HANYA SATU
Indri masih pulas tertidur saat tiba-tiba handphonenya
berdering, sebuah panggilan dari nomor yang tak ia kenal begitu ia hendak
mengangkat panggilan tersebut panggilan itupun berhenti. Ia tak tahu siapa yang
baru saja memanggilnya, tak lama kemudian sebuah pesan singkat masuk ke
handphonenya.
Dari : 0818029859xx
29/01/2011,
05.00
Hari ini bisa bantu saya
membereskan
Rumah?
Nomor yang baru saja memanggilnya, begitu ia hendak
membalas tiba-tiba datang satu pesan lagi.
Dari :
0818029859xx
29/01/2011,
05.10
Sebaiknya jangan Terlambat!
Indri sedikit kebingungan ia benar-benar lupa akan
janjinya untuk membantu Arya membereskan rumahnya.
Dari :
Indri
29/01/2011,
05.15
Maaf ini dengan siapa ya?
Balasnya singkat, tapi tiba-tiba nomor itu
memanggilnya lagi.
“hallo?”
Sapanya saat ia mengangkat telepon.
“bukannya
kamu sudah janji mau membantu saya membereskan rumah?”
“ini..
dengan siapa?”
“Arya!
apa kamu lupa?!”
Jelasnya kesal.
“oh...maaf
saya benar-benar lupa! lagipula saya nggak tahu kalau ini nomor
kamu?”
“sebaiknya
kamu cepat kemari, saya kerepotan sekali!”
“baiklah,
alamat rumahmu dimana?”
Tanya Indri sembari bergegas pergi ke alamat rumah
yang di tunjukan pria itu. ia terus berjalan menyusuri komplek perumahan yang
ternyata tak terlalu jauh dari tempat kerjanya.
“kenapa aku tidak menyadarinya?”
tapi Begitu sampai di rumah Arya, Indri hanya mematung
di depan pintu gerbang, yang ia lakukan hanya melihat rumah itu dari luar,
rumah yang besar dan begitu indah. Sebuah rumah yang tak terasa asing lagi
untuknya, sebuah rumah yang tak pernah ia masuki lagi sejak kejadian yang
mengubah hidupnya itu.
“kenapa
diam saja? ayo masuk!”
Indri terus memperhatikan sekelilingnya, banyak hal
yang telah berubah disana semenjak kepergiaan mereka.
“yang
lain sudah sedikit saya rapihkan, tapi ada beberapa ruangan yang masih
berantakan!”
Indri tak memperhatikan perkataan Arya, ia terus saja
melihat sekelilingnya.
“Indri!”
Panggil Arya pada gadis itu.
“heuh?”
“ada
apa? Apa ada yang salah?”
“saya
benar-benar tidak percaya dengan rumah ini..”
Gumamnya pelan.
“awalnya
saya juga begitu, rumah ini benar-benar bagus,iya kan?”
“tidak..hanya
saja saya tidak percaya bisa kembali lagi ke rumah ini..”
jawabnya sembari menatap keluar jendela, tiba-tiba
semua kenangan itu kembali lagi, saat dimana ia belum seperti sekarang saat
dimana keluarganya masih utuh, ibu, ayah, kak Farid, kak Fira, dan
dirinya. Setiap sudut di rumah itu
mengingatkannya pada masa-masa bahagia, masa-masa sulit, dan masa-masa pahit
yang menghancurakan hidupnya.
“Indri...!”
Panggil seseorang dari belakang begitu ia hendak
pulang sekolah.
“Ami?
Ada apa?”
“hari
ini kita main yuk!”
“maaf
yah..hari ini aku nggak bisa pergi, tadi ibuku telepon suruh aku cepet-
cepet pulang!”
“memangnya
ada apa?”
“aku juga nggak tahu..”
“yah..gimana donk?”
“besok
aja ya..”
“tapi
kamu yang traktir, gimana?”
Pinta sahabat dekatnya itu.
“iya..aku
pulang dulu ya...dah!”
Pamit Indri
sambil melambaikan tangan, saat itu ia masih kelas 3 SMP wajah cantiknya masih
belum selusuh sekarang, semua yang ia pakai selalu membuat teman-temannya iri.
Ia anak yang begitu bersemangat, ceria dan pandai bergaul semua teman di
kelasnya begitu menyukainya mungkin karena ia sering mentraktir mereka bila
sedang pergi main. Saat itu keadaan ekonomi keluarganya sedang diatas langit
ibunya seorang pewaris tunggal dari keluarga yang sangat kaya, ia mewarisi
begitu banyak saham, deposito dan obligasi di bank.
ayahnya juga seorang pengusaha di bidang properti
meskipun berasal dari keluarga sederhana tapi karena kegigihannya dalam bekerja
ia akhirnya berhasil menjadi direktur utama di satu perusahan propertis
terkemuka di Indonesia.
Kakak pertamanya Farid sudah lulus sekolah kedokteran
di bandung, dan baru 5 bulan yang lalu melangsungkan pernikahannya dengan
wanita bernama Ine seorang customer service di perusahaan makanan bayi. Awalnya
ibu Farid tak menyetujui pernikahan mereka maklum ia sangat menginginkan
menantunya dari kalangan yang berada pula, tapi karena kegigihan Farid yang
terus memaksa untuk menikah akhirnya mau tak mau ia harus merestuinya juga.
Satu lagi kakak perempuannya Safira saat itu ia masih
seorang mahasiswa fakultas ekonomi semester 3 di universitas yang terkemuka,
kakaknya yang satu ini lebih mirip ibunya ia tak suka mengenakan barang-barang
murah semua barang yang ia punya mulai dari mobil, pakaian, sepatu, bahkan
sampai jepit rambutpun merupakan barang
bermerek dengan harga yang sangat fantastis, ia benci jika harus terlihat sama dengan orang lain.
Jum’at sore tak seperti biasanya, supir yang selalu
menjemput Indri ke sekolah tak datang hari itu, ia pulang dengan menggunakan
taksi.
Sesampainya di rumah di depan pintu gerbang sudah
banyak mobil terparkir, beberapa orang sibuk mengangkuti barang-barang yang ada
di dalam rumahnya kedalam sebuah truk.
“ada
apa?”
Indri begitu kebingungan, ia belum tahu apa yang sudah
terjadi pada keluarganya.
“ada
apa,bi? Kenapa semua barang diangkut keluar?”
Tanya Indri pada Farida yang saat itu masih bekerja
sebagai pembantu di keluarganya.
“saya
juga nggak tahu non Indri, tiba-tiba sudah banyak orang!”
“ibu
sama bapak dimana?”
“mereka
ada di ruang tamu non..”
dengan bergegas Indri menghampiri keduanya di ruang
tamu. ayahnya terlihat tengah duduk
sambil tertunduk lesu, yang ia lakukan hanya diam ketika semua orang sibuk
mengosongkan isi rumah mereka.
“sebenarnya
ada apa?”
Tanya Indri pada ayahnya, tapi Pria itu tak menjawab
ia terus saja menggerutu kecil sambil memaki nama seseorang, keadaan disana
semakin membuat gadis itu kebingungan apalagi ketika ia melihat ibunya muncul
dari balik kamar, wanita itu terus menangis dan memohon sambil memeluk sebuah
kotak perhiasan yang hendak dibawa para petugas bank kala itu.
“jangan!
saya mohon jangan ambil perhiasan ini! semua ini peninggalan
almarhumah ibu
saya! saya mohon kalian jangan mengambilnya!!”
“maaf bu tapi kami harus menyita barang ini juga..”
Jawab salah seorang petugas sembari berusaha mengambil
kotak perhiasan itu dari pelukan Anita.
“jangan!!!
Saya mohon..tolong jangan ambil perhiasan ini...”
Teriaknya histeris sambil terus menangis.
“ibu..”
Indri yang tak tega melihat kedaaan ibunya itu
langsung datang sambil membantunya mendorong para petugas tersebut.
“ayolah
bu, jangan seperti ini..”
“jangan!saya
tidak rela kalian mengambil ini semua!!!”
“akh...kalian
benar-benar membuat saya kesal..”
Sentak salah satu petugas sambil mengambil kotak perhiasan itu secara
paksa.
“saya
mohon jangan mempersulit pekerjaan kami, kalian orang kaya benar-
benar menyusahkan!”
“jangan!!”
Anita terus menangis sambil meratapi perhiasaannya, kemudian
menahan kaki petugas itu dengan kedua tangannya.
“saya
mohon...saya mohon...”
Pintanya sembari memelas, Belum pernah Indri melihat
ibunya seperti itu, wanita yang ia kenal begitu angkuh, menangis dan memohon
pada seseorang hanya demi sekotak perhiasan. Saat itu ia tahu ada sesuatu yang
tak beres dan sesuatu itu pastilah sangat buruk untuknya juga untuk keluarganya.
* * *
Keadaan rumah sudah mulai sepi, orang-orang telah
pergi dengan membawa semua barang di rumah itu, hingga tak ada yang tersisa.
“sebenarnya
ada apa bu? Kenapa mereka membawa semua barang-barang
kita?”
Tanya Indri yang tak berhenti menangis. tapi kedua
orang tuannya hanya diam dan tak mau
menjawab pertanyaannya.
“kenapa
kalian diam saja? jawab aku..”
“sudah
jangan menangis! kamu membuatku pusing!”
Sentak Anita pada anak bungsunya yang terus saja
terisak-isak.
“kenapa
kamu memarahinya?”
“kamu
pikir kenapa aku bisa seperti ini?Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang
buat keadaan
kita jadi seperti ini!”
Sentak wanita itu pada suaminya.
“apa
maksud kamu?”
“kalau
bukan karena kamu menginvestasikan semua harta kita untuk proyek
bodohmu itu
kita tidak akan seperti ini!”
“mana aku tahu, kalau tua bangka itu akan menipuku
seperti ini?”
“alah, kamu saja yang bodoh! bisa tertipu orang
seperti dia, sekarang kamu lihat
aku sudah tidak punya apa-apa? semua hartaku dibawa
pergi! ini semua gara-gara kamu!!”
“apa? Harta kekayaanmu kamu bilang? Jangan lupa ini
semua juga hasil kerja
kerasku!”
“kerja keras? Kerja keras apa! Semua kerja kerasmu itu
tak berarti apapun tanpa
modal dan
saham yang aku berikan!”
kedua orang tuanya mulai tampak saling memaki dan menyalahkan
satu sama lain, Indri yang ketakutan dan tak mengerti harus berbuat apa hanya
bisa diam sambil terus menangis.
“apa
sekarang kamu sudah berani merendahkanku!”
“iya!
Kamu memang laki-laki yang tak berguna!”
Bicara ibunya sudah mulai keterlaluan.
“cukup!! aku sudah muak dengan semua perlakuanmu! kamu
benar-benar
membuatku
tak tahan lagi!”
ujarnya sambil pergi meninggalkan mereka berdua.
“mau
kemana kamu?”
“aku
mau pergi..aku muak dengan semua sikap angkuhmu itu!”
“silahkan,
pergi yang jauh..pergi ke neraka sana!!!”
Teriak Anita begitu histeris Ketika melihat suaminya
itu pergi meninggalkan keduanya, tapi Indri yang terus menangis malah berusaha
mengejar ayahnya.
“jangan
pergi..”
Cegat Indri lirih sambil menahan lengan ayahnya, tapi
pria itu bahkan tak mau melihatnya sama sekali. ia terus saja berjalan
meninggalkan mereka.
Pria itu
mencampakan Indri dan ibunya begitu saja.
“seperti yang
kalian lihat, saya sudah tidak punya uang untuk menggaji kalian,
jadi mulai
sekarang kalian sudah bisa berhenti dari sini.”
Kata-kata itu sungguh berat untuk diucapkannya, hari
itu ibu Indri memecat semua pembantu dan supir yang selama ini mengabdi di
keluarga mereka. Itu adalah malam yang sangat mencekam untuknya, semalam ia tak
bisa tidur. yang ia lakukan hanya terus menangis. semuanya berubah begitu
cepat. Sepi. yang tinggal hanya mereka berdua. Sambil membereskan beberapa baju
dan barang seadanya Indri dan ibunya bersiap untuk meninggalkan rumah itu.
dalam satu malam seisi sekolah sudah tahu bahwa
keluarganya telah jatuh miskin, Indri berjalan ke kelas dengan wajah yang
sangat lusuh kedua matanya bengkak karena terus menangis semua murid di sekolah
memperhatikannya dengan pandangan berbeda.
“Ami!”
Panggil Indri pada sahabat dekatnya itu.
“oh..Indri?”
Sapanya sedikit berbeda.
“apa
semua orang sudah tahu tentangku?”
Ami hanya mengangguk berat.
“yang
sabar ya Ndri..”
“aku
nggak percaya..kenapa semuanya terjadi sama keluargaku?”
Tangis Indri kembali pecah.
“aku juga
nggak percaya, itu benar-benar sulit dipercaya?”
Gumamnya pelan, sembari mengusap-ngusap punggung Indri
yang kembali berurai airmata.
“sekarang
aku nggak tahu harus tinggal dimana?”
“yang
sabar Ndri? Aku juga nggak tahu mesti gimana? Aku Cuma bisa berdo’a
semoga
semuanya cepat membaik!”
“makasih ya mi! kamu memang sahabat terbaikku!”
“iya
sama-sama, aku ke toilet bentar ya?kamu tunggu disini..”
Pamitnya sebentar sambil keluar kelas, sementara Indri
terus saja menangis di dalam kelas sendirian,ia terlalu sedih juga terkejut
atas apa yang menimpa keluarganya. Sepi. Tak ada yang masuk ke kelasnya hingga tangisnya
mulai berhenti. Indri bergegas pergi ke toilet sekolah untuk membasuh mukanya
yang semakin tampak tak karuan. tapi disana Ia mendengarkan beberapa orang
tengah membicarakanya. Sampai akhirnya sebuah hal yang menyakitkan terbuka tepat
di depan matanya sendiri.
“apa itu benar?”
“aku
nggak percaya kalau Indri sekarang jadi orang miskin?”
“itu
memang sulit dipercaya...”
Mereka terdiam sejenak.
“lalu
bagaimana dengan kita? Kita nggak akan pernah makan makanan atau
beli barang
mahal gratisan lagi donk?!”
keluh salah seorang diantara mereka.
“kamu
ini! disaat seperti sekarang masih saja ngomongin makanan!Indri itu baru
aja kena
musibah? Apa kalian nggak kasihan sama dia?!”
Sentak sahabatnya Ami yang ikut berbincang dengan
mereka.
“terus
kita mesti gimana?”
“iya,
kita mesti gimana?”
“apa
boleh buat? Indri kita yang tersayang sudah nggak berguna lagi..
jadi kita mesti
cari orang lain?”
ujar Ami dingin sambil memainkan rambutnya.
“aku denger ayahnya Livia baru diangkat jadi bupati..”
“gimana kalau Agnes dia kan lumayan tajir juga?”
Mereka terus sibuk membicarakan orang yang bisa
mengantikan Indri untuk mereka manfaatkan. hari itu ia sadar bahwa sahabat
sejati tidak pernah ada.
Lama kelamaan Keadaan mulai berubah, semua teman yang
selalu mengerumuninya sekarang malah mengacuhkannya. tak ada yang
menghiraukannya sama sekali, Ia seperti hantu yang tak terlihat. sekolah bagaikan
tempat pengasingan untuknya,tak ada teman. Setiap jam istirahat yang ia lakukan
hanya menyendiri di kelas. Prestasinya pun makin menurun ia sudah tidak pernah
masuk peringkat sepuluh besar di sekolah karena terlalu sibuk membantu ibunya bekerja
sampai ia tak punya waktu untuk belajar.
Indri yang biasanya ceria bahkan tak pernah tersenyum
lagi. hidupnya benar-benar berubah.
* * *
Ia terus melamun sambil menatap keluar jendela, begitu
larut sampai-sampai ia tak menyadari kalau Arya sudah berada di belakangnya.
“hallo??”
Panggil Arya pada gadis itu, tapi ia masih tak
menghiraukannya yang ia lakukankan hanya terus melihat keluar jendela.
“Indri
apa kamu dengar saya?!!”
Panggil Arya keras ke telinganya, sontak saja Indri
langsung terkejut.
“kamu
itu ngelamunin apa? Sampai tidak mendengar kata-kataku?”
Tanyanya sembari menengteng dua kaleng cat di
tangannya.
“ah..maaf
tadi kamu bilang apa?”
“bisa
tolong bantu saya..”
“iya!”
Jawabnya sigap sembari membawakan cat yang tadi di
tenteng Arya, mereka akhirnya mulai bekerja membereskan rumah. Seperti tak mau
rugi Arya benar-benar memanfaatkan gadis itu, pekerjaan pertamanya dimulai dari
mencat pagar depan dan tembok halaman belakang, kemudian memindahkan lemari,
mengangkut barang-barang berat, menyusun koleksi buku-bukunya yang sangat
sangat sangat banyak, memajang lukisan, sampai mencabuti rumput dan membersihkan
semua ruangan. keduanya mengerjakan semua itu dari pagi hingga menjelang senja,
tanpa beristirahat sedikipun, dan begitu semuanya selesai Arya langsung
merebahkan tubuhnya di atas sofa sedangkan Indri duduk di lantai sambil
bersandar ke tembok dan menselonjorkan kedua kakinya.
“akh...rasanya
semua badanku tidak bisa digerakan..”
Keluh Arya sembari mengelap keringatnya yang begitu
banyak.
“aku
haus, boleh minta minum?”
“tentu
kamu ambil saja di kulkas..”
Indri bergegas pergi ke arah dapur, kemudian kembali
ke ruang tamu sambil membawa dua botol air mineral.
“nih..”
Suguhnya pada Arya sembari melemparkan botol air
mineral itu padanya.
“terima
kasih!”
Dan tanpa aba-aba terlebih dahulu Indri langsung
menghabiskan satu botol air mineral itu dalam sekali tegukan.
“kamu
benar-benar kehausan?”
“itu
karena aku sangat lelah!”
Jawabnya terengah-engah.
“tapi
kamu benar-benar wanita perkasa, bagaimana kamu bisa memindahkan
lemari sebesar
itu sendirian?”
tunjuk Arya pada sebuah lemari yang sudah tertata
rapih.
“itu
pujian atau ledekan?”
Tanya Indri sambil menepuk-nepuk bahunya yang terasa
sangat pegal.
“bisa
di bilang itu sebuah pujian! Kamu hebat sekali!”
Ujarnya sambil mengangkat dua jempolnya pada Indri.
“kalau
tidak ada yang dikerjakan lagi, saya pamit pulang dulu..”
“kamu
sudah mau pulang?”
Indri hanya menganggukan kepalanya.
“apa
kamu tidak mau makan dulu, biar aku buatkan sesuatu!”
“nggak
usah..yang aku butuhkan hanya Istirahat..”
“kalau
begitu biar aku antar ke depan..”
Ujar Arya sembari mengantarkannya sampai pintu depan.
“apa
perlu aku antar sampai rumah..”
“nggak
perlu, mobilmu nggak mungkin masuk ke gang rumahku..aku pulang
dulu!”
“makasih
ya..”
“hmmm..”
Arya terus memperhatikan wanita itu yang sedikit demi
sedikit pergi menjauh dari rumahnya, entah kenapa ia merasa begitu kasihan
terhadapnya.
Sambil terus menepuk-nepuk bahunya yang masih sangat
terasa pegal Indri kembali ke rumahnya yang sekarang, sebuah rumah yang bahkan
tak lebih besar dari kamarnya dulu, yang menjadi sekat antara ruang satu dengan
ruang yang lain hanyalah sebuah triplek tipis, dapurnya hanya cukup untuk satu
orang dan kamar mandi yang terletak di luar ruangan sehingga ia harus mengantri
untuk pergi ke kamar mandi setiap pagi. seperti itulah tempatnya tinggal
sekarang sangat jauh berbeda dari apa yang ia punya dulu.
“ibu
pasti tidak percaya dengan apa yang baru saja saya lihat..”
Ujarnya sambil menerawang.
“memang
kamu tadi lihat apa?”
“huft..”
Indri hanya menghela nafas lalu bersandar ke tembok.
“saya
melihat masa lalu..”
Gumamnya pelan sambil memejamkan kedua matanya, Farida
yang tak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan gadis itu hanya
memandangi wajahnya yang tampak sangat kelelahan.
* * *
No comments:
Post a Comment