Thursday, April 19, 2012

Cerbung : Hanya Satu #5

HANYA SATU PART 5

HANYA SATU

-->
Indri masih pulas tertidur saat tiba-tiba handphonenya berdering, sebuah panggilan dari nomor yang tak ia kenal begitu ia hendak mengangkat panggilan tersebut panggilan itupun berhenti. Ia tak tahu siapa yang baru saja memanggilnya, tak lama kemudian sebuah pesan singkat masuk ke handphonenya.
Dari : 0818029859xx
29/01/2011, 05.00

Hari ini bisa bantu saya membereskan
Rumah?          

Nomor yang baru saja memanggilnya, begitu ia hendak membalas tiba-tiba datang satu pesan lagi.
Dari : 0818029859xx
29/01/2011, 05.10

Sebaiknya jangan Terlambat!

Indri sedikit kebingungan ia benar-benar lupa akan janjinya untuk membantu Arya membereskan rumahnya.
Dari : Indri
29/01/2011, 05.15

Maaf ini dengan siapa ya?


Balasnya singkat, tapi tiba-tiba nomor itu memanggilnya lagi.
            “hallo?”
Sapanya saat ia mengangkat telepon.
            “bukannya kamu sudah janji mau membantu saya membereskan rumah?”
            “ini.. dengan siapa?”
            “Arya! apa kamu lupa?!”
Jelasnya  kesal.
            “oh...maaf saya benar-benar lupa! lagipula saya nggak tahu kalau ini nomor
  kamu?”
            “sebaiknya kamu cepat kemari, saya kerepotan sekali!”
            “baiklah, alamat rumahmu dimana?”
Tanya Indri sembari bergegas pergi ke alamat rumah yang di tunjukan pria itu. ia terus berjalan menyusuri komplek perumahan yang ternyata tak terlalu jauh dari tempat kerjanya.
“kenapa aku tidak menyadarinya?”
tapi Begitu sampai di rumah Arya, Indri hanya mematung di depan pintu gerbang, yang ia lakukan hanya melihat rumah itu dari luar, rumah yang besar dan begitu indah. Sebuah rumah yang tak terasa asing lagi untuknya, sebuah rumah yang tak pernah ia masuki lagi sejak kejadian yang mengubah hidupnya itu.
            “kenapa diam saja? ayo masuk!”
Indri terus memperhatikan sekelilingnya, banyak hal yang telah berubah disana semenjak kepergiaan mereka.
            “yang lain sudah sedikit saya rapihkan, tapi ada beberapa ruangan yang masih
  berantakan!”
Indri tak memperhatikan perkataan Arya, ia terus saja melihat sekelilingnya.
            “Indri!”
Panggil Arya pada gadis itu.
            “heuh?”
            “ada apa? Apa ada yang salah?”
            “saya benar-benar tidak percaya dengan rumah ini..”
Gumamnya pelan.
            “awalnya saya juga begitu, rumah ini benar-benar bagus,iya kan?”
            “tidak..hanya saja saya tidak percaya bisa kembali lagi ke rumah ini..”
jawabnya sembari menatap keluar jendela, tiba-tiba semua kenangan itu kembali lagi, saat dimana ia belum seperti sekarang saat dimana keluarganya masih utuh, ibu, ayah, kak Farid, kak Fira, dan dirinya.  Setiap sudut di rumah itu mengingatkannya pada masa-masa bahagia, masa-masa sulit, dan masa-masa pahit yang menghancurakan hidupnya.
            “Indri...!”
Panggil seseorang dari belakang begitu ia hendak pulang sekolah.
            “Ami? Ada apa?”
            “hari ini kita main yuk!”
            “maaf yah..hari ini aku nggak bisa pergi, tadi ibuku telepon suruh aku cepet-
  cepet pulang!”
            “memangnya ada apa?”
“aku juga nggak tahu..”
“yah..gimana donk?”
            “besok aja ya..”
            “tapi kamu yang traktir, gimana?”
Pinta sahabat dekatnya itu.
            “iya..aku pulang dulu ya...dah!”
 Pamit Indri sambil melambaikan tangan, saat itu ia masih kelas 3 SMP wajah cantiknya masih belum selusuh sekarang, semua yang ia pakai selalu membuat teman-temannya iri. Ia anak yang begitu bersemangat, ceria dan pandai bergaul semua teman di kelasnya begitu menyukainya mungkin karena ia sering mentraktir mereka bila sedang pergi main. Saat itu keadaan ekonomi keluarganya sedang diatas langit ibunya seorang pewaris tunggal dari keluarga yang sangat kaya, ia mewarisi begitu banyak saham, deposito dan obligasi di bank.
ayahnya juga seorang pengusaha di bidang properti meskipun berasal dari keluarga sederhana tapi karena kegigihannya dalam bekerja ia akhirnya berhasil menjadi direktur utama di satu perusahan propertis terkemuka di Indonesia.
Kakak pertamanya Farid sudah lulus sekolah kedokteran di bandung, dan baru 5 bulan yang lalu melangsungkan pernikahannya dengan wanita bernama Ine seorang customer service di perusahaan makanan bayi. Awalnya ibu Farid tak menyetujui pernikahan mereka maklum ia sangat menginginkan menantunya dari kalangan yang berada pula, tapi karena kegigihan Farid yang terus memaksa untuk menikah akhirnya mau tak mau ia harus merestuinya juga.
Satu lagi kakak perempuannya Safira saat itu ia masih seorang mahasiswa fakultas ekonomi semester 3 di universitas yang terkemuka, kakaknya yang satu ini lebih mirip ibunya ia tak suka mengenakan barang-barang murah semua barang yang ia punya mulai dari mobil, pakaian, sepatu, bahkan sampai jepit rambutpun  merupakan barang bermerek dengan harga yang sangat fantastis, ia benci jika harus  terlihat sama dengan orang lain.
           
Jum’at sore tak seperti biasanya, supir yang selalu menjemput Indri ke sekolah tak datang hari itu, ia pulang dengan menggunakan taksi.
Sesampainya di rumah di depan pintu gerbang sudah banyak mobil terparkir, beberapa orang sibuk mengangkuti barang-barang yang ada di dalam rumahnya kedalam sebuah truk.
            “ada apa?”
Indri begitu kebingungan, ia belum tahu apa yang sudah terjadi pada keluarganya.
            “ada apa,bi? Kenapa semua barang diangkut keluar?”
Tanya Indri pada Farida yang saat itu masih bekerja sebagai pembantu di keluarganya.
            “saya juga nggak tahu non Indri, tiba-tiba sudah banyak orang!”
            “ibu sama bapak dimana?”
            “mereka ada di ruang tamu non..”
dengan bergegas Indri menghampiri keduanya di ruang tamu.  ayahnya terlihat tengah duduk sambil tertunduk lesu, yang ia lakukan hanya diam ketika semua orang sibuk mengosongkan isi rumah mereka.
            “sebenarnya ada apa?”
Tanya Indri pada ayahnya, tapi Pria itu tak menjawab ia terus saja menggerutu kecil sambil memaki nama seseorang, keadaan disana semakin membuat gadis itu kebingungan apalagi ketika ia melihat ibunya muncul dari balik kamar, wanita itu terus menangis dan memohon sambil memeluk sebuah kotak perhiasan yang hendak dibawa para petugas bank kala itu.
            “jangan! saya mohon jangan ambil perhiasan ini! semua ini peninggalan
  almarhumah ibu saya! saya mohon kalian jangan mengambilnya!!”
“maaf bu tapi kami harus menyita barang ini juga..”
Jawab salah seorang petugas sembari berusaha mengambil kotak perhiasan itu dari pelukan Anita.
            “jangan!!! Saya mohon..tolong jangan ambil perhiasan ini...”
Teriaknya histeris sambil terus menangis.
            “ibu..”
Indri yang tak tega melihat kedaaan ibunya itu langsung datang sambil membantunya mendorong para petugas tersebut.
            “ayolah bu, jangan seperti ini..”
            “jangan!saya tidak rela kalian mengambil ini semua!!!”
            “akh...kalian benar-benar membuat saya kesal..”
Sentak salah satu petugas  sambil mengambil kotak perhiasan itu secara paksa.
            “saya mohon jangan mempersulit pekerjaan kami, kalian orang kaya benar-
  benar menyusahkan!”
            “jangan!!”
Anita terus menangis sambil meratapi perhiasaannya, kemudian menahan kaki petugas itu dengan kedua tangannya.
            “saya mohon...saya mohon...”
Pintanya sembari memelas, Belum pernah Indri melihat ibunya seperti itu, wanita yang ia kenal begitu angkuh, menangis dan memohon pada seseorang hanya demi sekotak perhiasan. Saat itu ia tahu ada sesuatu yang tak beres dan sesuatu itu pastilah sangat buruk untuknya juga untuk keluarganya.
                       
*                                               *                                   *

Keadaan rumah sudah mulai sepi, orang-orang telah pergi dengan membawa semua barang di rumah itu, hingga tak ada yang tersisa.
            “sebenarnya ada apa bu? Kenapa mereka membawa semua barang-barang
  kita?”
Tanya Indri yang tak berhenti menangis. tapi kedua orang tuannya hanya diam dan tak  mau menjawab pertanyaannya.      
            “kenapa kalian diam saja? jawab aku..”
            “sudah jangan menangis! kamu membuatku pusing!”
Sentak Anita pada anak bungsunya yang terus saja terisak-isak.
            “kenapa kamu memarahinya?”
            “kamu pikir kenapa aku bisa seperti ini?Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang
  buat keadaan kita jadi seperti ini!”
Sentak wanita itu pada suaminya.
            “apa maksud kamu?”
            “kalau bukan karena kamu menginvestasikan semua harta kita untuk proyek
  bodohmu itu kita tidak akan seperti ini!”
“mana aku tahu, kalau tua bangka itu akan menipuku seperti ini?”
“alah, kamu saja yang bodoh! bisa tertipu orang seperti dia, sekarang kamu lihat
aku sudah tidak punya apa-apa? semua hartaku dibawa pergi! ini semua gara-gara kamu!!”
“apa? Harta kekayaanmu kamu bilang? Jangan lupa ini semua juga hasil kerja
  kerasku!”
“kerja keras? Kerja keras apa! Semua kerja kerasmu itu tak berarti apapun tanpa
  modal dan saham yang aku berikan!”
kedua orang tuanya mulai tampak saling memaki dan menyalahkan satu sama lain, Indri yang ketakutan dan tak mengerti harus berbuat apa hanya bisa diam sambil terus menangis.
            “apa sekarang kamu sudah berani merendahkanku!”
            “iya! Kamu memang laki-laki yang tak berguna!”
Bicara ibunya sudah mulai keterlaluan.
“cukup!! aku sudah muak dengan semua perlakuanmu! kamu benar-benar  
 membuatku tak  tahan lagi!”
ujarnya sambil pergi meninggalkan mereka berdua.
            “mau kemana kamu?”
            “aku mau pergi..aku muak dengan semua sikap angkuhmu itu!”
            “silahkan, pergi yang jauh..pergi ke neraka sana!!!”
Teriak Anita begitu histeris Ketika melihat suaminya itu pergi meninggalkan keduanya, tapi Indri yang terus menangis malah berusaha mengejar ayahnya.
            “jangan pergi..”
Cegat Indri lirih sambil menahan lengan ayahnya, tapi pria itu bahkan tak mau melihatnya sama sekali. ia terus saja berjalan meninggalkan mereka.
 Pria itu mencampakan Indri dan ibunya begitu saja.
 “seperti yang kalian lihat, saya sudah tidak punya uang untuk menggaji kalian,
  jadi mulai sekarang kalian sudah bisa berhenti dari sini.”
Kata-kata itu sungguh berat untuk diucapkannya, hari itu ibu Indri memecat semua pembantu dan supir yang selama ini mengabdi di keluarga mereka. Itu adalah malam yang sangat mencekam untuknya, semalam ia tak bisa tidur. yang ia lakukan hanya terus menangis. semuanya berubah begitu cepat. Sepi. yang tinggal hanya mereka berdua. Sambil membereskan beberapa baju dan barang seadanya Indri dan ibunya bersiap untuk meninggalkan rumah itu.
dalam satu malam seisi sekolah sudah tahu bahwa keluarganya telah jatuh miskin, Indri berjalan ke kelas dengan wajah yang sangat lusuh kedua matanya bengkak karena terus menangis semua murid di sekolah memperhatikannya dengan pandangan berbeda.
            “Ami!”
Panggil Indri pada sahabat dekatnya itu.
            “oh..Indri?”
Sapanya sedikit berbeda.
            “apa semua orang sudah tahu tentangku?”
Ami hanya mengangguk berat.
            “yang sabar ya Ndri..”
            “aku nggak percaya..kenapa semuanya terjadi sama keluargaku?”
Tangis Indri kembali pecah.
            “aku juga nggak percaya, itu benar-benar sulit dipercaya?”
Gumamnya pelan, sembari mengusap-ngusap punggung Indri yang kembali berurai airmata.
            “sekarang aku nggak tahu harus tinggal dimana?”
            “yang sabar Ndri? Aku juga nggak tahu mesti gimana? Aku Cuma bisa berdo’a
  semoga semuanya cepat membaik!”
“makasih ya mi! kamu memang sahabat terbaikku!”
            “iya sama-sama, aku ke toilet bentar ya?kamu tunggu disini..”
Pamitnya sebentar sambil keluar kelas, sementara Indri terus saja menangis di dalam kelas sendirian,ia terlalu sedih juga terkejut atas apa yang menimpa keluarganya. Sepi. Tak ada yang masuk ke kelasnya hingga tangisnya mulai berhenti. Indri bergegas pergi ke toilet sekolah untuk membasuh mukanya yang semakin tampak tak karuan. tapi disana Ia mendengarkan beberapa orang tengah membicarakanya. Sampai akhirnya sebuah hal yang menyakitkan terbuka tepat di depan matanya sendiri.           
“apa itu benar?”
            “aku nggak percaya kalau Indri sekarang jadi orang miskin?”
            “itu memang sulit dipercaya...”
Mereka terdiam sejenak.
            “lalu bagaimana dengan kita? Kita nggak akan pernah makan makanan atau
  beli barang mahal gratisan lagi donk?!”
keluh salah seorang  diantara mereka.
            “kamu ini! disaat seperti sekarang masih saja ngomongin makanan!Indri itu baru
 aja kena musibah? Apa kalian nggak kasihan sama dia?!”
Sentak sahabatnya Ami yang ikut berbincang dengan mereka.
            “terus kita mesti gimana?”
            “iya, kita mesti gimana?”
            “apa boleh buat? Indri kita yang tersayang sudah nggak berguna lagi..
  jadi kita mesti cari orang lain?”
ujar Ami dingin sambil memainkan rambutnya.
“aku denger ayahnya Livia baru diangkat jadi bupati..”
“gimana kalau Agnes dia kan lumayan tajir juga?”
Mereka terus sibuk membicarakan orang yang bisa mengantikan Indri untuk mereka manfaatkan. hari itu ia sadar bahwa sahabat sejati tidak pernah ada.
Lama kelamaan Keadaan mulai berubah, semua teman yang selalu mengerumuninya sekarang malah mengacuhkannya. tak ada yang menghiraukannya sama sekali, Ia seperti hantu yang tak terlihat. sekolah bagaikan tempat pengasingan untuknya,tak ada teman. Setiap jam istirahat yang ia lakukan hanya menyendiri di kelas. Prestasinya pun makin menurun ia sudah tidak pernah masuk peringkat sepuluh besar di sekolah  karena terlalu sibuk membantu ibunya bekerja sampai ia tak punya waktu untuk belajar.
Indri yang biasanya ceria bahkan tak pernah tersenyum lagi. hidupnya benar-benar berubah.

            *                                                           *                                                           *
-->
Ia terus melamun sambil menatap keluar jendela, begitu larut sampai-sampai ia tak menyadari kalau Arya sudah berada di belakangnya.
            “hallo??”
Panggil Arya pada gadis itu, tapi ia masih tak menghiraukannya yang ia lakukankan hanya terus melihat keluar jendela.
            “Indri apa kamu dengar saya?!!”
Panggil Arya keras ke telinganya, sontak saja Indri langsung terkejut.
            “kamu itu ngelamunin apa? Sampai tidak mendengar kata-kataku?”
Tanyanya sembari menengteng dua kaleng cat di tangannya.
            “ah..maaf tadi kamu bilang apa?”
            “bisa tolong bantu saya..”
            “iya!”
Jawabnya sigap sembari membawakan cat yang tadi di tenteng Arya, mereka akhirnya mulai bekerja membereskan rumah. Seperti tak mau rugi Arya benar-benar memanfaatkan gadis itu, pekerjaan pertamanya dimulai dari mencat pagar depan dan tembok halaman belakang, kemudian memindahkan lemari, mengangkut barang-barang berat, menyusun koleksi buku-bukunya yang sangat sangat sangat banyak, memajang lukisan, sampai mencabuti rumput dan membersihkan semua ruangan. keduanya mengerjakan semua itu dari pagi hingga menjelang senja, tanpa beristirahat sedikipun, dan begitu semuanya selesai Arya langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa sedangkan Indri duduk di lantai sambil bersandar ke tembok dan menselonjorkan kedua kakinya.
            “akh...rasanya semua badanku tidak bisa digerakan..”
Keluh Arya sembari mengelap keringatnya yang begitu banyak.
            “aku haus, boleh minta minum?”
            “tentu kamu ambil saja di kulkas..”
Indri bergegas pergi ke arah dapur, kemudian kembali ke ruang tamu sambil membawa dua botol air mineral.
            “nih..”
Suguhnya pada Arya sembari melemparkan botol air mineral itu padanya.
            “terima kasih!”
Dan tanpa aba-aba terlebih dahulu Indri langsung menghabiskan satu botol air mineral itu dalam sekali tegukan.
            “kamu benar-benar kehausan?”
            “itu karena aku sangat lelah!”
Jawabnya terengah-engah.
            “tapi kamu benar-benar wanita perkasa, bagaimana kamu bisa memindahkan
  lemari sebesar itu sendirian?”
tunjuk Arya pada sebuah lemari yang sudah tertata rapih.
            “itu pujian atau ledekan?”
Tanya Indri sambil menepuk-nepuk bahunya yang terasa sangat pegal.
            “bisa di bilang itu sebuah pujian! Kamu hebat sekali!”
Ujarnya sambil mengangkat dua jempolnya pada Indri.
            “kalau tidak ada yang dikerjakan lagi, saya pamit pulang dulu..”
            “kamu sudah mau pulang?”
Indri hanya menganggukan kepalanya.
            “apa kamu tidak mau makan dulu, biar aku buatkan sesuatu!”
            “nggak usah..yang aku butuhkan hanya Istirahat..”
            “kalau begitu biar aku antar ke depan..”
Ujar Arya sembari mengantarkannya sampai pintu depan.
            “apa perlu aku antar sampai rumah..”
            “nggak perlu, mobilmu nggak mungkin masuk ke gang rumahku..aku pulang
 dulu!”
            “makasih ya..”
            “hmmm..”
Arya terus memperhatikan wanita itu yang sedikit demi sedikit pergi menjauh dari rumahnya, entah kenapa ia merasa begitu kasihan terhadapnya.
Sambil terus menepuk-nepuk bahunya yang masih sangat terasa pegal Indri kembali ke rumahnya yang sekarang, sebuah rumah yang bahkan tak lebih besar dari kamarnya dulu, yang menjadi sekat antara ruang satu dengan ruang yang lain hanyalah sebuah triplek tipis, dapurnya hanya cukup untuk satu orang dan kamar mandi yang terletak di luar ruangan sehingga ia harus mengantri untuk pergi ke kamar mandi setiap pagi. seperti itulah tempatnya tinggal sekarang sangat jauh berbeda dari apa yang ia punya dulu.
            “ibu pasti tidak percaya dengan apa yang baru saja saya lihat..”
Ujarnya sambil menerawang.
            “memang kamu tadi lihat apa?”
            “huft..”
Indri hanya menghela nafas lalu bersandar ke tembok.
            “saya melihat masa lalu..”
Gumamnya pelan sambil memejamkan kedua matanya, Farida yang tak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan gadis itu hanya memandangi wajahnya yang tampak sangat kelelahan.

            *                                                           *                                                           *

No comments: