.
“aku
sudah kenyang..”
Gumam Indri yang sudah mulai menolak suapan Pria itu.
mulutnya terasa begitu pahit sampai ia tak berselera untuk makan.
“kamu
harus makan, ini bahkan belum setengahnya..”
“maaf,
tapi rasanya pusing sekali, Aku mau istirahat..”
“apa kamu benar-benar tidak enak badan, perlu aku
ambilkan obat..”
“tidak usah, aku hanya ingin istirahat..terima kasih
buburnya..enak sekali..”
Ujar Indri begitu lemas sambil kembali membaringkan
tubuhnya di atas ranjang kemudian mulai tertidur lagi. Galih yang tak mau
menganggunya langsung pergi meninggalkan ruangan itu sembari membawa mangkuk
bubur yang masih tersisa ke dapur.
Seharian Indri tak keluar kamar, yang ia lakukan hanya
baringan di ranjang, tangannya mulai terasa sulit untuk digerakan ia bahkan tak
bisa mengambil air minum yang tak jauh dari ranjangnya. Rasanya begitu sakit di
sekujur tubuhnya, wajahnya nampak semakin pucat dan keringat dingin terus
keluar dari keningnya. Semakin lama semakin terasa sakit.
“Indri
masih belum bangun?”
Tanya Galih yang mulai merasa khawatir begitu ia tahu
bahwa gadis itu tidak juga keluar dari kamarnya, padahal hari sudah hampir
petang.
“mana
aku tahu..”
Jawab Arya dingin yang memang belum menemui Indri hari
itu. ia sedang berusaha menetralisasikan perasaannya.
“apa
tidak sebaiknya kamu periksa ke kamarnya?”
“untuk
apa? Aku ini bukan pengasuhnya..”
“sudahlah..seharusnya
aku tidak bertanya padamu!”
Bentak Galih kesal sembari meninggalkan Arya yang
terus saja sibuk mengutak ngatik isi laptopnya di teras villa sendirian. Tapi
saat ia hendak masuk ke dalam villa
tiba-tiba Ririn datang menghampiri keduanya dengan ekspresi yang begitu panik.
“Arya,
bisa tolong ikut aku sebentar? Indri kelihatan aneh!”
Pintanya terbata-bata.
“memangnya
dia kenapa?”
Tanya Galih yang mulai merasa curiga.
“sebaiknya
kalian lihat sendiri, ayo cepat!”
Ujarnya sambil menarik lengan Arya. ketiganya bergegas
pergi menuju kamar tempat Indri terbaring. Dan begitu mereka sampai disana
Indri sudah mulai terlihat mengkhawatirkan, Tubuhnya gemetar, wajahnya nampak
semakin pucat ia terus menggigil dan mengerang kesakitan nafasnya pun bahkan
sedikit terengah-engah.
“ada
apa? Mana yang sakit?”
Tanya Galih sambil berusaha menenangkannya, tapi ia
seperti tak mendengarkan perkataanya itu yang ia lakukan hanya terus mengerang
kesakitan.
“sebaiknya
kamu minggir, biar aku periksa kondisinya dulu..”
Ujar Arya langsung memeriksa kondisi gadis itu.
“Indri
apa kamu mendengarku? Katakan dimana yang terasa sakit?”
Tanya Arya yang berusaha menbuatnya agar tetap sadar.
Tapi Indri tak menjawab ia terus saja mengerang kesakitan, matanya tampak sebam
karena terus mengeluarkan airmata.
“apa nggak sebaiknya kita bawa ke rumah sakit?”
Saran Ririn.
“apa
yang terjadi? Dia kenapa?”
Tanya Galih yang ikut panik melihat gadis itu terus
mengerang kesakitan.
“aku
juga belum tahu pasti kondisinya, dia mungkin...”
“alah
sudahlah! Ini bukan saatnya mendengarkan penjelasanmu! Kita harus
segera
membawanya ke rumah sakit!”
Potong Galih yang langsung berusaha mengendong Indri
sendirian, tapi begitu kedua tangannya menyentuh punggungnya, gadis itu langsung berteriak kesakitan.
“ahk........”
Teriaknya begitu nyaring sampai membuat Galih langsung
menurunkannya ke tempat tidur lagi.
“ada
apa?”
“coba
periksa punggungnya, mungkin itu yang membuatnya merasa sakit!”
Saran salah seorang teman kerja mereka yang juga ikut
berada disana. Ruangan mulai ramai dipenuhi teman-teman kerjanya yang juga
ingin tahu apa yang sedang terjadi.
“yang
tidak berkepentingan tolong tinggalkan ruangan ini..”
Pinta Arya yang tak mau semua orang melihat bagian
tubuh gadis itu. beberapa orang yang tadinya berada disana langsung
meninggalkan mereka. yang tersisa hanya Arya, Ririn , Galih dan Indri.
“apa
kami juga harus keluar?”
Tanya Galih yang masih terlihat Panik.
“terserah,
kalian saja...tapi tolong tutup pintunya..”
Begitu Pintu tertutup Arya langsung menelungkupkan
tubuh Indri kemudian membuka belakang pakaiannya, saat itu terbuka yang mulai
nampak adalah sebuah luka lebam disertai memar yang sangat besar, warnanya
sudah berubah sedikit hijau ke kuning-kuningan seperti hampir membusuk.
“itu,
bukannya luka?”
Gumam Ririn yang tak percaya sambil mulai menangis.
“apa
itu parah?”
Tanya Galih, semakin panik.
“kita
harus segera membawanya ke rumah sakit, Tolong bantu aku
mengangkatnya
ke dalam mobil!”
Pinta Arya sembari berusaha mengendong tubuh Indri
yang begitu lemas. Pintu terbuka, ketiganya langsung bergegas membawa Indri ke
rumah sakit terdekat. Sementara yang lain terus bertanya-tanya apa yang
sebenarnya terjadi.
“apa
kamu bisa bawa mobil?!”
Tanya Arya pada Galih yang sibuk mendudukan Indri
dibangku belakang mobil Honda CV-R miliknya.
“iya!”
“kalau
begitu kamu saja yang bawa mobil ini!”
Perintahnya sembari memberikan kunci mobil yang berada
di saku celananya. Dengan segera mereka langsung tancap gas meninggalkan Villa
untuk mencari rumah sakit terdekat.
“bertahanlah..”
Ujar Ririn menyemangati temannya yang semakin pucat
sambil terus menangis, sementara Arya terus memeriksa denyut nadinya gadis itu.
“kebut
sedikit!”
Pinta Arya yang melihat pria itu terus gemetar sambil
membawa mobil, ia terlihat sangat panik sampai tak bisa melajukan kendaraanya
dengan cepat. Dan akhirnya setelah
setengah jam perjalanan mereka sampai di sebuah Rumah sakit umum.
“tolong,
Ini keadaan darurat!”
Panggil Arya pada beberapa perawat yang tengah berada
di ruang UGD, sembari membaringkan Indri di sebuah belangkar.
“ada
apa?”
Tanya seorang dokter yang tengah berjaga malam itu,
Arya sibuk melaporkan kondisi terakhir gadis itu pada seorang dokter sementara
Ririn dan Galih terus saja terlihat panik ketika beberapa perawat sibuk
memasangkan peralatan Infus di tubuh Indri.
Malam semakin Larut, tapi tak seorangpun diantara
mereka yang merasa mengantuk ketiganya dengan sabar menunggu dokter selesai
memeriksa kondisi Indri di lorong rumah sakit.
“aku
keluar dulu..”
Pamit Galih yang hendak membelikan beberapa makanan
untuk mereka bertiga.
“Indri
nggak akan kenapa-napa kan?”
Tanya Ririn yang mulai sedikit tenang.
“tidak,
itu hanya Infeksi luka..dia tidak akan apa-apa setelah diperiksa nanti!”
“padahal
dari dulu sudahku suruh periksa ke dokter? Dia itu susah sekali
dinasehati!”
Ujar Ririn kesal, sambil tak berhenti menangis.
temannya yang satu ini memang sangat menyayanginya, tak seperti teman saat di
SMP dulu yang hanya ingin
memanfaatkannya saja, Ririn mau menerima Indri dengan semua kekurangannya,
diantara semua teman yang mulai menjauhinya hanya Ririnlah yang mau datang dan
menjadi temannya ketika ia sudah tak punya apa-apa lagi.
Tak lama setelah Galih meninggalkan mereka berdua
seorang dokter yang tadi memeriksa Indri datang menghampiri keduanya.
“bagaimana
Dok?”
Tanya Ririn saat dokter itu sampai di hadapan mereka.
“dia
sudah tidak apa-apa, kalian tidak perlu khawatir..”
“boleh
kami menemuinya sekarang?”
“tentu..”
Keduanya segera pergi menemui Indri yang tengah
tertidur di ruang rawat UGD. Wajahnya tak sepucat tadi, ia nampak lelap tertidur
tanpa terdengar erangan kesakitan lagi.
“kamu
tunggu disini saya mau mengurus sesuatu..”
“baik!”
Pamit Arya yang bergegas pergi ke ruangan administrasi
untuk mengurus biaya pengobatan Indri malam itu.
Hening, ruangan dimana Indri dirawat tidak terlalu
banyak orang, dari 6 bangsal yang tersedia hanya 2 yang terisi termasuk
dirinya. Ketiga orang yang tadi mengantarkannya juga sudah nampak lelap
tertidur di sebuah kursi tunggu. Wajah mereka terlihat sangat kelelahan. tiba-tiba Indri terbangun dari tidurnya. Pukul
03.00 petang. Sepi.
Samar ia melihat seseorang dengan raut wajah yang
begitu sedih berdiri di depan bangsalnya, menatap penuh airmata kearahnya,
seseorang yang ia kenal dengan sangat baik, Indri ingin sekali bangkit dan
memeluknya erat sambil mengeluarkan semua peluhnya, Tapi ia tak bisa bergerak
sedikitpun. Sosok itu hanya terus menatapnya dengan raut wajah yang sangat
pilu, melihatnya seolah melihat sebuah penderitaan yang tak ada akhir. Tiba-tiba
sosok itu mendekat, sebuah tangan yang terlihat sangat kasar karena terlalu keras
bekerja berusaha membelai rambutnya tapi tak sedikitpun ia merasakan belaian
tangan tua itu.
“ibu...”
Gumam Indri lirih sambil menitikan airmata. Matanya
tampak sebam. Kemudian mulai terdengar terisak-isak. entah apa yang ia lihat di
dalam mimpinya saat itu.
“Indri...Indri,
kamu tidak apa-apa?”
Tanya Ririn yang terbangun karena suaranya itu. tapi
ia tak mendengar dan tetap tertidur sambil mulai berhenti mengigau.
* * *
Pagi hari.
suasana rumah sakit sudah terlihat ramai, Ririn yang
semalaman tertidur disamping ranjang Indri mulai terbangun, tapi ia langsung
terkejut begitu melihat ranjang Indri sudah kosong.
“Indri?”
Panggilnya ke arah kamar mandi tapi tak ada yang
menjawab, ia mulai panik, kemudian segera membangunkan Arya juga Galih yang
masih nikmat tertidur.
“bangun!
Ayo bangun!”
Panggilnya sambil berusaha membangunkan keduanya.
“ada
apa?”
Tanya Galih yang masih terlihat mengantuk.
“Indri
hilang,dia nggak ada disini!”
“mungkin
dia ada di kamar mandi..”
“nggak
ada tadi sudah aku cari disana, ayo cepat bangun! cari dia!”
“kamu
lihat dia keluar dari sini?”
“nggak!
Waktu aku bangun dia udah nggak ada, gimana donk!”
Sentak Ririn yang panik sendiri.
“sebaiknya
kalian tenang, jangan panik dulu, dia pasti belum jauh dari sini..”
Ujar Arya yang masih terlihat tenang. Tiba-tiba
terdengar suara seseorang membuka pintu.
“Kamu
darimana saja sih Ndri?!”
Tanya Ririn yang langsung memeluknya begitu melihatnya
muncul dari balik pintu.
“kalian
sudah bangun?”
“kamu
darimana? dia sudah hampir menangis karena khawatir!”
Tanya Arya ketus.
“maaf,
aku tadi pergi sebentar untuk membeli ini! Kebetulan kalian sudah
bangun, ayo
kita makan sama-sama!”
jawabnya kalem sambil menunjukan bungkusan berisi 4
buah roti kukus, kemudian membaginya satu persatu.
“kamu
sudah tidak apa-apa?”
Tanya Galih yang masih merasa khawatir dengan kondisi
kesehatan gadis itu.
“aku
udah mendingan, dokter bilang hari ini sudah bisa pulang! Maaf ya karena
sudah membuat
kalian semua repot!”
“bukan
Indri namanya kalau tidak membuat orang lain kerepotan!”
Celetuk Arya begitu saja, sambil melahap Roti kukus
yang masih panas di tangannya.
“kapan
kita pulang? Aku udah nggak betah disini!”
Tanya Indri yang sudah tak mengenakan pakaian rumah
sakit lagi.
“nanti aku tanyakan dokter dulu, baru
kita tahu kapan kamu boleh pulang!”
Indri hanya memandangi wajah Arya diam-diam, ia tak
tahu harus berbuat apa terhadapnya. Perasaan itu malah terasa semakin kuat tiap
kali ia melihatnya. Apa dia merasakan hal yang sama. Apa pria itu juga tahu apa
yang sedang dirasakannnya. Rasanya sakit. Tapi bukan di punggungnya. Ia merasa
sakit tiap tahu bahwa hatinya terus memikirkan pria itu. ia tampak murung.
“ada apa?”
Tanya Galih yang tiba-tiba mengejutkannya dari
belakang.
“apa aku mengejutkanmu?”
Indri hanya tersenyum sambil mempersilahkannya duduk
di sampingnya.
“ada apa?”
“tidak ada apa-apa..”
“benarkah?”
“boleh aku bertanya sesuatu?”
“tanya apa?”
“tapi kamu jangan merasa tersinggung dengan
pertanyaanku?”
“iya..apa yang mau kamu tanyakan?”
“kenapa...kamu menyukaiku?”
Galih langsung terperanjat mendengar pertanyaan Indri
itu,wajahnya mulai tampak memerah karena malu.
“kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang hal itu?”
“aku hanya ingin tahu saja, apa kamu marah?”
“tidak!
Aku tidak marah, hanya saja aku juga tidak tahu kenapa bisa
menyukaimu..”
Jawabnya terbata-bata sambil menundukan kepala.
“maksudmu,
kamu tidak punya alasan menyukaiku?”
“mungkin
bisa dibilang begitu..”
“apa
rasanya sakit menyukai seseorang, yang tidak menghiraukanmu?”
“yah,
begitulah..”
Jawabnya lirih sembari menundukan kepalanya lagi.
“mungkin kamu tidak tahu rasanya, tapi itu cukup
membuatmu merasa
kesepian!”
Indri hanya
menatap Pria yang tampak menyedihkan di sampingnya itu.
“maaf
karena sudah membuatmu merasa seperti itu..”
“kamu
tidak perlu minta maaf, itu bukan salahmu! perasaan seseorang itu
memang sulit
ditebak, Kadang mencintai orang yang sebenarnya tidak tepat
untukmu!”
“benarkah seperti itu?”
“iya.. kecuali kalau kamu mau menerimaku?”
Guraunya sambil tersenyum simpul. hening Kemudian.
“Maaf..”
“tidak
apa-apa, aku bisa mengerti..”
“kita
masih bisa jadi teman?”
“tentu..”
keduanya saling tersenyum satu sama lain.
sekitar sore hari Indri akhirnya sudah diperbolehkan
pulang.
“apa
benar tidak apa-apa kalau kami pulang duluan?”
Tanya Indri dari balik jendela mobil Arya.
“nggak
apa-apa, kamu harus banyak istirahat! Biar kami yang balik lagi ke villa
buat ambil tas
kalian berdua..”
“kalian tidak mau aku antar?”
“nggak usah, lagipula anak-anak juga masih pada disana
biar mereka yang
jemput kami
kemari, kalian pulang saja!”
“kalau begitu kami duluan!”
“hati-hati dijalan..”
Pamit Arya yang langsung melajukan kendaraannya
meninggalkan rumah sakit, ia terlihat begitu tenang. Tak membentak, tak
menyerang, atau memperoloknya seperti biasa. Seperti orang lain. Keduanya tidak
saling bicara selama di mobil. Apa ia benar-benar sudah melupakan semuanya?
Secepat itukah? Aku ini benar-benar bodoh! Pikir Indri dalam hati sambil terus
menengok keluar jendela mobil. Hari sudah semakin senja, ketika keduanya sampai
di gang rumah Indri.
“sampai
nanti..”
“kamu
tidak ikut ke rumahku dulu?”
Tanya Indri yang baru keluar dari dalam mobil.
“tidak
usah, lebih baik aku pulang...”
“kenapa?”
“aku
tidak mau menganggu istirahatmu..”
“aku
tidak merasa terganggu..”
Jawabnya polos sambil berharap pria itu mau
mengantarkannya sampai di depan pintu rumahnya.
“aku yang
merasa terganggu..sudahlah, pulang sana!”
Ujarnya dingin sambil menutup kaca mobil dan mulai
pergi meninggalkan tempat itu.
Seperti itu Arya meninggalkan Indri sendirian di
jalan, sikapnya begitu dingin. itu adalah sebuah usaha untuk meluruskan lagi
perasaannya, ia tak mau terburu-buru menarik kesimpulan, terlalu singkat
untuknya mulai menyukai orang lain. ia takut jika perasaannya saat itu hanya
sebuah pelarian, ia tak mau.. ia sungguh tak mau membuat gadis itu terluka
karenanya.
* * *
Indri berjalan sendiri menuju rumah kontrakannya,
langkahnya tampak lesu. Ia terus teringat kejadian dimana Arya meninggalkannya
begitu saja. sikapnya dingin. pria itu
memperlakukannya seperti sebuah virus yang harus di jauhi.
Cinta
Memperlakukanmu
seperti seorang budak
Bergerak sesuai
keinginannya
Merasa apa yang
hanya ingin dirasakannya
Melihat hanya
dari sisinya
cinta
Memberi banyak kesulitan
hati
Mengawalmu
seperti seorang kerdil
Membuatmu
merasa tak berarti saat ia mengabaikanmu
Tapi bodohnya
Kamu tetap
merasa bahagia
Ketika ia
memperlakukanmu seperti itu
Lembanyung mulai tampak menyinari separuh halaman, Indri
masih berdiri sambil terus memperhatikan rumah itu. ia menunggu. Menunggu
sampai si pemilik rumah datang dan
mengejutkannya dari belakang seperti biasa. seperti matahari yang mulai
menghilang. Ia menunggu sampai kakinya terasa lelah berdiri, ia menunggu sambil
bersandar di pagar rumah, Ia masih menunggu sambil duduk jongkok, ia terus
menunggu berharap orang itu datang menemuinya.
Tapi, sosok yang ia tunggu tak juga kelihatan.
Malam terus berjalan hampir 3 jam ia berdiri di depan
rumah Arya, sambil sesekali membersihkan sedikit debu yang menempel di tas
punggung yang tengah ia bawa dan berharap orang itu cepat datang.
rumahnya tampak gelap tak ada satupun cahaya lampu
yang meneranginya. Sepi. Hawa dingin mulai menyelimutinya. 5 jam sudah ia menunggu dan orang itu masih tak
terlihat juga, rasanya begitu lelah. dengan perasaan gusar Indri akhirnya pergi
sambil meninggalkan tas punggung yang dibawanya di depan pintu rumah orang itu.
langkahnya pelan, sampai 5 meter ia
menjauh, ia masih terus berharap dapat melihat wajahnya meskipun hanya
sebentar.
Dari : Indri
15/04/2011 05.30
Apa kamu sudah menerima tasnya?
Aku meninggalkannya
di depan pintu kemarin.
Pagi-pagi sekali begitu ia bangun tidur Indri langsung
mengirimkan sebuah singkat ke nomor pria itu.
Dari : Arya
15/04/2011 05.45
Sudah, terima
kasih.
Balasnya begitu singkat, Tapi mampu membuat gadis di
ujung teleponnya melupakan rasa lelah karena menunggunya semalaman.
Dari : Indri
15/04/2011 05.47
Syukurlah, memang kemarin kamu pulang jam
berapa?
Aku menunggu
semalaman disana, kamu tahu rasanya lelah sekali
kakiku masih
pegal sampai sekarang
apa barangnya
tidak ada yang kurang?
Sambil tersenyum senang Indri kembali membalas
pesannya, Tapi tak pernah ada balasan lagi. Seperti orang bodoh, setiap 5 menit
sekali Indri memeriksa kotak masuk di handphonenya berharap pria itu akhirnya
mau membalas pesan darinya. Tapi harapan hanya tinggal harapan tak ada satu
pesan ataupun panggilan untuknya.
Arya sepertinya benar-benar mengabaikannya. Setiap
hari sepulang bekerja Indri kembali berdiri di depan rumah orang itu, berharap
bisa bertemu dan melihat wajahnya barang sedetik saja. tapi seperti hantu
selama itu pula ia tak melihat wajahnya. rumahnya juga selalu sepi seperti tak
berpenghuni tiap malam menjelang dan Indri masih berdiri disana tak ada satupun cahaya lampu meneranginya.
“kenapa
kamu membuatku seperti orang bodoh?”
Ia menangis sendirian tanpa beranjak dari tempatnya
berdiri. Rasanya sakit, benar apa yang pernah dikatakan Galih padanya dulu,
terus menyukai seseorang yang hanya mengabaikanmu cukup untuk membuatmu merasa
sangat kesepian. seperti seluruh dunia menjauhimu dengan sengaja tapi bagi
Indri rasa sakitnya 100X lebih parah. Karena dengan bodohnya ia akan kembali
lagi ke tempat itu, kembali berharap dapat bertemu dengannya, dan harus kembali
lagi tertunduk lesu ketika ia meninggalkan tempat itu karena apa yang harapkannya tak juga terjadi.
Malam semakin larut, tapi lampu di ruangan itu masih
terlihat menyala terang. Tak ada yang berbeda hanya saja bingkai foto yang
selama ini terpajang dengan rapih di meja kerjannya sudah tak tampak lagi,
sambil membaringkan tubuhnya diatas sebuah sofa Arya berusaha memejamkan
matanya. Sepi. Ia langsung tertidur dan kembali bermimpi.
“hari
ini dokter Arya tidur disini lagi?”
“masa
sih? udah hampir seminggu loch dia tidur di rumah sakit terus? Nggak
biasanya! Kira-kira ada apa ya?”
tanya seorang perawat yang tengah sibuk menonton
reality-show malam di salah satu stasiun televisi nasional.
“mana
aku tahu? Mungkin ada masalah keluarga kali?”
“bukannya
dia tinggal sendiri?”
“bener
juga! Kira-kira kenapa ya?”
“kamu
kok diem aja sih Sus?”
Tanya salah seorang perawat lain pada temannya yang
terlihat pendiam malam itu.
“tidak..”
jawabnya pelan sambil menundukan kepalannya.
“eh
tapi ngomong-ngomong dokter Arya itu sudah punya pasangan belum ya?”
“memangnya
kenapa? Kamu mau ngecengin dia?”
“memangnya
nggak boleh?”
“mana
mau dia sama kamu?”
“memang
aku kenapa? Biar wajahku tidak terlalu cantik, tapi setidaknya aku ini
setia!”
“bener
juga ya? Kalau nggak salah katanya dia baru aja di tinggal nikah
mantan pacarnya..”
“kasian
ya dokter Arya, mantan pacarnya itu memang keterlaluan! Kurang apa
coba dia? Udah ganteng, ramah, baik, mapan lagi! Kalau aku jadi pacarnya
nggak mungkin bakal aku sia-siain dech!”
“iya
mana aku denger mantan pacarnya itu nikah sama kakak kandungnya,
pasti sakit di tikam dari belakang kayak
gitu?”
“kalian
ini senang sekali bergunjing!”
Ujar perawat bernama Susi yang sedari tadi hanya diam
mendengarkan pembicaraan mereka itu pelan sambil beranjak dari duduknya.
“biarin
donk! Nggak ngerugiin kamu ini, kenapa kamu yang mesti sewot?”
“terserah
kalian saja lah..”
jawabnya pelan tanpa berbalik menatap mereka, kemudian
pergi meninggalkan keduanya yang terus saja melanjutkan obrolan mereka.
“si
Susi kenapa sih? hari ini kok aneh banget?”
“aku
juga nggak tahu? Sampai mana tadi ngobrolnya?”
“ehmmm..”
Gumam salah satunya sembari mengingat kembali apa yang
mau di bicarakannnya. Pukul 01.30 tengah malam. Lorong rumah sakit terlihat
lengang. Tak ada siapapun disana kecuali mereka berdua dan suara televisi yang dibiarkan
menyala begitu saja. ketika keduanya tengah asyik berbincang, tiba-tiba
terdengar suara seseorang membuka pintu kamar mandi dari arah belakang di
ruangan itu. padahal tak ada siapapun yang berjaga lagi kecuali keduanya dan
temannya Susi yang baru saja pergi meninggalkan mereka setengah jam yang lalu.
Hawa dingin merasuki keduanya.
“grrrrrr...”
Suara pintu terbuka terdengar perlahan, kemudian dari
balik pintu muncul seseorang.
“Aduh!
Kebiasaan deh, kalau abis makan yang pedes suka mules kayak gini!”
Eluh orang tadi sambil mengelus-ngelus perutnya yang
masih terasa mulas. Tapi keduanya hanya menatapnya dengan wajah yang tampak
begitu pucat.
“kalian
kenapa? Kok ngeliatin aku kayak gitu?”
Tanya Perawat itu yang merasa aneh dengan sikap
keduanya.
“kapan
kamu masuk ke situ?”
“aku
dari tadi juga memang didalam, memangnya kenapa?”
Keduanya saling melirik satu sama lain dengan wajah
yang ketakutan.
“kalau
dari tadi dia disitu? Terus Susi yang tadi bareng kita siapa?”
“akhhhhhhhhh!!!”
Kemudian tanpa aba-aba keduanya langsung berteriak
ketakutan dan jatuh pingsan saat itu juga.
* * *
“Kamu
sakit Ndri? Kok kelihatan pucat begitu?”
“nggak
bu, mungkin perasaan ibu saja!”
Jawabnya yang sibuk melepaskan tali sepatu, kemudian
bergegas masuk kedalam rumah.
“hari
ini kamu pulang malam lagi? sebenarnya kamu kemana saja? sudah
seminggu ini kamu sering pulang larut
begini?”
Tanyanya kesal tapi Indri hanya tersenyum kecil.
“bukannya
ibu mau ikut campur urusan kamu, tapi ibu Cuma khawatir takut
nanti kamu kenapa-napa? Kamu ini kan anak
perempuan, Nggak baik
keluyuran malam-malam!”
nasehat Farida yang sudah seperti seorang ibu.
“tenang
saja bu, aku nggak akan kenapa-napa?”
Jawabnya kalem sembari mengambil segelas air putih di
dapurnya yang kecil. Tapi entah kenapa tiba-tiba kepalanya terasa sangat
pusing, semuanya tampak kabur dan akhirnya ia jatuh tesungkur di lantai.
“Brukkkkk!!!”
Suara jatuhnya begitu keras, Farida yang mendengar
suara itu langsung berlari kearah dapur.
“Indri!!!”
Panggilnya yang melihat gadis itu sudah terbaring di
lantai. Ia panik. Tak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya yang sudah renta bahkan
sudah tak sanggup untuk memindahkan Indri dari sana. Akhirnya ia coba
menghubungi Fira yang tengah bekerja di Fub malam itu lewat handphone Indri
yang ada di saku bajunya.
“ada
apa?!”
Sentaknya yang tengah asyik melayani seorang pelanggan
begitu ia mengangkat panggilan itu.
“nak
Fira, ini ibu! Bisa pulang sekarang tidak?!”
“Ooo..maaf
saya kira Indri, memangnya kenapa?”
“Indri
pingsan, sampai sekarang masih belum sadar..ibu nggak tahu mesti
gimana?”
“kok
bisa pingsan?”
“ibu
juga nggak tahu, sebaiknya kamu cepat pulang!”
“iya..saya
pulang sekarang...”
Jawabnya sambil menutup teleponnya. Dan bergegas
merapihkan pakaiannya.
“ada
apa, sayang? Kenapa buru-buru?”
“bukan
urusan lu! Sebaiknya lu bayar aku sekarang! aku harus pergi!”
“kemana?”
“sudahlah,
bayar saja!”
Sentaknya pada pelanggan Pria yang malam itu ia
temani. Dan begitu ia menerima bayarannya ia langsung bergegas pulang ke rumah
kontrakannya.
“Fira
tolong bantu ibu!”
Panggilnya begitu melihat Fira sampai di depan Pintu.
“kenapa
bisa sampai begini?”
“ibu
juga nggak tahu! Tiba-tiba dia langsung pingsan gitu aja...”
Ujarnya sambil membantu Fira memindahkan Indri yang
masih belum sadar ke dalam kamarnya.
“anak
ini selalu saja menyusahkan orang lain!”
Gumam Fira sambil mengoleskan sedikit minyak angin ke
hidung dan pelipisnya.
“apa
kita mesti bawa dia kerumah sakit?”
“nggak
perlu bu, bentar lagi juga sadar! Kenapa nggak coba hubungi si Arya
aja? Dia dokter kan?”
“memang
tidak apa-apa kalau kita menganggunya malam-malam begini?”
“tidak!!!
Ibu punya nomornyakan?”
“nggak?
Mungkin di handphonenya Indri?”
“betul
juga?”
Dengan segera Fira mengorek-ngorek saku celana dan
jaket Indri, lalu segera menghubungi nomor handphone Arya yang ada di kotak
panggilannya.
“hallo..”
“ hallo..maaf
menganggu, bisa tolong datang kesini?”
Ujarnya begitu Arya menjawab panggilan itu.
“Indri?”
“bukan!
saya Fira, apa kamu bisa datang ke rumah kami sekarang?”
“memangnya
ada apa?”
Tanya Arya sambil memperhatikan jam dinding di
kantornya yang masih menunjuk pukul 11.30 .
“lebih
baik kamu kesini saja! ini keadaan genting!”
Jawabnya yang tak mau langsung memberitahu Arya.
“kamu
itu ngapain sih! sini biar ibu yang ngomong sama nak Arya!”
Sentak Farida kesal sembari merebut handphone yang
tengah di genggamnya itu.
“nak
Arya ini ibu, maaf menganggu tapi apa kamu bisa kemari sebentar?”
“memangnya
ada apa?”
“tadi
Indri pingsan dan sampai sekarang masih belum sadar ! ibu takut ada apa-
apa sama dia, nak Arya bisa kesini kan?”
“iya..saya
segera kesana..”
Jawabnya yang langsung mengambil kunci mobil dan
bergegas menuju tempat parkir.
Arya sampai disana sekitar tengah malam, tapi Indri
masih belum sadar. Ia lalu memeriksa keadaannya. Dan tak lama kemudian keluar
dari kamar itu.
“gimana?”
“dia
tidak apa-apa, hanya demam..”
Jawabnya kalem sembari memberikan beberapa obat yang
memang sudah ia persiapkan sebelumnya di rumah sakit.
“nanti kalau dia sudah sadar tolong
berikan ini, diminum 3x sehari setelah
makan!”
Ujarnya pada Farida sembari merapihkan peralatannya,
dan bergegas meninggalkan rumah itu.
“kok
buru-buru sih, sebaiknya kamu istirahat disini saja!”
Cegat Fira yang tak mau pria itu pergi lebih awal.
“tidak
usah, lebih baik saya pulang..”
“kenapa?
Kalau gitu minum dulu atau makan sesuatu nggak enak kalau kamu
pulang gitu aja?”
cegatnya lagi.
“tidak
apa-apa, kamu tidak perlu repot..”
Jawabnya kalem sambil bergegas pergi, tapi tiba-tiba
Fira mencegatnya dan menarik tangannya.
“jangan
pergi!”
paksanya yang tak mau melepaskan lengan Arya.
“kamu
itu apa-apaan sih Fir?”
Tanya Farida kesal yang melihat wanita itu terus
menahan Arya.
“maaf...aku
hanya ingin kamu lebih lama ada disini..”
Ujarnya lirih sembari melepaskan lengan Arya.
“ini kan sudah malam! saya tidak
mungkin tinggal disini lama-lama
Saya harap kamu mengerti?”
Jelas Arya pada wanita yang terus menahannya itu.
“betul
apa kata nak Arya, itu nggak baik.. lagipula ini sudah terlalu malam dia
juga pasti mau istirahat?”
“ini
pasti cuma alasan kamu saja kan? Kalau Indri yang memintamu kamu pasti
tetap tinggal, iya kan?”
Fira merubah topik pembicaraan.
“kamu
itu bicara apa?!”
Sentak Arya yang sudah mulai kesal dengan sikap wanita
itu.
“sudah!
kalian jangan bertengkar! ini sudah malam kalau orang lain dengar jelek
jadinya, sebaiknya nak Arya segera pulang..
maaf karena sudah merepotkan..”
“tidak
apa-apa bu, kalau begitu saya pulang dulu..”
Pamitnya pada Farida kemudian segera pergi
meninggalkan rumah itu. Fira benar-benar keterlaluan, sikapnya seperti anak
kecil ia terus saja menggerutu ketika Arya pergi dari sana dan sampai
bayangannya tak nampak lagi Fira masih terus saja terlihat kesal.
“sombong
banget tuh cowok emang dia pikir dia itu siapa?!”
“kamu itu seperti anak kecil? Kenapa
bicara seperti itu sama dia?”
Sentak Farida padanya, tapi ia tak menghiraukan
perkataan Farida ia terus saja mengerutu sambil memaki Arya pelan.
“kamu
kenapa selalu seperti ini? pura-pura tidak mendengar, tidak mau
mengerti kesusahan orang lain, hanya berpikir
untuk diri kamu sendiri, kenapa
kamu tidak bisa seperti adikmu?”
“ibu
jangan suka ikut campur deh! Aku nggak butuh nasehat dari ibu?Mungkin
buat Indri ibu sudah seperti ibunya sendiri
tapi buat saya ibu itu tetap saja bekas
pembantu kami!”
“saya
juga tidak butuh pengakuan dari kamu! Saya hanya ingin kamu lebih
dewasa, seharusnya kamu yang jadi tulang
punggung keluarga setelah
kematian ibumu, tapi yang saya lihat kamu
hanya jadi beban di keluarga ini?
Berapa kali Indri harus terus menerima
perlakuan buruk dari orang-orang yang
sudah kamu rugikan?”
“Indri
lagi, Indri lagi kenapa semua orang lebih suka sama dia?”
“karena
dia lebih baik dari kamu!”
Keduanya terus beradu mulut, sampai – sampai membuat
Dion dan Indri terbangun.
“Kalian
berdua itu kenapa? Kenapa malam-malam begini malah bertengkar?”
Tanya gadis itu yang baru saja keluar dari kamarnya.
“kamu
tanya saja wanita tua ini!”
Jawabnya ketus sambil pergi dari rumah itu. Indri kemudian
mendekati Farida yang terus saja mengelus-ngelus dadanya sembari menghela
nafas.
“sebenarnya
ada apa?”
“tidak,
kamu sudah sadar?”
“memangnya
saya kenapa?”
“apa
kamu tidak ingat? Tadi kamu pingsan! Kata nak Arya itu mungkin karena
kelelahan!”
“Arya?
memang tadi dia disini?”
“iya,
dia juga kasih obat ini, katanya harus diminum 3x sehari sesudah makan!”
Ujarnya sembari memberikan obat yang sedari tadi ia
pegang kepada Indri.
“sekarang
orangnya dimana?”
“baru
saja pulang!”
Begitu mendengar perkataan Farida Indri malah langsung
berlari keluar rumah, ia berusaha mengejar Arya. mungkin saja Pria itu belum
terlalu jauh dengan sangat tergesa-gesa Indri berlari melewati gang-gang kecil
menuju jalan raya. Ia terus berlari dengan nafas yang mulai terengah-engah.
Tapi begitu ia sampai di depan gang yang menghadap jalan ia tak mendapati
apapun disana mobil honda CR-V silver yang sering ia lihat sudah tak ada, pria
itu sudah pergi.
Mobil itu melaju dengan kecepatan 120 km/ jam. Arya
terlihat sangat kesal rasanya semua usaha yang ia lakukan untuk menetralkan
perasaannya terhadap Indri seperti sebuah lelucon, Di tambah dengan sikap Fira
yang begitu aneh terhadapnya. Itu terasa
sangat rumit. Ia masih belum yakin. Apa Indri sudah mampu mengeser posisi Vina
di hatinya, Tapi sudah hampir seminggu pula ia tak pernah memikirkan wanita
itu. yang terus menganggu pikirannya hanya wajah polos Indri yang tertunduk
lesu setiap ia melihat gadis itu meninggalkan rumahnya.
* * *
Setiap hari, sepulang bekerja Indri lagi-lagi datang
dan berdiri di depan rumah Arya. yang ia cari hanya satu dan yang ia
inginkanpun hanya satu, bisa melihat pria itu.
“aku
jadi penasaran, apa yang bisa membuatmu berhenti untuk terus datang
ke rumahku?”
tanya Pria itu dari arah belakang sembari menutup
pintu mobilnya, Indri berbalik.
terkejut, senang, marah, kesal semua perasaan itu bercampur jadi satu
ketika akhirnya ia melihat Arya berdiri di belakangnya. Tapi ia tak bisa
mengekspresikan semua perasaannya itu yang ia lakukan hanya diam terpaku sambil
terus menatapnya dari jauh.
“kamu?”
“aku
mohon, berhenti bersikap seperti ini..itu hanya akan membuatmu
menderita!”
ujar Arya sembari mendekati Indri yang masih saja tak
beranjak dari tempatnya berdiri.
“apa
ini yang mesti kamu katakan?”
“aku
hanya tidak ingin membuatmu merasa seperti orang yang
Teraniyaya..karena aku tidak bisa menjanjikan apa-apa untukmu..”
“kamu
itu benar-benar jahat!”
“aku
memang seperti ini? Apa kamu tidak tahu?”
Tanyanya sinis. Indri mulai menangis, tapi Arya malah
berlalu masuk ke dalam rumahnya begitu saja. rasanya sangat tragis. Bayangan
yang begitu buruk. Ketika Arya mulai mendekatinya Indri masih diam mematung
dengan pikiran buruknya itu, apa mungkin akan seperti itu? apa mungkin pria
dihadapannya tega melakukan semua itu terhadapnya? tanyanya dalam hati.
“kenapa
kamu diam saja?”
Tanya Arya yang sudah berada tepat dihadapannya.
“aku...aku..”
Jawab Indri terbata-bata.
“aku?
Kenapa?”
“aku
dengar dari bu Farida kamu kemarin ke rumah, aku hanya mau berterima
kasih..”
Arya hanya tersenyum sembari memperhatikan Indri yang
tampak salah tingkah.
“sama-sama..sudah
berapa lama?”
“sudah
berapa lama apanya?”
“sudah
berapa lama kamu menungguku?”
“lumayan
lama, memangnya kamu dari mana saja?sudah hampir seminggu aku
tidak pernah
melihatmu?”
“aku
ada, kamu saja yang tidak tahu..”
Jawabnya kalem.
“Ooo..”
Gumam Indri sembari menundukan kepalanya, ia tak tahu
harus mengatakan apalagi semua yang ingin ia katakan beberapa hari ini langsung
buyar begitu ia melihatnya. “kamu?!!!”
Sentak Arya
tiba-tiba sambil mengangkat kepala Indri, begitu ia melihat beberapa
tetesan darah di atas aspal jalan.
“ada
apa?”
Tanya Indri yang masih belum menyadari hidungnya yang
mulai mengeluarkan darah lagi.
“hidungmu
berdarah!”
“Ooo..Ini?
aku sudah biasa kok..kamu tidak perlu kaget seperti itu?”
Ujar Indri sembari berusaha membersihkan hidungnya.
“ayo
masuk! Biar kita bersihkan hidungmu..”
“tidak
usah..”
“tidak
apa-apa, ayo cepat!”
Ajak Arya sembari menarik lengan Indri masuk ke dalam
rumahnya. Sudah lama ia tak kembali kesana.
“kamu
tunggu disini! Biar aku ambilkan sesuatu untuk membersihkan hidungmu..”
Indri duduk di sebuah sofa yang berada di ruangan itu,
sementara Arya mengambil air juga handuk kecil.
“Ini..bersihkan
hidungmu!”
Ujarnya sembari menyuguhkan sebaskom air hangat dan
handuk kecil kepada Indri.
“makasih..”
“sebaiknya
kamu lebih memperhatikan kesehatanmu, apa kamu sudah
meminum obat
yang aku berikan?”
“sudah..ini sudah biasa, aku memang sering seperti
ini? Biasa penyakit orang
miskin..”
Gurau Indri sambil terus membersihkan hidungnya.
“Kamu
ini! orang miskin mana boleh sakit?”
Bentaknya sembari menjitak kepala Indri.
“ngomong-ngomong
apa kamu sengaja menghindariku beberapa hari ini?”
“kenapa
kamu menanyakan hal itu?”
“tidak,
aku hanya ingin tahu saja, apa itu benar?”
“kalau
iya memang kenapa?”
“bagaimana
hasilnya?”
Tanya Indri penasaran, entah apa jawaban yang ia
harapkan tapi ia benar-benar ingin tahu apa yang tengah dirasakan pria
dihadapannya itu.
“masih
aku pikirkan!”
“huft...”
Indri hanya menghela nafas sambil tertunduk lesu.
Sementara Arya tersenyum kearahnya. Rasanya apa yang ia lakukan seminggu ini
seperti tak berguna, karena begitu ia melihat gadis itu, perasaan yang coba ia
hindari malah terus menyelubunginya.
aku tidak
peduli apa yang kamu pikirkan
hanya saja
saat aku
melihatmu
ketika aku hanya
melihatmu sekali saja
biar semua
perkataan menyakitkanku
biar semua
perlakuan menghancurkanku
biar yang
kulihat membuatku terus menangis sampai terasa lelah
dan mencintaimu
hampir sama rasanya seperti mati
itu semua tidak
lebih perih
dibanding
bila aku tidak melihatmu
* * *
No comments:
Post a Comment