HANYA SATU
Restoran tempat Indri bekerja nampak hening, semua
orang fokus memperhatikan sepasang kekasih yang sedang asyik berbincang sambil
menikmati makanan mereka, keduanya terlihat begitu serasi sebuah adegan yang
sangat terasa alami meskipun sedikit dibuat-buat.
“CUT!!!”
Tiba-tiba teriakan seorang sutradara menghentikan
adegan romantis tersebut, keduanya kembali ke kehidupan nyata. Hari itu
restoran tempatnya bekerja sedang disewa oleh satu rumah produksi untuk membuat
beberapa adegan di satu film terbaru karya sutradara yang cukup terkenal
Bramantha Raditya. Semua kru pagi-pagi buta sudah menyeting setiap sudut
restoran untuk menciptakan sebuah lingkungan yang diinginkan sang sutradara.
“kita
break 15 menit!”
Mereka menghentikan proses syuting untuk beristirahat
sejenak.
“Kyaaaa~~~~~
ternyata Dude Herlino cakep banget kalau dilihat langsung!!!
Teriak Ririn kegirangan saat melihat Aktor favoritnya
sedang berdiri didepan matanya.
“namanya
juga artis, pasti ganteng..”
“aku
mau kesana ah, kali aja bisa minta foto bareng?”
Ujar Ririn sambil menyiapkan kamera di handphonenya.
“Indri
buruan kesini! Kamu bantu aku ambil foto!”
Ajaknya sembari menarik tangan Indri. Mereka lalu mendekati aktor tampan tersebut
yang tengah sibuk menghafalkan skrip selanjutnya.
“mas
Dudi, boleh minta foto nggak?”
Pinta Ririn padanya. Pria itu sedikit memperhatikan
mereka sebentar dua pramusaji cantik yang sangat ingin berfoto dengannya.
“boleh,
ayo kemari!”
Ijinnya ramah sambil mempersilahkan Ririn duduk
disebelahnya. Mereka lalu mengambil beberapa foto bersama, teman kerjanya itu
terlihat sangat senang.
“makasih
mas, moga filmnya sukses..”
“sama-sama..”
“mba
yang satunya lagi tidak mau foto bareng?”
Tanya Dudi yang melihat Indri hanya diam saja.
“nggak
usah, saya nggak suka di foto..”
Jawabnya gagu.
“oh,
saya mengerti..”
Hari itu Indri dan beberapa temannya bertugas untuk
memberikan konsumsi kepada semua kru film, sambil membawa beberapa bungkus
makanan, Indripun membagikannya satu persatu.
Disudut lain tampak sang sutradara tengah sibuk
mengedit beberapa adegan yang menurutnya kurang sempurna sendirian.
“permisi,
makanannya saya taruh disini..”
Ujar Indri sambil meletakkan satu buah nasi kotak. Tapi
bukannya pergi Indri malah ikut memperhatikan adegan-adegan tersebut.
“menurutmu
bagaimana?”
Tanya sang sutradara itu padanya.
“kamu
tanya pendapat saya?”
“iya..penting
untuk mendengarkan pendapat dari orang lain terhadap karya
yang kita buat..”
“saya kurang mengerti tentang film! tapi kalau saya
boleh berkomentar, menurut
saya hampir
semua adegan terlalu difokuskan pada wajah pemain, jadi
terkesan
sedikit monoton...”
Sarannya polos.
“benarkah?”
Indri hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum.
“siapa nama kamu?”
Tanya Radit tiba-tiba.
“Indri..”
Jawabnya pelan.
“kalau menurutmu bagaimana kisah di cerita ini?”
“biasa saja..”
jawab Indri ringan.
“biasa saja??! kamu itu benar-benar meremehkannya?”
Tawa Radit sinis.
“Saya
hanya mengeluarkan pendapat saja, apa kamu marah?”
“tidak..hanya
saja ini cerita yang dibuat calon istriku..”
“maaf,
kalau perkataanku tadi menyinggungmu..”
“kamu
tidak perlu minta maaf..saya benar-benar tidak merasa tersinggung..”
“benarkah?”
“iya..”
“syukurlah, saya pikir kamu marah?”
Jawab Indri sembari mengusap dada.
“terima kasih atas pendapatnya..”
“sama-sama! kalau begitu saya permisi dulu..silahkan
menikmati makanannya!”
pamit Indri
kemudian meninggalkan tempat itu.
* * *
“lihat...kita
serasi sekali kan!!”
Ujar Ririn bahagia sambil terus memperhatikan foto
yang tadi ia ambil bersama Dudi Herlino.
“itu
sudah yang ke lima kalinya kamu bicara seperti tadi!”
Jawab Indri malas.
“biarin
donk?!”
Jawabnya ketus.
“eh...kamu
sakit Ndri?”
Tanya Ririn yang melihat temannya itu sedikit berbeda.
“enggak!
Emang kenapa?”
“muka
kamu pucet!”
“Perasaan
kamu aja mungkin, aku nggak apa-apa!”
Sanggah Indri sembari memasukan piring kotor kedalam
bak cuci. Tapi tiba-tiba handphonenya berbunyi sebuah panggilan dari nomor
kakak perempuannya.
“ada
apa?!”
Jawab Indri malas begitu ia mengangkat panggilan itu.
“berhenti
bersikap kurang ajar seperti itu!”
Sentak Fira di ujung teleponnya.
“ada
apa?”
Tanyanya sedikit melunak.
“nanti
kalau ada orang yang nyari aku kerumah kamu bilang aja nggak
ada,ok?”
“bukannya
kamu memang selalu nggak ada di rumah? memangnya ada
apa?jangan
bilang kalau kamu berhutang lagi sama rentenir gundul itu?”
“itu
bukan urusanmu, pokoknya seperti itu saja ya?”
“tunggu..!!”
Fira langsung menutup teleponnya begitu saja.
“dari
siapa?”
“biasa..”
Bila ditanya siapa yang paling terlihat menderita setelah
keluarga Indri bangkrut tentu saja jawabannya adalah Safira, kakak perempuannya
yang sangat tergila-gila pada barang mewah. ia tidak terbiasa hidup miskin.
saat rumah Indri disita ia sudah tinggal disebuah apartemen hadiah ulang tahunnya
yang ke 20 tahun, hari itu begitu ia pulang dari kampus sudah ada beberapa orang
petugas yang menunggu di depan pintu apartemennya.
“maaf
apa anda nona Safira?”
Tanya petugas itu padanya.
“iya,
kalian siapa?”
“kami
dari pihak bank..”
“bank?
Ada perlu apa? Kalau kalian mau menawarkan kartu kredit, maaf saya
tidak
tertarik..”
Jawabnya angkuh sambil membuka pintu apartemennya.
“kami
kesini bukan untuk itu..”
“lalu
buat apa?”
“kami
kesini untuk menyita mobil dan surat kepemilikan apartemen ini?”
Jawab mereka sambil mengeledah seisi rumah.
“tunggu,
apa maksud bapak-bapak ini? Kenapa kalian mau menyita semua
barang saya?”
Tanyanya kebingungan. kemudian salah satu dari mereka
menunjukan surat ijin penyitaan dari pengadilan padanya, ia tak bisa berbuat
apa-apa ketika semua orang itu mengambil barang-barang berharganya. Dengan perasaan
kesal ia pergi ke rumah ibunya untuk meminta penjelasan, tapi yang ia dapat
hanya kemarahan ibunya. Ia benar-benar sangat menderita dengan keadaan ekonomi
keluarganya, jangankan untuk membeli barang-barang bermerek mahal yang dulu
sering dibelinya untuk membayar biaya kuliah saja ibunya sudah tak punya uang.
“aku
nggak bisa hidup kayak gini terus,bu!!”
ujarnya kesal sambil membentak ibunya yang tengah
sibuk mencuci pakaian.
“lalu
ibu mesti gimana lagi, ibu sudah tidak punya uang!”
“ini
sudah lima bulan aku nunggak biaya kuliah, kalau nggak dibayar sekarang
bisa-bisa aku di DO!”
Anita tetap tak menjawab ocehan Fira, ia terus saja
sibuk mencuci pakaian-pakaian kotor
milik beberapa tetangga yang membayar tenaganya untuk memcucikan pakaian mereka.
“aku
sudah cukup bersabar dengan hidup di gubuk reyot seperti ini!”
Ujar Fira sambil menendang ember cucian ibunya.
“jadi
apa mau kamu?”
Tanya Anita yang mulai kesal dengan sikap anaknya itu.
“aku
mau pergi dari sini! Aku bosen hidup susah terus-terusan..”
“silahkan!
Pergi kalau itu mau kamu! aku malah bersyukur kalau kamu tidak
ada,
setidaknya beban hidupku berkurang satu orang!”
“ibu tega ngomong gitu sama aku?”
Tanya Safira sambil menangis.
“kamu
sendiri yang ingin pergi? Lagipula kamu sudah cukup besar untuk
menghidupi
dirimu sendiri, disini kamu hanya jadi beban..”
ujar Anita yang sudah kepalang kesal dengan semua
sikap Safira.
sambil terus menangis ia memutuskan untuk pergi dari
rumah butut itu, di datanginya satu
persatu rumah sahabatnya, tapi mereka semua sudah tak mau menerimanya, sama
seperti Indri yang dikhianati sahabatnya Ami, Safira pun ternyata hanya
dimanfaatkan oleh teman-temannya itu, ketika ia masih bergelimangan harta
mereka mendekatinya dan memperlakukannya bak putri, tapi setelah ia tak punya
apa-apa semuanya menjauhi dirinya seperti sebuah virus yang menjijikan. Dunia
memang kejam, Dan ditengah kegalauannya itu akhirnya ia tersesat disatu jalan
yang benar-benar membuatnya semakin hancur.
* * *
Arya kembali teringat dengan cerita yang didengarnya
tadi malam dari Farida. entah kenapa hari itu ia ingin sekali datang menemui
mereka, jadi begitu ia selesai dengan pekerjaannya di rumah sakit, Arya pergi
ke sebuah toserba dan membeli beberapa makanan juga buah-buahan untuk dibawanya
ke rumah Indri. Setelah memarkir
mobilnya di pinggiran jalan raya, Arya berjalan menyusuri gang-gang kecil yang
kemarin malam ia lewati bersama Farida sambil membawa sekantong penuh makanan
yang tadi dibelinya, Ia terus menyisir jalanan itu sambil berharap bahwa mereka
akan merasa senang ketika ia datang menemuinya.
“Indri!!!”
Panggil Farida yang terlihat panik begitu melihatnya
pulang ke rumah.
“ada
apa bu?”
“kakak
kamu!”
“Dia
kenapa?”
“tadi
ada dua orang datang kesini sambil nyeret-nyeret kakak kamu, wajahnya
babak belur di
pukuli mereka!”
“sekarang dia dimana?”
“mereka masih ada di rumah kamu!cepetan kamu kesana
tolongin dia!”
Pinta wanita tua itu pada Indri yang tampak khawatir.
Indri lalu bergegas pergi ke rumahnya yang tidak terlalu jauh dari rumah
Farida, begitu ia sampai di depan pintu tampak dua orang yang tadi disebutkan
Farida tengah mengobrak-abrik seisi rumahnya, mereka melemparkan semua
perabotan itu ke luar sementara Fira tampak duduk tertelungkup sambil terus
menangis.
“pergi
dari sini!!!!”
teriak Indri sambil berusaha mengusir mereka keluar,
tapi kedua orang itu malah mendorongnya ke lantai, dan meneruskan
kebrutalannya.
“sebenarnya
apa yang kalian cari? kami tidak punya apa-apa!!!”
Tanya Indri sambil kembali bangkit.
“wanita
jalang ini sudah membawa pergi uang kami!”
Jawab salah seorang dari mereka sambil menarik lengan
Fira yang terus saja menangis kesakitan.
“memang
berapa yang dia ambil?”
Tanya Indri yang kesal dengan tingkah laku kakak
perempuannya itu.
“5
juta! Ayo cepat katakan dimana kamu menyembunyikannya?!”
Sentak pria itu pada Fira.
“aku
nggak tahu...sumpah bukan aku yang mengambilnya...aku nggak tahu
apa-apa..”
Sanggahnya sambil tak berhenti menangis.
“dasar
pembohong! Jelas-jelas kami melihatmu membawa pergi uang itu!”
Teriaknya sambil berusaha menampar Fira, tapi
tamparannya itu malah mendarat di pipi Indri yang berusaha menghalanginya.
“hentikan!
Kalau dia bilang tidak ada, berarti uang itu memang tidak ada!”
Bela Indri pada kakak perempuannya itu.
“kalian
kakak beradik sama saja!”
sentak pria itu yang kemudian ikut memukulinya sampai
jatuh tersungkur di lantai. Indri tak bisa melawan kedua Pria itu, mereka terlalu kuat untuk dihadapinya sendiri. Akhirnya
beberapa pukulan mendarat di pelipis, pipi, dan juga matanya, yang bisa ia
lakukan hanya berusaha menghindar tapi kedua orang itu malah mendorongnya
kebelakang hingga punggungnya membentur salah satu ujung meja. sakit..Indri tak
bisa bangkit, Ia terus mengerang kesakitan.
“apa
yang sedang kalian lakukan?!!”
Tiba-tiba Arya datang sambil membawa sekantong penuh
makanan, ia tampak begitu terkejut ketika melihat Indri dan seorang wanita
disebelahnya tampak kesakitan. Dengan segera ia berlari menghampiri mereka berdua.
“kamu
siapa?!!!”
Tanya pria yang tadi memukuli Indri padanya. Tapi Arya
tak menjawab ia hanya sibuk membantu kedua wanita itu berdiri.
“kalian
tidak apa-apa?”
Tanyanya Pada Indri yang hanya mengangguk saat ia
berusaha membangunkannya.
“woi!
Ayo jawab!”
Sentak pria itu sambil menendangnya.
“sebaiknya kita bicarakan baik-baik, ada masalah apa?”
Tanya Arya pada kedua pria itu.
“pelacur
itu sudah membawa semua uang kami!”
Jelasnya kasar sambil menunjuk ke arah Fira.
“sebaiknya
jaga ucapanmu itu, berapa yang dia ambil?”
Tanyanya lagi sambil mengeluarkan dompet dari saku
celananya.
“ 7
juta!”
Jawab si pria itu sambil terus memperhatikan isi
dompet Arya.
“dia
bohong, aku Cuma ambil 5 juta!”
Sanggah Fira keras, pria itu tampak kesal. ia berusaha
menendang wanita itu dengan kakinya lagi, tapi keburu dicegah Arya yang sibuk
menuliskan sesuatu di cheknya.
“itu
cukup! Sebaiknya kalian jangan ganggu mereka lagi, atau saya akan
panggil polisi
kesini!”
Ancamnya sambil menyodorkan chek pada kedua pria itu,
tanpa basa-basi keduanya langsung pergi meninggalkan mereka setelah menerima
chek dari Arya.
“luka
kalian kelihatannya parah, sebaiknya kita obati dulu..”
Jelas Arya sambil membantu Fira berdiri, wajah
cantiknya terlihat penuh luka lebam. Wanita itu hanya memandangi Arya yang
sibuk menyiapkan obat sambil mengerang kesakitan.
begitu tahu keadaannya sudah aman, Farida dan Dion pun
segera datang kesana untuk membantu Indri membereskan barang-barang yang
berserakan diluar.
“kalau
boleh tahu kamu ini siapa ya?”
Tanya Fira pada pria yang tengah mengobati luka di
wajahnya.
“nama
saya Arya..”
“kamu
siapanya Indri?”
Tanyanya penasaran.
“saya
dokter yang merawat Dion waktu di rumah sakit..”
Jelas Arya sambil tersenyum ramah.
“Ooo...kalau
begitu kenalkan saya Safira, kakaknya Indri..”
Ujarnya sambil mengulurkan tangan mulusnya. kalau dilihat
penampilan Indri dan kakaknya sangat jauh berbeda. Wanita ini tampak begitu
seksi dengan rok mini dan pakaian minim yang sedikit memperlihatkan belahan
dadanya, juga make up tebal di wajahnya yang sudah rusak karena menangis.
sementara Indri, ia terlihat polos tanpa satupun
riasan menempel di wajahnya, pakaian yang ia kenakan juga sangat biasa hanya
celana jeans dan sebuah kaos yang hampir tak menunjukan lekuk tubuhnya.
“nah,
sudah selesai...saya keluar sebentar!”
Pamit Arya yang
tak balas menjabat tangan wanita itu, kemudian berjalan keluar rumah.
Sambil
bersandar di depan pintu ia terus memperhatikan Indri, farida, dan gadis
kecilnya Dion yang tampak sibuk mengumpulkan semua barang yang beserakan di luar
rumah mereka. Kasihan. Pasti. Itu adalah perasaan pertamanya saat melihat
ketiga wanita itu.
* * *
Sekitar pukul 10.00
malam akhirnya rumah Indri sudah kembali rapih, kedua kakak beradik itu
terlihat begitu kelelahan setelah membereskan semua barang-barang yang ada di dalam
rumah, mereka kemudian duduk di ruang tengah sambil menunggu Farida yang sedang
sibuk menyiapkan makan malam di dapur, sementara Arya pergi ke kamar sambil
mengendong Dion yang sudah mulai tertidur dipangkuannya.
“akh...cape
banget!”
Gumam Fira tanpa perasaan bersalah. Indri hanya diam
sambil menatapnya sinis.
“kalian
sudah makan?”
Tanya Arya yang baru saja keluar dari dalam kamar.
“belum..”
Jawab wanita disamping Indri itu manja.
“kebetulan
saya tadi bawa makanan kalian makan saja dulu..”
Suguh Arya sembari menyodorkan sekantong makanan yang
sengaja di bawanya tadi, dan tanpa basa-basi Fira langsung mengambil beberapa
roti di dalam kantung tersebut kemudian memakannya dengan sangat lahap.
“kenapa kamu tidak makan?”
Tanya Arya yang melihat Indri tak bergeming
sedikitpun, yang ia lakukan hanya menatap kakak perempuannya itu dengan
perasaan yang masih sangat kesal.
“aku
nggak lapar..”
Jawabnya dingin sambil memalingkan wajahnya.
“sudahlah,
sifatnya memang seperti itu, kamu nggak usah khawatir..”
Jelas Fira yang terus sibuk memakan makanannya. Tapi tiba-tiba
Indri langsung memukuli punggung kakaknya sambil berteriak.
“kamu itu benar-benar menyebalkan!!!semua ini salahmu!
Tapi kenapa kamu
bisa berkata
seperti itu?!”
Sentaknya yang tak berhenti memukuli wanita itu.
“ahk...sakit!! apa yang kamu lakukan!”
Teriak Fira balas menyentaknya.
“apa kamu tidak punya rasa bersalah sedikitpun,huh?”
“iya-iya!aku memang salah! aku minta maaf!”
Jawabnya sambil tak berhenti makan.
“kamu benar-benar keterlaluan!!”
Sambil menangis Indri berjalan keluar, kemudian duduk di
sebuah bangku dekat teras rumah Farida. Ia menangis sendiri sambil meratapi
nasibnya. Rasanya sakit, mengetahui keluarganya tak ada satupun yang benar, kadang sering terbersit dipikirannya untuk menyerah seperti
ibunya tapi ia terlalu takut untuk mati. Ia benar-benar merasa tak berguna.
“ternyata
kamu ada disini?”
Panggil seseorang dari belakang. Indri menengoknya
sebentar kemudian kembali pada lamunannya.
“ngapain
kamu kesini?”
“aku
hanya mau memastikan keadaanmu, itu
saja”
Jawabnya ringan sambil duduk di samping Indri dan
menyiapkan beberapa obat luka.
“kemari..”
Pintanya pada Indri untuk menghadapkan wajahnya.
“nggak
perlu!”
Bentak gadis itu sambil menyingkirkan tangan Arya dari pundaknya.
“jangan
membantah, aku hanya ingin mengobati lukamu!”
Dengan terampil Arya mengobati beberapa luka lebam di
bawah mata, dagu dan pelipisnya.
“bagaimana
seorang wanita seperti kamu bisa membiarkan orang lain memukuli
wajahnya sampai
seperti ini?seharusnya kamu membalas mereka dengan
tenaga supermu
itu!”
celotehnya sambil membersihkan darah yang keluar dari
hidung Indri.
“mereka
terlalu kuat, aku sendirian mana bisa melawannya!”
Jawab Indri kesal.
“lagipula
aku bukan orang kaya yang bisa menyelesaikan semua masalah
dengan uang..”
Sindirnya pada Arya, kemudian menundukan kepalanya.
“lagi-lagi
aku merepotkanmu, aku memang tidak berguna..”
Gumamnya pelan sambil terisak-isak.
“sudah...jangan
menangis!”
Sentak Arya.
“jangan membuatku ingin memelukmu..”
Gumamnya pelan pada Indri.
saat pria itu berkata demikian Indri hanya menatapnya
dengan tatapan tak mengerti.
“Jangan
berpikir macam-macam!itu karena aku kasian sama kamu!”
Jawabnya sedikit salah tingkah.
“kemari,
biar aku obati luka di punggungmu!”
sambil membuka sedikit kaos yang dikenakan Indri,
sontak saja Indri langsung menepis tangannya itu.
“apa
yang mau kamu lakukan!”
Sentak Indri yang terkejut, begitu tangan Arya
menyentuh bagian belakang tubuhnya.
“jangan
salah faham! aku hanya ingin mengobati punggungmu! Tadi aku lihat
membentur ujung
meja!”
“nggak usah, aku bisa obati sendiri!!”
Tolak Indri sambil berjalan pulang.
“jangan
malu seperti itu, aku sudah terbiasa melihat tubuh orang lain saat
operasi,
lagipula kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kakakmu,
dia itu seksi
sekali!”
Indri tak menghiraukan gurauannya, ia terus saja
berjalan dengan perasaan dongkol. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan,
pikirnya dalam hati. Sementara Arya hanya tersenyum begitu melihat Indri
menjauh darinya sambil terus menggerutu sendiri. Sembari berjalan di belakang
Indri, Arya mulai tersenyum sendiri lagi, ia tak tahu apa yang sudah membuatnya
begitu. Tapi, ia mulai merasa ada rasa lain selain rasa kasian, ia mulai
menyayangi mereka.
* * *
“muka
kamu kenapa Ndri?”
Tanya Ririn yang melihat wajah temannya itu penuh
dengan luka.
“nggak
apa-apa kok!”
“nggak
apa-apa gimana? Muka kamu itu udah kayak orang dikeroyok warga
sekampung tahu nggak?”
Indri hanya menghela nafas.
“sebaiknya
kamu cerita aja, nggak baik mendam masalah sendiri?”
Nasehat Ririn sambil menepuk punggung temannya itu.
“ahkk...”
Teriak Indri kesakitan, begitu tangan Ririn menyentuh
punggungnya.
“kamu
kenapa?”
“nggak
apa-apa..”
Jawabnya sambil menahan rasa sakit.
“jangan
bohong!”
Bentak temannya itu sambil membuka sedikit pakaian
yang dikenakan Indri. Ia tampak terkejut begitu melihat luka lebam yang sangat
besar di punggung Indri, luka lebam itu sudah tampak membiru.
“Indri,
Ini?”
“sudahlah,
ini bukan apa-apa!”
Ujar Indri coba mengalihkan pembicaraan. sambil
merapihkan lagi pakaiannya ia melanjutkan pekerjaannya membersihkan piring.
Tiba-tiba Ririn memeluk temannya itu dari belakang sambil menangis.
“kamu
pasti sangat menderita..”
Gumamnya pelan ketelinga Indri. Hening. keduanya hanya
menangis di dalam ruangan sempit itu.
* * *
“sudah kuduga, kamu pasti datang lagi!”
Sapa Arya seperti biasa begitu melihat Indri berdiri
di depan rumahnya lagi.
“jangan
berdiri saja disitu, ayo masuk!”
Ajaknya sambil menarik lengan gadis itu masuk kedalam
rumah lalu mempersilahkannya duduk di sofa.
“mau
minum apa?kopi, teh, atau jus?”
“kamu
kenapa?”
Tanya Indri yang mulai merasa curiga dengan sikap Arya
yang tiba-tiba baik padanya.
“memang
aku kenapa? Kamu belum jawab pertanyaanku, mau minum apa?”
Ia balik bertanya sambil tersenyum.
“terserah
kamu saja..”
“kalau
begitu tunggu sebentar, biar aku ambilkan jus untuk kita..”
Pria itu langsung pergi ke dapur, dan tak lama
kemudian kembali lagi dengan dua gelas jus di tangannya.
“ayo,
silahkan diminum!”
Suguhnya sambil terus memperhatikan Indri yang tengah
meminum jusnya.
“kamu
membuatku takut!”
“kenapa?”
“nggak
biasanya kamu bersikap baik seperti ini?”
“aku
memang selalu baik pada siapapun, kamu saja yang tidak tahu?”
Indri hanya tersenyum sinis.
“bagaimana
lukamu?”
“udah
mendingan, terima kasih karena sudah mengobatiku waktu itu..”
“sama-sama,
anggap saja itu balas budi karena kamu juga pernah merawatku
dulu...”
Jawabnya sambil terus tersenyum.
“berhenti
tersenyum terus padaku, kamu membuatku benar-benar takut!”
Sentak Indri sambil memalingkan wajahnnya.
“ok..ok..maaf!
minggu depan ada waktu tidak?”
Tanya Arya yang kembali tersenyum.
“memang
ada apa?”
“kalau
ada waktu, temani aku ke satu tempat!”
“kemana?”
Tanya Indri penasaran.
“nanti
juga kamu tahu sendiri!Bisa tidak?!”
Sentaknya tiba-tiba sedikit kesal.
“perginya
pagi atau malam?”
“terserah
kamu..acaranya dari pagi sampai malam..”
“minggu
aku kerja pagi, jam 2 baru pulang..”
“ok!kalau
begitu aku jemput kamu di tempat kerja..”
“terserah..”
Jawab Indri malas. Hening. setelah pembicaraan itu
mereka hanya diam saja.
“kamu
ini wanita macam apa?”
Ledek Arya tiba-tiba sambil menatapnya sinis.
“maksud
kamu apa?kenapa tiba-tiba ngomong kayak gitu?!”
“ini
sudah jam 9 malam, kamu masih betah diam di rumah seorang pria lajang?”
Ujar Arya sambil tersenyum nakal.
“sudah
sana pulang!”
Usirnya kemudian sambil mengacungkan kakinya keatas.
Indri hanya menatap Pria itu dengan penuh kekesalan sambil berjalan keluar.
Sikapnya sulit ditebak, kadang menjengkelkan
seperti sekarang tapi kadang ia juga sangat baik. Benar-benar orang yang
memusingkan.
* * *
Hari minggunya.
Pagi-pagi sekali sekitar jam 6 Indri sudah standby di
restoran. Setelah mengganti pakaiannya dengan seragam kerja, Indri memulai
pekerjaanya dengan membersihkan ruang dapur, mencuci beberapa piring, dan juga
merapihkan meja pelanggan semua dikerjakannya sendirian. Entah kenapa hari itu
ia sangat bersemangat, sambil mendengarkan musik yang ada di handphonenya Indri
terus Asyik mengepel lantai kamar mandi yang mulai tampak mengkilat.
“pegal
sekali!”
Gumamnya pelan sambil meregangkan otot punggungnya,
tapi begitu ia baru meregangkannya sedikit, punggungnya malah mulai terasa
sakit.
“ahk~~”
Teriaknya kesakitan, sambil berusaha menyentuh bagian
yang terasa sakit itu. ia lalu mengangkat sedikit pakaiannya dan melihat
kondisi punggungnya di cermin, tampak luka lebam akibat membentur ujung meja saat
kejadian waktu itu makin memburuk ada sedikit darah yang terlihat mengumpal
didalamnya. Rasanya benar-benar sakit apalagi luka itu belum pernah diobati
sekalipun. Setelah merapihkan kembali pakaiannya Indri terus melanjutkan
pekerjaan yang sedari tadi ia geluti sambil menahan rasa sakit yang tidak cepat
hilang.
“kamu tahu, hari ini pak Danu nggak masuk loch..”
“kenapa?”
“dia sama Istrinya pergi ke lampung, katanya sih ada
acara keluarga! Asyik hari
ini kita bebas!”
Gumam Ririn yang terlihat sangat senang dengan hal
itu.
“kamu ini?memang sampai kapan mereka tinggal disana?”
“ada yang bilang sih mereka baru pulang Rabu depan!”
“terus kita gimana donk?”
“hari ini kita kerja kayak biasanya, tapi mulai besok
sampai rabu depan kita
libur!”
Teriaknya kegirangan.
“gaji
berkurang, kamu malah senang?”
“yey...nggak
apa-apa kali jarang-jarang kan kita libur panjang?”
“ya
terserah kamu saja lah..”
Jawabnya sambil ikut tertawa.
“Indri,
apa itu dihidungmu?”
Tanya Ririn yang mulai terlihat khawatir begitu
melihat hidung temannya itu mengeluarkan darah.
“hidung
kamu berdarah?”
Ujarnya sambil mengambil beberapa tissu lalu memberikannya
pada Indri.
“kamu
lagi sakit?”
Tanyanya lagi.
“ngomongnya
satu-satu donk! Aku kan jadi pusing mau jawab yang mana
dulu?”
Jawab Indri yang tak berhenti tertawa sambil
membersihkan darah di hidungnya dengan tissu.
“kamu
ini, Aku itu khawatir!!”
Bentak Ririn.
“ini
kan cuma mimisan biasa!”
“iya
kalau cuma sekali, kamu itu udah sering mimisan minggu ini aja aku lihat
udah dua kali
hidung kamu berdarah?”
“seharusnya kamu nggak perlu khawatir seperti
ini,kalau kamu sudah tahu aku
sering
mimisan?”
“justru karena sering, aku jadi khawatir..Indri!!!”
Ujarnya kesal.
“sebaiknya
kamu periksa ke rumah sakit!”
“iya..nanti
aku kesana!”
“oh
iya Ndri!nanti anak-anak mau pada piknik ke puncak, ntar ikut ya?”
“ngapain?”
“jalan-jalan
aja..ikut ya?”
Pintanya memelas.
“nginep
nggak?”
“ada
kemungkinan nginep sih, tapi nginep sekali-kali nggak apa-apa donk!mau
ya?”
Tiba-tiba Indri teringat dengan perkataan Istri Danu
saat acara tahun baru di puncak, mungkin memang ada bagusnya untuk tidak terlalu
serius dalam menjalani kehidupan, dan tak ada salahnya memberi kesempatan untuk
diri sendiri bersenang-senang.
“lihat
ntar aja ya?”
Jawabnya singkat sambil kembali mengerjakan
pekerjaanya.
* * *
Ia terlalu sibuk bekerja sampai tak ingat dengan janji
yang sudah disepakatinya minggu lalu di rumah Arya. Pria itu terus menunggu
Indri di luar restoran, ia menunggu sampai Indri selesai bekerja. Sudah hampir
jam setengah empat sore tapi Arya belum melihatnya keluar dari restoran. Akhirnya
dengan perasaan sedikit kesal ia mencoba menghubungi gadis itu.
“hallo?”
“apa
kamu sudah lupa janji kita?!”
Teriaknya begitu kasar di telepon.
“kamu
itu kenapa? Baru juga terima telepon langsung marah-marah!”
Bentak Indri tak mau kalah.
“aku
sudah hampir dua jam nunggu kamu disini! Ayo cepat keluar!”
“disini
dimana?”
“di
tempat parkir restoran kamu!cepat!”
Suruhnya yang sudah kepalang kesal.
“iya..iya!”
Dengan segera Indri berlari keluar restoran, tampak
Arya yang sudah tak sabar menunggunya tengah bersandar disamping pintu mobil
sambil mengerutkan dahinya.
“ngapain
kamu kesini?”
Tanyanya polos yang benar-benar tak ingat dengan
janjinya.
“apa
kamu sudah selesai bekerja?”
“sedikit
lagi, kita lagi beres-beres..”
“Sebaiknya
kamu cepat sedikit! Kita sudah sangat terlambat!”
“memangnya
ada apa?”
“kamu
benar-benar lupa?!”
“maaf..tapi
aku emang nggak inget hari ini ada apa?”
“hari
ini kamu harus temani aku ke satu tempat! Kamu sudah menyetujuinya
minggu lalu!”
“oh..itu? aku baru ingat! Kamu tunggu sebentar lagi
aku mau ambil tas di
dalam!”
Ujarnya sambil bergegas masuk ke dalam resotoran lagi,
ia lalu kembali ke loker kerjanya menganti pakaian dan mengambil tasnya segera.
Tapi saat ia hendak keluar tiba-tiba Ririn mencegat jalannya.
“eits...kamu
mau kemana?”
Tanyanya sambil
menahan lengan Indri.
“aku
pulang duluan ya? Dah!”
“tunggu!
Memangnya kamu mau kemana?!kita kan belum selesai?”
“aku
mesti pergi, kamu selesaiin kerjaanku nggak apa-apakan?”
Pintanya sambil memelas.
“emangnya ada apa? Oo..itu bukannya
dokter yang waktu itu?mau apa dia
kesini?”
Tanyanya lagi dengan sedikit perasaan curiga sambil
melihat keluar jendela.
“nanti aku ceritain, sekarang aku lagi buru-buru!”
Jawabnya sambil melepaskan tangan Ririn, dan bergegas
pergi.
“Indri!!”
Panggil Ririn pada temannya itu, ia benar-benar
curiga. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan temannya itu darinya.
“apa
mungkin itu pacarnya?”
Tanya Ririn dalam hati sambil terus melihat punggung
Indri yang semakin menjauh dari tempatnya berdiri.
“hosh..hosh..”
“maaf sudah membuatmu nunggu!kita pergi sekarang?”
Tanyanya sambil terengah-engah.
“ayo
cepat naik!”
Ujar Arya sambil membukakan pintu depan mobilnya,
Indri bergegas naik dan memasang sabuk pengamannya.
“Kita
mau pergi kemana?”
Tanyanya lagi pada Pria itu.
“nanti
juga kamu tahu sendiri!”
Jawabnya sambil menghidupkan mesin mobil dan langsung meninggalkan
tempat itu, mereka terus melaju dengan
Honda CR-V silver milik Arya menuju daerah bekasi.
“kenapa
kita lewat jalan tol?”
tanya Indri
yang mulai panik begitu mereka semakin jauh meninggalkan kota.
“apa
kamu bawa baju ganti?”
“baju
apa?”
Tanya Indri sambil melirik pria disebelahnya, yang
tampak tak seperti biasa. pakaian yang dikenakan Arya saat itu begitu rapih
dengan Stelan jas warna hitam yang sangat pas dengan bentuk tubuhnya
“apa
kamu bawa baju lain selain yang kamu kenakan itu?”
Indri hanya menggelengkan kepalanya.
““huft...sudah
kuduga!”
Gumamnya pelan sembari terus melajukan kendaraannya.
“kamu
kan nggak nyuruh aku bawa baju ganti!”
“ya
sudah!kalau begitu sebaiknya kita carikan pakaian buatmu dulu!”
“memangnya
kita mau kemana?”
Arya tak menjawab pertanyaan yang terus diulang-ulang
itu, ia hanya melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Dan setelah
keluar dari jalan tol mereka berhenti disebuah butik pakaian Formal, tempat
yang sangat besar dengan berbagai gaun yang cantik, juga sepatu dan aksesoris
yang sudah lama tak pernah Indri kenakan.
“bisa
tolong pilihkan gaun untuk dia?”
pintanya pada salah seorang pelayan di butik itu,
sambil menyuruh Indri segera mengepas pakaian yang akan ia kenakan nanti.
“bagaimana
kalau yang ini?”
Saran pelayan tersebut sambil menyodorkan sebuah gaun
sederhana berwarna krem dengan kiasan tali pita gold kecil melingkar di bagian
pinggangnya.
“terserah kalian saja, Sebaiknya cepat sedikit, kami
sudah tidak punya banyak
waktu lagi!”
dengan segera pelayan itu membantu Indri berpakaian.
Arya terus menunggu sambil memperhatikan jam tangannya yang sudah menunjuk
pukul enam sore, Ia terlihat sangat gelisah dan terburu-buru sampai tak
menyadari kalau Indri sudah berada di sampingnya.
“kita
pergi sekarang?”
Tanya Indri yang sudah siap dengan gaun krem dan
sepatu stelleto yang ia kenakan, meskipun wajahnya tampak polos tanpa riasan
tapi ia tetap terlihat cantik saat itu, dengan rambut hitam sebahu yang ia
biarkan tergerai begitu saja.
“i – iya..”
Jawab Pria itu yang terlihat takjub dengan penampilan
gadis di hadapannya.
“kamu
tunggu di mobil, aku ke kasa dulu!”
“ok..”
Dengan segera Indri kembali ke mobil, sambil menunggu
Arya kembali ia melihat penampilannya di kaca spion mobil. seperti cinderlella
pakaian lusuh yang setiap hari ia kenakan berganti gaun malam yang begitu
cantik, malam itu ia tampak berbeda.
Tak lama Arya kembali ke mobil entah kenapa ia jadi
sedikit gugup ketika melihat Indri disampingnya. Dengan tangan yang gemetar ia mulai
menjalankan mobilnya lagi.
“kamu
kelihatan berbeda..”
Gumam Arya pelan pada gadis disampingnya itu, Indri
hanya tersenyum kecil sambil terus memperhatikan jalan, saat itu waktu sudah
menunjukan pukul 07.30 akhirnya mereka sampai di sebuah hotel berbintang,
dengan segera Arya membukakan pintu mobil
lalu mengandeng tangannya Indri, mereka masuk ke satu ruangannya yang
tampak begitu indah dengan background merah marun, lampu-lampu antik dan berbagai macam bunga
disepanjang jalannya, sungguh terlihat mewah, disana begitu ramai ada banyak
orang yang berpakaian sama seperti mereka.
“ini
acara apa?”
Tanya Indri begitu penasaraan.
“ini
acara pernikahan kakakku!”
Jawabnya sambil terus mengandeng tangan Indri.
“
tapi kenapa banyak artis disini?”
Tanyanya lagi yang melihat beberapa artis ternama juga
hadir di acara itu.
“dia
seorang sutradara, sebaiknya kita langsung temui mereka saja!”
Ajaknya sambil menarik lengan Indri, tapi tiba-tiba
seorang Pria tampan yang tak asing lagi menyapa mereka berdua di tengah jalan.
“kamu
Indri kan?”
Sapanya sambil tersenyum pada wanita di belakang Arya.
“mas
Dudi?”
“iya..wah
ternyata kamu cantik juga kalau berpakaian seperti ini?”
Pujinya sambil terus memperhatikan Pramusaji yang
sering mengantarkan makanan untuknya di lokasi syuting.
“terima
kasih, bagaimana filmnya?”
“bulan
depan baru di tayangkan, do’akan semoga filmnya sukses ya?”
“iya..”
Mereka berdua kemudian tersenyum satu sama lain.
“tapi ngomong-ngomong kenapa kamu bisa kesini?”
“itu..saya diajak teman!”
Jawab Indri sembari melirik pria disampingnya yang
terlihat kesal dengan obrolan akrab mereka.
“Oo..kalau begitu saya permisi dulu!”
Pamitnya sambil terus tersenyum pada Indri. Aktor
tampan itu akhirnya meninggalkan Pramusaji yang baru dikenalnya saat ia sedang
syuting di salah satu restoran, Indri hanya tersenyum sambil melambaikan tangan
ketika aktor tersebut meninggalkan mereka berdua sementara Arya hanya tersenyum
sinis sambil sedikit meledeknya.
“bagaimana
kamu bisa kenal dengan orang itu?”
Tanya Arya sinis begitu sosoknya sudah tak nampak lagi.
“dia
pernah syuting di restoran kami, orangnya baik sekali..ramah lagi!”
Ujar Indri dengan perasaan senang karena aktor itu
masih mengingatnya.
“ayo
cepat!”
Tarik Arya kasar pada gadis itu, mereka kemudian pergi
ke pelaminan yang tak jauh dari tempatnya berdiri untuk mengucapkan selamat
pada kedua pengantin yang terlihat serasi, si wanita mengenakan gaun pengantin
berwarna putih dengan hiasan mute dan permata yang memenuhi hampir seluruh
bagian lehernya, rambutnya yang kecoklatan tertata rapih kebelakang, riasan di
wajahnya juga makin menampakan kecantikannya, ia bak putri hari itu begitu
cantik sampai semua mata hanya tertuju padanya. Sementara si lelaki mengenakan
jas putih yang dihiasi sedikit permata di bagian kerah juga lengan bajunya,
gagah dan sangat percaya diri. mereka satu pasangan yang di takdirkan tuhan
dengan begitu indahnya.
“selamat
ya!”
Sapa Arya sambil menjabat tangan si mempelai pria
kemudian memeluknya.
“sama-
sama!kenapa sangat terlambat?aku kira kamu tidak akan datang?”
“mana
mungkin aku tidak datang ke acara pernikahan saudaraku satu-
satunya?”
Candanya sambil sedikit melirik pengantin wanita.
“Vina,
selamat ya..”
“makasih..”
Jawabnya pelan sambil membalas jabat tangan Arya.
“dia
siapa? Wajahnya seperti tidak asing lagi?”
Tanya Radit sembari memperhatikan Indri.
“Ooo..aku
hampir lupa, kenalkan ini Indri!”
Ujar Arya sambil mengenalkannya pada mereka berdua.
“selamat
ya!”
“terima
kasih!”
Jawab Vina pada wanita itu, sementara Radit terus saja
sibuk mengingat sesuatu.
“Ooo..saya
ingat sekarang! Kamu pramusaji itu kan?”
“iya..”
“wah..kamu
terlihat berbeda dengan pakaian itu! sangat cantik!”
Ujarnya sambil tersenyum ramah.
“pramusaji?”
Tanya Vina yang tak mengerti dengan ucapan suaminya.
“iya..kami
bertemu di lokasi syuting, dia pramusaji di salah satu restoran yang aku
jadikan tempat
syuting film terbaruku itu!”
“Ooo..”
Indri hanya tersenyum, mendengar pembicaraan mereka.
“tapi
ngomong-ngomong kenapa kalian bisa saling kenal?”
Tanya Radit sedikit penasaran.
“itu..”
“kami
tidak sengaja bertemu saat malam tahun
baru!”
Belum mulai Indri berbicara Arya langsung memotongnya
begitu saja, kemudian tiba-tiba merangkul pundak Indri.
“apa
yang kamu lakukan!”
Sentak Indri pelan ke telinga Arya sembari mencoba melepaskan
tangan pria itu dari pundaknya.
“kalian
berdua pacaran?”
Tanya Radit yang melihat saudaranya tiba-tiba merangkul Indri dengan mesranya.
“tidak!”
“iya”
Jawab keduanya bersamaan, Indri hanya menatap pria itu
sinis sambil terus berusaha menyingkirkan tangannya. Sementara si pria hanya
terus tersenyum dan terus mencoba memanas-manasi mantan pacar yang sekarang
sudah jadi kakak iparnya.
“saya
jadi nggak ngerti? mana yang benar?”
“itu..”
Ujar Indri berusaha menjelaskannya, tapi..
“Indri
ini orangnya pemalu, jadi kadang suka tidak mau
mengakuinya...hehehe..sayang,mereka
ini kan saudaraku, jadi tidak apa-apa
kalau kita beri
tahu yang sebenarnya..”
Potong Arya lagi sambil sedikit membelai pipi Indri,
apa yang dilakukan Arya saat itu benar-benar bodoh. Karena tanpa dikatakanpun
sudah terlihat jelas kalau apa yang dilakukannya saat itu hanya untuk membuat
mantan kekasihnya itu cemburu.
“kalau
begitu kami permisi dulu..”
Pamit Arya kemudian pada keduanya, Indri hanya bisa
diam ia sadar bahwa ternyata dirinya sedang dimanfaatkan, entah kenapa ia
merasa sedih dengan perlakuan pria di sampingnya itu.
“apa kamu merasa kalau Arya masih marah?”
Tanya Vina pada suaminya itu dengan mimik wajah
bersalah.
“aku
pikir juga begitu, tapi sudahlah..ini memang sudah jadi resiko kita!”
“aku
hanya kasihan dengan perempuan di sampingnya tadi..”
Gumam Vina pelan, sambil terus memperhatikan kedua
orang tadi yang berjalan menunju stand makanan.
“kamu
mau makan apa?”
Tanya Arya pada gadis di sampingnya itu sambil
memilihkan beberapa makanan.
“brengsek!!”
Gumam Indri sambil menundukan kepalanya.
Arya tahu gadis itu pasti akan marah dengan apa yang
sudah ia perbuat padanya, tapi mau bagaimana lagi ia tidak bisa menahan
kemarahan dan kecemburuannya tiap kali melihat Radit dan mantan pacarnya itu
sangat bahagia. rasa sakit itu terus muncul. rasa sakit yang membuatnya sampai
tidak bisa bernafas.
“kamu
mau makan apa?”
Tanyanya lagi dengan suara parau tanpa menghiraukan perkataan
Indri.
“apa
kamu tuli? Bagaiman aku bisa makan setelah kejadian tadi!”
Sentaknya pada Pria yang terus saja tak mau memandang
kearahnya, Arya hanya sibuk mengambil beberapa makanan.
“disini
ada pie strawberry, kamu mesti coba..”
Ujarnya sembari memberikan sepotong kue.
“aku nggak suka pie strawberry!!”
Jawabnya kesal sembari menepis piring kue yang di
berikan Arya hingga berhamburan di lantai.
“bisa kita pergi dari sini?”
Tanya Pria itu dengan suara yang makin parau.
“sebenarnya
kamu itu kenapa?”
Tanya Indri yang tak mengerti dengan sikap Arya.
tapi tiba-tiba pria itu langsung menarik lengannya, dan
bergegas keluar dari sana. Arya tampak kacau, sambil terus mengenggam lengan
Indri kuat-kuat ia berusaha untuk menahan rasa sakit yang sepertinya hampir mau
meledak keluar.
“sebaiknya kamu minum dulu!”
Suguh Indri sambil menyodorkan sebotol minuman cola,
yang baru dibelinya beberapa saat sebelum mereka sampai diatas sebuah roof
garden di hotel itu.
“sebenarnya
ada apa?”
Tanya Indri penasaran,
tapi Arya tak menjawab ia hanya meminum colanya.
“yah sudah kalau kamu tidak mau cerita..”
Gumam Indri pelan sambil memakan beberapa roti yang tadi
ia beli juga, kebetulan perutnya mulai terasa lapar, Sambil melahap makanannya
Indri menemani pria itu, Mereka berdua duduk disana sambil terus memperhatikan
suasana kota bekasi pada malam hari.
“sampai kapan kamu akan terus bungkam seperti ini?
Harusnya kan aku yang
marah?
Bukannya kamu!”
Gumam Indri pelan. Tapi seperti waktu itu mereka
berdua hanya duduk tanpa membicarakan sesuatu. Hening. Tak ada yang terjadi. Setelah
menghabiskan dua potong roti Indri kembali melirik orang disebelahnya yang
terus saja diam. Ekspresi yang sama seperti saat di rumahnya dulu.
“aku
bosan terus bertanya seperti ini, tapi sampai kapan kita akan terus begitu?
aku sudah lelah
juga mengantuk!”
“apa
kamu pernah dicampakan seseorang?”
Tanya Arya tiba-tiba padanya. Tapi Indri hanya
mengerutkan dahinya ia tak mengerti dengan maksud pertanyaannya.
“kamu
tahu? rasanya seperti ada ribuan pisau yang siap dilemparkan kearahmu
oleh orang
yang sangat kamu cintai..”
Jelasnya serius, sembari menatap kedua mata gadis itu
dalam.
“kamu itu ternyata lebay juga ya?”
Jawab Indri ringan sambil tertawa geli.
“kenapa
kamu malah tertawa?”
Tanya Arya yang nampak kesal dengan sikapnya barusan.
“maaf-maaf!
Tapi kalau aku boleh tahu memangnya siapa yang sudah
Mencampakanmu
sampai seperti ini?”
Arya tak menjawab pertanyaan gadis itu.
“apa
orang itu istri kakakmu?!”
“bagaimana
kamu bisa tahu?”
Tanya Arya serius.
“jadi benar?! wah...ternyata aku juga punya jiwa
peramal sepertimu?Padahal
aku Cuma asal
tebak aja loch nggak disangka tebakanku bener juga!”
jawab Indri sambil menirukan apa yang pernah dilakukan
Arya padanya.
“biar aku
tebak lagi, sebelumnya kalian berdua pernah pacaran lama, dan melihat
sikapmu yang seperti ini sudah bisa di
pastikan kalau kamu sangat mencintai
perempuan itu kan? Jangan katakan kalau kamu
juga pernah berusaha
melamarnya?”
tanya Indri sembari menatap pria yang terus
memalingkan wajahnya itu tajam.
“kamu ini
benar-benar pria malang?Dicampakan orang yang paling kamu cintai
hanya karena pria lain, dan yang lebih parah
pria itu kakak kamu sendiri? Kasihan
sekali??”
ujar gadis itu sambil tersenyum simpul. tapi Arya
hanya diam dan mendengarkan semua ocehannya yang memang benar adanya. ia tahu
bahwa gadis itu tengah mempermainkannya sekarang.
“tapi
beruntung sekali mereka bisa menikah, karena menurutku perempuan itu
memang lebih
cocok dengan kakakmu”
“apa kamu sudah selesai?”
Tanya Arya pelan pada gadis itu sambil beranjak dari
duduknya.
“sebaiknya kita pulang sekarang, ini sudah terlalu
malam..aku juga sudah lelah
sekali!”
Ajaknya sambil meninggalkan tempat itu. tapi Indri
malah tak beranjak dari tempat duduknya, ia benar-benar tak mengerti dengan
sikap pria itu.
“kenapa
kamu diam saja? harusnya kamu marah karena aku sudah bicara
seperti itu
padamu?!”
sentak Indri yang benar-benar merasa kesal, tapi Arya
malah menghampirinya lalu menatap Indri dengan mata yang begitu lelah.
“mana
mungkin aku bisa marah padamu?”
Tanyanya pelan sambil memakaikan jas yang tengah
dikenakannya pada gadis itu.
“disini
dingin..cepatlah!”
Ujarnya lesu sambil kembali berjalan meninggalkan
tempat itu, Indri mulai beranjak dari duduknya. Ia terus memperhatikan punggung
Pria yang mulai menjauh darinya. Mereka berjalan menuju lift, disana Indri
terus saja memandangi wajah Arya diam-diam, semakin lekat ia menatapnya semakin
kuat rasa itu muncul di hatinya, perasaan yang begitu hangat tapi sangat
menganggu. sambil terus mengenggam jas yang tengah ia kenakan Indri berusaha
mengendalikan perasaannya itu.
* * *
Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, karena
terlalu lelah mengemudi semalaman, akhirnya mereka berdua malah tertidur di
dalam mobil, Indri masih tampak pulas dengan mengunakan jas dan gaun yang
diberikan Arya padanya tadi malam, sementara pria itu mulai terbangun karena
suara bising kendaraan yang sudah padat berlalu lalang di jalanan itu.
“sudah
pagi, ayo bangun!”
“ng..sebentar
lagi aku masih ngantuk!”
Gumam Indri yang bangun sebentar kemudian melanjutkan
tidurnya.
“kamu
ini perempuan macam apa?ayo bangun!”
Bentak Arya sambil menarik jasnya.
“kamu
itu kenapa sih? selalu berubah!kadang baik kadang menyebalkan seperti
sekarang!
bikin pusing tahu!”
balas Indri yang masih menutup matanya.
“cepat
bangun! Apa kamu tidak kerja hari ini?!”
“aku
libur, rabu depan baru masuk lagi!”
Gumamnya sembari kembali menyandarkan kepalanya ke jok
mobil Arya.
“kamu
pikir aku ini pengasuhmu?Cepat bangun!aku harus pergi ke rumah sakit!”
Bentaknya sambil berusaha membangunkan gadis itu lagi,
tapi Indri langsung menepis tangannya.
“apa
boleh buat, kamu sendiri yang membuatku harus melakukannnya!”
Ancam Arya sembari keluar dari mobil lalu berusaha
menggotong Indri keluar.
“Akh~~~
apa yang kamu lakukan!”
Teriak Indri
yang merasa kesakitan begitu tangan Arya menyentuh punggungnya sambil berusaha
melepaskan diri dari pria itu.
“cepat turunkan aku!”
bentaknya sambil memohon.
“Ok!
Kamu yang minta? lagipula badanmu itu berat sekali!”
Ocehnya sambil menurunkan Indri di trotoar jalan,
Indri hanya mengerutkan dahinya dan mengerutu kecil sambil berusaha bangkit.
“aku
pergi dulu..”
Pamit pria itu sambil kembali ke mobilnya dan langsung
meninggalkan Indri sendirian di pinggir jalan.
“dasar cowok aneh!!! Menyebalkan!!!”
Teriaknya kesal ketika mobil itu berlalu pergi
meninggalkannya begitu saja di jalan. Sambil mengerutu Indri berjalan menyusuri
gang-gang kecil menuju rumahnya.
“dari
mana saja kamu?”
Tanya Fira yang melihat adiknya baru pulang hari itu.
“bukan
urusanmu!”
Jawabnya sinis sambil masuk kedalam rumah.
“kamu
tuh ya? Makin lama makin nggak ada sopan santunnya sama kakak
sendiri!”
“udah
lah! Aku malas berantem sama kamu!”
Ujar Indri yang tampak kelelahan sambil menselonjorkan
kakinya.
“baju
siapa tuh? Bagus banget?”
Tanya Fira yang terus memperhatikan pakaian yang
dikenakan Indri.
“wah
sepatunya juga bagus, merek mahal nih! Buat aku ya?”
“jangan,
itu punya orang!”
“emang
punya siapa? Temen-temen kamu kan sama miskinnnya kayak kita?apa
ini pemberian
dokter itu?”
Tanyanya penasaran sambil mendekati Indri, tapi ia berusaha
menghindar dan tak mau menjawab pertanyaanya itu.
“eits
tunggu! Kamu mau kemana?”
“apaan
lagi sih?”
“apa
dokter itu pacarmu?”
“bukan!udah
ahk...ngapain sih nanya terus?!”
Sanggah Indri
kesal sembari berjalan ke kamarnya.
“padahal
kalau dia pacarmu juga tidak apa-apa? Bagus malah! Bukannya dia
itu orang kaya?Setidaknya
hidup kita nggak akan susah lagi kayak gini! Kalau
kamu beneran
pacaran sama orang itu!Tapi kalau bukan
syukur sekali! aku jadi
ada kesempatan
deketin dia?”
Angan-angan Safira membumbung setinggi langit.
“jangan
mimpi deh! Cowok kayak dia mana mau sama orang kayak kita?
Apalagi kamu!”
Jawab Indri sembari menganti pakaiannya.
“kamu
tuh ya!”
Bentak Fira kesal sambil menjambak rambut adiknya.
“akh~~~
apa-apaan sih!”
Teriak Indri kesakitan sambil berusaha melepaskan
jambakan kakaknya itu.
“menghayal
sedikit itu nggak dilarang! Oh iya...tadi si Farid telepon dia minta kita
datang ke
rumahnya!”
“buat apa orang itu minta kita datang kesana?”
Tanya Indri sambil merapihkan rambutnya yang
berantakan.
“katanya
ada yang perlu di omongin! Lu mau kesana nggak?”
Indri tak menjawab pertanyaan kakak perempuannya itu,
ia hanya sibuk mengumpulkan beberapa pakaian kotornya.
“kalau
gw sih ogah pergi kesana! Asal lu tahu, haram buat gw nginjekin kaki di
rumah orang
itu lagi!”
“aku
juga nggak mau kesana..”
Jawabnya lirih.
Tiba-tiba ia teringat kejadian 3 tahun lalu. ketika
mereka pindah ke rumah yang sekarang di tempati, saat itu yang mereka bawa
hanya beberapa helai pakaian dan perabotan rumah seadanya. dunia seakan neraka
bagi Anita, ia yang tak biasa bekerja sekarang malah harus banting tulang
menghidupi dirinya dan ketiga 3 orang anaknya. Semuanya terasa sangat sulit,
karena tak ada satupun perusahaan yang mau menerimannya bekerja di tempat
mereka. akhirnya mau tak mau ia harus mengerjakan pekerjaan kasar, Mulai dari
jadi buruh cuci, pembantu rumah tangga, pedagang asongan, bahkan menjadi
pemulung semuanya ia lakukan sendiri. Wajah cantiknya yang biasa ia rawat berjam-jam
di salon dan Spa lama-kelamaan tampak lusuh, pakaian mewah dan bermerek miliknya
satu demi satu berpindah tangan ke tukang loak untuk ia tukar dengan uang yang
tak seberapa hanya untuk menutupi hutangnya yang terus menumpuk. Tak cukup
disitu, selain ia harus menerima anak hasil hubungan gelap suaminya, ternyata
anak perempuannya Safira yang begitu ia banggakan, seorang calon sarjana yang
mungkin bisa membantunya kelak malah
mencoreng nama keluarga dengan bekerja sebagai wanita malam. Sebuah pekerjaan
yang semakin menenggelamkan harapannya pada gadis itu.
“maafin
Fira bu? Fira tahu Fira memang salah?”
“aku
tidak pernah mendidikmu untuk jadi manusia bejat seperti itu!”
Bentak Anita sambil memukuli pundak anaknya itu.
“Fira
tahu, tapi Fira nggak tahu mesti gimana lagi hanya dengan itu Fira bisa
dapat uang
untuk membiayai hidup kita bu?”
tangisnya sambil berlutut di kaki ibunya.
“sampai
matipun aku tidak akan pernah mau memakan uang hasil kamu jual
diri!”
“maafin
Fira bu..”
Pintanya sambil terus menangis, Indri yang saat itu
Baru berusia 19 hanya bisa bersembunyi di rumah Farida sambil membawa adiknya
Dion, ia takut kalau-kalau ibunya akan memukuli Dion lagi setelah selesai
memarahi kakaknya.
“sebaiknya
kamu hentikan kelakuan bejatmu itu!besok kita pergi ke rumah
kakakmu Farid!
Biar dia carikan pekerjaan yang lebih baik untukmu juga ibu!”
Ujar Anita pada anak perempuannya yang terus saja
menangis sambil berlutut di kakinya.
Kini harapan satu-satunya tinggal Farid yang tinggal bersama istrinya di
Bandung. Sebenarnya Anita enggan untuk menemui anak sulungnya itu apalagi
hubungan mereka jadi jauh semenjak Farid menikah dengan Ine menantu miskin yang
sering dicecarnya dulu, tapi ia juga tak tahu harus minta tolong pada siapa
lagi, hidupnya semakin sulit dan tak ada seorangpun yang bisa ia andalkan.
Pagi-pagi buta Anita juga Safira sudah bersiap pergi
ke Bandung untuk menemui Farid dengan uang hasil pinjaman dari rentenir. Sambil
berdo’a dan berharap kalau anaknya itu bisa menolongnya mereka pergi meninggalkan Indri dan Dion di
rumah hari itu.
* * *
“Dokter Arya..!”
Panggil seorang laki-laki padanya, di lorong rumah
sakit. Perlahan Arya menghampiri orang tersebut sambil memperhatikannya
betul-betul, wajah yang tak asing, pria itu berdiri sambil mengenakan jas putih
dan kemeja hijau dengan senyum dan kacamata khasnya.
“dokter
Farid?”
Sapanya yang masih tampak ragu.
“apa
kabar?”
balas Pria itu sambil menjabat tangan Arya.
“baik,
dokter sendiri apa kabar?”
“saya
baik!”
“Terakhir kali
kita ketemu waktu dokter masih praktek di Bandung kan?”
“betul,
tapi sekarang saya sudah bertugas di rumah sakit ini! tidak disangka bisa
bertemu lagi denganmu
disini!”
“saya
juga? Bagaimana kabar bu Ine?”
“dia
baik..terima kasih waktu itu sudah membantu acara syukuran anak kami!”
“sama-sama,
saya juga sering merepotkan dokter waktu masih di Bandung!
sekarang umur Nino
sudah berapa tahun?”
“hampir
tiga tahun”
“Wah pasti sedang lucu-lucunya?”
“iya..kapan nih kamu menyusul?”
“maksud dokter?”
“kalau sudah ada jodohnya jangan di tunda-tunda,
menikah itu baik
hukumnya!”
“bisa saja..”
Jawab Arya sambil tersipu.
“ kapan-kapan
mampir ke rumah ya? Saya kenalkan dengan ayah saya!”
“maksud dokter
beliau sudah di temukan?”
“alhamdulillah kami
tidak sengaja bertemu saat saya sedang berada di bogor!”
“syukurlah,
saya pasti datang!”
“ kalau begitu saya permisi dulu, soalnya masih ada
praktek!”
Pamit Farid pada Juniornya saat ia masih praktek di
Bandung, dari dulu mereka sudah berkawan baik bahkan ketika Arya di Bandung ia
sering menginap di rumah seniornya itu, Pribadinya yang sangat ramah, baik dan
bertanggung jawab terhadap keluarga, menjadi panutan yang baik baginya. diusianya
yang tak jauh berbeda dengan Arya, Farid sudah mempunyai seorang Istri dan satu
orang putra yang sangat ia sayangi. Selain itu sudah hampir 6 tahun ini dia
sibuk mencari keberadaan ayahnya yang sempat minggat dari rumah karena masalah
keluarga, bahkan saat Arya masih tinggal di Bandung ia juga ikut membantu
mencari keberadaan ayahnya itu.
“ni
mas kopinya..”
Suguh Ine pada suami dan juga ayah mertuanya.
“gimana
Rid? Ada balasan tidak dari adekmu?”
“belum
yah..mungkin mereka masih marah..”
Jawabnya sambil meneguk minumannya.
“ini
semua memang salah saya..seharusnya saya tidak bicara seperti itu waktu
ibu datang ke
rumah!”
sesal Ine sambil merengut.
“semuanya
sudah terjadi nggak ada untungnya kamu ungkit-ungkit sekarang?”
“tapi
saya selalu merasa bersalah sama mereka mas, apalagi sama ibu?”
Ujarnya yang kemudian terisak-isak.
“jangan
seperti itu, semuanya salah saya!
Keadaannya tidak akan seperti ini jika
waktu itu saya
tidak pergi dari rumah!
“sudahlah, kalian berdua jangan seperti ini! Kita
semua memang bersalah..”
Lerai Farid menghentikan keluhan keduanya. Mereka hanya
menghela nafas panjang. ketiganya terdampar pada perasaan berdosa yang teramat
dalam. Dosa yang bahkan tak berani mereka ampuni pada dirinya sendiri.
* * *
24 Maret 2009.
Saat itu musim di Indonesia sudah mulai tak jelas.
Dengan mengunakan bus Anita dan Safira pergi ke Bandung untuk menemui anak
sulungnya Farid seorang dokter di salah satu rumah sakit ternama disana, selain
menjadi dokter Farid juga termasuk daftar pegawai negeri sipil. Farid pergi merantau ke Bandung dengan
seorang istri yang baru 5 bulan nikahinya, namanya Ine seorang customer service
di salah satu perusahan makanan bayi, wanita itu berasal dari keluarga yang
sederhana itu sebabnya Anita tak menyetujui pernikahan mereka, ia tak suka jika
menantunya adalah seorang dari kasta rendah jauh di bawahnya jadi setelah
keduanya menikah Anita meminta Farid keluar dari rumah. Sikapnya sangat buruk
terhadap keduanya ia bahkan berharap kalau anak sulung dan menantunya itu tidak
akan pernah datang lagi ke rumahnya.
Tapi tak disangka hari itu mau tak mau ia harus datang menemui mereka
untuk meminta pertolongan, bagaimanapun ia itu ibunya tidak mungkin Farid akan
membiarkannya terjerat dalam kesusahan seperti saat ini, pikir wanita tua itu
sambil terus memandang keluar jendela bus.
“tok...tok..tok!”
sekitar pukul 10.00 akhirnya Anita dan Safira tiba di
depan rumah Farid, rumah yang cukup besar dengan sebuah halaman dan gazebo di
samping rumahnya, tampak sebuah mobil suzuki terrano hitam terparkir rapih di
bagasi rumah. Anaknya sudah sangat mapan ia tak menyangka jika Farid akan
sebegitu sukses tanpa sedikitpun harta darinya.
“ibu?”
Sapa pria itu yang tak percaya begitu melihat Anita
ada di depan rumahnya.
“Farid..”
Jawab Anita yang tak kuat menahan tangis, pakaiannya
lusuh dan tampak kumal dengan kedua tanganya yang tak sehalus dulu Anita
membelai wajah anaknya itu.
“ayo..masuk
bu!”
Ajak Farid pada ibu dan adiknya, mereka berjalan
menuju ruang tamu, tampak beberapa foto Farid dan istrinya Ine terpajang disana
keduanya terlihat begitu bahagia dengan keluarga kecil mereka.
“Ine
kemari! ada ibu!”
Panggil Farid pada Istrinya yang tampak sibuk memasak
di dapur, wanita itu bergegas menghampiri suaminya dengan perasaan yang tak
percaya atas apa yang baru ia dengar. Ibu mertuanya yang begitu membenci mereka
dan berkata tidak ingin melihat wajahnya lagi malah sengaja datang ke rumahnya
hari itu.
“iya mas..”
Jawabnya begitu sampai di ruang tamu, ia sangat
terkejut ketika Ibu mertua yang ia kenal begitu angkuh tiba-tiba memeluknya
sembari menangis lirih, wanita tua itu datang dengan pakaian yang bahkan lebih
kumal dari kain lap yang sedang ia pegang.
“jangan
seperti ini bu..”
Gumam Ine pelan sambil melepaskan pelukan wanita itu.
“sebaiknya
kita duduk dulu..tolong bikinin minum buat ibu sama Fira..”
Ujar Farid sembari mempersilahkan keduanya duduk, Ine
yang masih tampak bingung langsung kembali ke dapur untuk membawakan minuman
dan juga makanan bagi keduanya.
“bagaimana
ibu bisa tahu kalau Farid tinggal disini?”
“fira
yang cari tahu kak..”
Jawab adiknya itu yang tak terlihat sama saat terakhir
kali mereka bertemu.
“Rid,
ibu kesini mau minta tolong sama kamu! Kamu mau nolongin ibu kan?”
Tanya Anita sambil mengenggam kedua tangan anaknya itu.
“minta
tolong apa?”
“perusahaan
kita sudah bangkrut, semua harta kita disita sama pihak bank, ibu
sudah tidak punya apa-apa, kamu bisa lihat
sendiri keadaan ibu!”
“bangkrut?”
“kita di tipu sama rekanan bisnis ayah, semua asset
perusahaan dibawa lari
sama tua
bangka itu!”
Jelas Fira kesal.
“ayahmu
juga pergi dari rumah, sekarang ibu,Fira sama Indri tinggal di kontrakan
kecil dekat
rumah bi Farida..”
“ayah
pergi? kenapa?”
“mana
ibu tahu! Dia sendiri yang memutuskan untuk meninggalkan kami!”
Bentaknya sembari menangis pilu.
“asal
kakak tahu ya? Ayah ternyata punya simpanan lain!sekarang anak hasil
hubungan
gelapnya sama perempuan itu tinggal di rumah kita!”
Farid tampak terkejut mendengar hal itu, ia tak dapat
mengatakan apa-apa.
“karena
itu, ibu mohon sama kamu! Kamu mau kan tolongin ibu? tolong biarkan
kami tinggal
bersama kamu juga Ine..ibu mohon!”
Pinta Anita sambil berlutut di kaki anak sulungnya
itu, dan..
“Prakkkkk.....”
Suara keras itu tiba-tiba terdengar dari arah dapur, mereka
semua yang berada di ruang tamu langsung terkejut begitu mendengarnya, sementara
Farid langsung bergegas menghampiri istrinya yang tengah berada disana. Saat ia
sampai sudah tampak pecahan-pecahan piring berserakan disana, Ine berusaha
membersihkannya dengan tangan yang gemetaran, ia begitu terkejut mendengar
permintaan ibu mertuanya itu.
“ada
apa?”
Tanya Farid yang mulai membantu Istrinya mengambil
beberapa pecahan piring, tapi Ine tak menjawab pertanyaannya, matanya tampak
kosong, entah apa yang dipikirkannya saat itu.
“sayang??”
“nggak
ada apa-apa mas..”
Jawabnya kemudian.
“Kenapa
tanganmu gemetar seperti ini?Ada apa?”
Tanya Farid khawatir, sementara kedua tangan istrinya
terus gemetar seperti baru melihat hantu.
“mas,
apa kamu mau ijinin ibu tinggal disini?”
Tanya Ine lirih.
“apa
boleh?”
Ine hanya menangis tanpa mau menjawab pertanyaan
suaminya itu.
“aku
tahu kamu pasti keberatan, tapi apa kamu
tega lihat keadaannya yang
seperti itu?
biar bagaimanapun dia itu ibuku..”
“aku
bukan orang sekejam itu..”
Bela Ine sambil menatap sinis suaminya tanpa berhenti
menangis.
“semuanya
terserah kamu saja mas, saya tidak akan memaksa..tapi biar
bagaimanapun
saya ini manusia biasa, hati saya masih sakit kalau ingat
perlakuan ibu waktu
itu..”
Ujarnya lirih sambil menghapus airmata yang terus saja
keluar.
“lebih
baik saya tinggal di rumah orang tua saya, biar ibu bisa tinggal disini..”
“maksud
kamu apa?”
“mas
tahu maksud saya..”
Jawabnya semakin lirih.
“kenapa
kamu memberi saya pilihan yang begitu sulit?”
Sentak Farid pelan pada Istri yang begitu dicintainya,
ia tak mungkin membiarkannya pergi dari rumah apalagi saat itu Ine tengah
mengandung anak pertama mereka. Tapi ia juga tak tega membiarkan ibunya, orang
yang sudah berjasa mengurus dan membesarkannya selama ini hidup terlunta-lunta.
Bingung. Tak tahu harus berbuat apa.
“apa
tidak ada pilihan yang lain?”
Tanyanya lagi, tapi wanita itu hanya menggelengkan
kepalanya. Sambil menunduk Farid kembali ke ruang tamu, menghampiri ibu dan
adiknya yang sudah lama menunggunya kembali.
“ada
apa?”
Tanya Anita cemas.
“nggak
ada apa-apa bu..”
“gimana?
Apa ibu dan adikmu bisa tinggal disini?”
“itu...”
Jawabnya terbata-bata, Farid benar-benar tak tahu
harus bagaimana menjawab permintaan ibunya itu.
“maafin
Farid bu, tapi..lebih baik ibu tidak
tinggal disini, biar nanti Farid carikan
tempat tinggal
untuk kalian ..”
jawabnya berat sambil tak berani menatap wajah ibunya,
Anita yang mendengar perkataan anak sulungnya itu tampak sangat terpukul.
“maksud
kakak apa?!”
Sentak Fira yang tak percaya dengan omongan yang baru
di dengarnya.
“kamu
itu sombong sekali!Jangan lupa kak, ibu itu yang sudah membesarkan
kita sampai
bisa seperti ini!semua kesuksesan yang kamu raih sekarang itu
berkat ibu
juga!”
“maksud aku bukan itu..”
“apa Ine yang menyuruhmu?”
Tanya Anita sambil menangis.
“bukan...bukan
dia, ini semua kemauan saya sendiri..”
“jangan
bohong! Pasti perempuan itukan yang minta kakak buat nggak nerima
kita? Dia
pasti benci banget sama ibu! Jadi sekarang dia mau balas dendam!”
ujar Fira memperburuk suasana.
“kalau
kamu tidak tahu masalahnya jangan sembarangan bicara!”
Bentak Ine yang mendengar perkataannya itu.
“kalau
bukan karena itu lalu karena apa?kamu itu memang nggak suka sama
ibu kan?dasar
perempuan rendahan!”
Balas Fira tak mau kalah, tapi tiba-tiba sebuah tamparan
mendarat di pipi kirinya.
“plakkkkk!”
“sebaiknya
kamu jaga mulutmu! Dia itu kakak iparmu!”
“Farid!!!
Dia itu adik kamu!!!sudah! kita pergi saja dari sini..”
Lerai Anita sambil beranjak dari tempat duduknya, ia
merasa sudah tak ada gunanya lagi untuk berlama-lama di tempat itu.
“bu
jangan pergi seperti ini, ini semua salah paham..”
Jelas Farid sambil menahan tangan ibunya, tapi Anita
malah menepisnya lalu bergegas pergi meninggalkan rumah itu. rasanya sakit.
Seperti menahan kedua ujung silet yang tajam dengan ibu jari dan jari
telunjuknya yang terus di tekan. Linu. Seperti itu perasaan Anita saat
meninggalkan rumah anak sulung dan menantunya itu, mungkin itu adalah hukum
karma yang harus ia terima atas semua perbuatannya pada mereka. Tapi hukuman
itu terasa sangat berat untuk dijalaninya. Dengan wajah yang begitu lesu
keduanya pulang ke rumah kontrakan mereka tanpa membawa hasil apapun yang ada
hanya rasa penyesalan yang begitu besar.
“gimana
kak?”
Tanya Indri pada kakaknya yag tampak kelelahan sambil
besandar ke tembok, sementara ibunya langsung menuju kamar yang begitu sumpak
dan usang, sebuah kontrakan dengan biaya sewa hanya 350.000/bulan tapi biaya
itu kini terasa sangat berat untuk ia tanggung dengan keadaannya yang seperti
ini. Anita hanya terisak-isak di kamar bututnya itu. ia sudah tak tahan dengan
kemiskinan yang terus mencekiknya sedikit demi sedikit. hidupnya hancur. hingga
akhirnya ia sudah tak sanggup untuk bertahan.
Paginya Indri terbangun dengan suara tangisan Dion
yang begitu keras dari arah kamar Anita. Karena khawatir Indri bergegas
menghampiri kamar ibunya itu, ia takut kalau-kalau Anita memukuli gadis kecil
itu lagi, apalagi tangisannya saat itu begitu nyaring. Tapi begitu ia tiba di
ruangan itu, rasanya sekelilingnya seperti berputar. berputar dengan hebat yang
membuatnya langsung duduk tersungkur, rasanya sulit sekali untuk berdiri. Di
pandanginya Anita yang sudah tak bernyawa dengan seutas tali menjerat lehernya.
Ya..
Indri hanya memandangi ibunya yang sudah tak bernyawa dengan seutas tali
menjerat lehernya.
“hiks...hiks...”
Sesaat keadaan begitu hening ditelinganya, saat itu ia
seakan tak bisa mendengarkan apapun, ia hanya terisak tak percaya. Dadanya
terasa sangat sakit seperti tertekan beban yang teramat sangat berat, ketika
melihat wanita tua itu tergantung lemas dengan seorang anak kecil yang terus
menangis di sudut kamarnya.
“ibu..”
Ia berteriak sekencang-kencangnya, tapi bahkan
suaranya pun tak kedengaran.
Tiba-tiba semuanya menjadi terang, Matanya tampak
basah, dengan nafas yang tersengal-sengal Indri terbangun dari mimpinya tadi,
mimpi yang selalu datang menerornya setiap malam.
* * *
No comments:
Post a Comment