Monday, December 19, 2011

Cerbung : Hanya Satu #4


 
HANYA SATU


Semua barang di kamarnya sudah rapih tinggal satu yang belum ia angkut sebuah bingkai foto yang terpanjang di dinding dengan wajah seseorang yang terus tersenyum padanya dari dulu sampai saat ini. Orang yang tak pernah bisa ia lupakan begitu saja, seseorang yang membuatnya merasa begitu menderita dengan begitu banyak harapan dan kebahagiaan yang pernah diterimanya.
            “kamu sudah siap-siap?”
            “iya bu..semuanya sudah beres tinggal diangkut ke mobil..”
            “kenapa kamu mau pindah sih? kamu nggak mau nemenin ibu di rumah?”
            “bukan begitu..aku hanya ..”
            “ibu tahu!kamu sudah tidak membutuhkan ibu lagi, iyakan?”
celoteh wanita itu sambil terisak-isak.
            “bukan begitu...aku berjanji akan sering datang kesini!”
Jawab Arya sambil memeluk wanita tua itu dari belakang. Kemudian kembali mengemas barang-barang yang akan dibawanya. Dengan mobil Honda CR-V silver miliknya Arya pergi meninggalkan rumah yang sudah hampir 25 tahun di tempatinya menuju rumah yang baru saja ia beli dari seorang kerabat. Sebuah rumah yang sangat besar untuk ditempatinya seorang diri. Rumah dua lantai bergaya modern minimalis dengan dua nihontein di area depan dan belakang.
begitu ia sampai disana, Arya segera menata semua barang yang ia bawa di dalam mobil ke tempatnya masing-masing sendirian hingga larut malam. Tak terkecuali bingkai foto itu.
 rasa lapar dan lelah mulai menghinggapinya. setelah mengunci pintu, Arya pergi keluar rumah  untuk mencari toserba terdekat yang menjual beberapa makanan ringan dan peralatan mandi yang ia butuhkan. Dengan mengenakan jaket dan celana training Arya berjalan sambil menikmati suasana malam di daerah barunya itu.

                        *                                               *                                               *

Malam semakin larut. tapi tenda makan itu masih tampak ramai di datangi pembeli, semua orang termasuk beberapa langganan tetap tampak asyik mengobrol sambil menunggu si pedangan selesai menyiapkan pesanannnya. Sementara si pedangan terlihat begitu kewalahan melayani pembeli yang terus saja berdatangan ke tempatnya.
            “Indri bisa tolong antarkan ini ke sana!”
            “baik!”
Jawabnya sembari mengantarkan beberapa makanan ke meja pembeli. Kemudian kembali sambil membawa piring-piring kotor yang harus segera dicucinya.
            “kenapa kamu kesini? besok kan kamu kerja sebaiknya kamu istirahat bukannya 
  Malahbantuinibu?”
            “nggak apa-apa!aku tahu ibu pasti kewalahan tiap malam minggu seperti ini?”
            “tapi kasian Dion, harus angin-anginan jadinya?”
            “Dion sendiri yang mau kesini..dia juga seneng kok bisa nemenin ibu jualan”
            “kamu ini bisa saja!kalau begitu kamu tolong belikan kertas nasi juga plastik
  ya? Sudah hampir mau habis!”
            “baik...ayo Dion!”
Ajaknya sambil membawa beberapa uang ribuan.
Sambil mengandeng lengan adiknya mereka berhenti di sebuah warung kelontong untuk membeli beberapa kantong plastik dan juga kertas nasi. tapi ketika Indri sedang tanggung berbelanja Dion malah berlari keluar.
            “Dion!! Tunggu!!”
Panggilnya sembari berlari,  ia terus berusaha mengejar dan mencari keberadaan adiknya, tapi begitu ia menemukannya. Orang itu muncul lagi dihadapannya.
            “kamu?!”
Sapa Indri kikuk ketika melihatnya tengah menggendong Dion yang terus saja memeluk bonekanya.
            “Dion ayo sini..”
panggilnya sambil berusaha menggendong anak itu. tapi Dion malah tak mau lepas dari gendongan Arya.
            “jangan seperti itu! ayo sini!”
Panggilnya lagi sedikit memaksa.
“memangnya kalian mau kemana? biar aku antar!”
            “nggak usah, Dion ayo sini!”
Tolaknya sambil berusaha menggendong adiknya lagi, tapi gadis kecil itu tetap saja tidak mau lepas dari Arya.
            “sudahlah, apa salahnya kalau aku mengantar kalian!”
Mau tak mau akhirnya ia membiarkan pria itu mengantarkan mereka  ke tempat Farida.
            “apa yang kalian lakukan malam-malam begini?”
            “aku membantu bu Farida di tempatnya berjualan, kamu sendiri?”
Jawab Indri malas.
            “Oo, aku baru membeli beberapa peralatan mandi! tapi kenapa kamu bawa
              Dion pergi juga?”
            “dia sendiri yang mau ikut?!”
            “kamu pikir saya bodoh, saya tahu kalau Dion tidak pernah berbicara?”
Sanggah Arya sambil terus menggendong gadis kecil itu. Indri tak mengubris perkataannya ia hanya terus berjalan, hingga akhirnya mereka sampai di tenda makan Farida, suasana yang tadi sangat ramai sudah tampak sedikit lengang, hanya ada beberapa pembeli disana.
            “selamat malam, apa kabar bu Farida?”
Sapa Arya begitu ia bertemu wanita tua itu yang tengah sibuk memberikan kembalian pada seorang pelanggan remaja.
            “eh...nak Arya, bagaimana nak Arya bisa sampai kesini?”
Tanyanya sambil kembali sibuk memasak.
“tadi kami berpapasan di jalan, saya baru tahu kalau ibu punya
  tenda makanan seperti ini?”
            “yah beginilah, namanya juga cari makan..”
            “Kebetulan saya sangat lapar! boleh pesan makanan disini kan?”
            “tentu, untuk nak Arya apapun ibu kasih, tunggu sebentar ibu buatkan dulu!”
Sambil menunggu makanannya siap Arya terus mengajak Dion bermain bersamanya, mereka terlihat sangat akrab. Sementara Indri sibuk mencuci beberapa piring kotor di belakang.
            “Indri bisa tolong antarkan ini ke meja nak Arya?”
            “kenapa nggak sama ibu aja?”
Tanyanya sedikit sewot sembari menghampiri wanita tua itu.
            “Ibu masih harus masak pesanan yang lain, memangnya kenapa?”
Indri tak menjawab, dengan berat hati ia mengantarkan satu porsi nasi goreng yang sudah siap ke meja Arya, dan begitu sampai disana ia langsung membanting pelan piring makanan di meja pria itu.
            “dasar wanita kasar!”
Sindir Arya pada Indri sambil merapikan makanan  yang sedikit berhamburan keluar piring.
            “ngomong-ngomong nak Arya tinggal di dekat sini?”
Tanya Farida sambil terus memasak.
            “kenapa ibu bisa tahu? Saya memang baru pindah hari ini, rasanya lelah sekali
   harus membereskan semua barang-barang di rumah sendirian?”
keluhnya sambil menepuk-nepuk pundak yang kelelahan.
            “kalau ibu tahu, ibu mau bantu nak Arya beres-beres rumah, gratis!”
Tawarnya sambil tersenyum.
“benarkah? Kalau begitu saya tidak akan sungkan, kebetulan rumah saya masih
  sedikit berantakan!”
jawab Arya sedikit bergurau. mereka berdua tertawa, bahkan Dion yang terus sibuk bermain dengan bonekanya ikut tersenyum mendengar perkataan Arya itu, hanya Indri saja yang terus menggerutu di belakang sambil membereskan beberapa piring.
            “nak Arya bisa saja..Indri ayo kemari kamu harus kenalan sama nak Arya!”
Indri tak mengubris perkataan Farida ia terus saja sibuk membereskan piring yang sudah tampak rapih.
            “sudahlah bu, wainta galak seperti dia, tidak mungkin mengerti?”
Sindir Arya lagi yang melihat Indri terus menggerutu sendiri.
            “saya nggak ada urusan sama kamu! Lagipula aku benar-benar penasaran
  apa alasanmu sampai pura-pura bersikap baik seperti ini pada kami?”
Balas Indri ketus.
            “itu tidak penting? Karena wanita egois seperti kamu mana tahu! mana yang
  pura-pura dan mana yang bukan?!”
Jawabnya datar sambil terus melahap nasi goreng yang hampir habis.
            “apa maksud kamu?!”
            “masa kamu tidak mengerti maksud saya? Kamu itu wanita egois yang hanya
  memikirkan diri sendiri!”
jelas Arya sambil terus memperoloknya.
“asal kamu tahu, saya bukan orang seperti itu!”
Sanggah Indri dengan nada tinggi, tampaknya pembicaraan mereka sudah mulai serius.
“benarkah? Kalau begitu mana mungkin kamu membiarkan keluargamu sekarat
hanya karena kamu tidak mau terbebani dengan biaya yang harus kamu bayar?”
“cukup!! Jangan bicara lagi..”
Ancam Indri sambil menahan amarahnya.
            “kenapa? Kamu marah? Kamu marah karena kamu tahu semua yang saya
  katakan itu benar..iya kan?”
            “kamu nggak punya hak untuk menilaiku seperti itu!!!”
Sentak Indri sambil menyiramkan segelas air ke wajah Arya, sontak pria itu hanya tertegun.
            “apa yang kamu lakukan?!”
Tiba-tiba Farida balik menyentak Indri sambil berusaha mengeringkan wajah Arya.
            “ibu itu kenapa sih? Dia sudah membuat saya seperti orang jahat, tapi
  kenapa ibu terus saja membelanya?”
tanya Indri yang tak mengerti dengan sikap wanita itu.
            “kamu seharusnya tidak berbuat seperti ini terhadap orang yang sudah
  menolong adikmu!”
            “merawat Dion memang sudah menjadi tugasnya! Dia seorang dokter! Ibu
  terlalu berlebihan memujanya!”
Indri terus berteriak sambil terisak, ia mengepal kuat-kuat tangannya yang mulai gemetar karena menahan amarah.
            “apa membayar semua biaya rumah sakit juga merupakan tugas seorang
  dokter?!”
Tanya Farida yang sudah mulai kesal.
            “bu Farida, saya mohon jangan diteruskan..”
Cegat Arya pada wanita itu.
            “maksud ibu apa?! Apa yang kalian sembunyikan? Jangan bilang,
  jangan bilang kalau orang ini yang sudah membayar semua biaya rumah
  sakit?”
tanya Indri tak percaya sambil menunjuk kearah Arya.
            “Benar! Orang ini, yang baru saja kamu siram wajahnya dengan air yang
  membayar  semua biaya rumah sakit Dion..”
Indri hanya diam begitu mendengar semua perkataan Farida. tak percaya, Itu yang langsung terbersit di benaknya sembari terus memandang sinis Arya.
“bagaimana orang itu yang bisa membayar semua biaya rumah sakit Dion?”
Pikirnya tak mengerti.
saat itu tiba-tiba suasana berubah hening, ia tak tahu harus berbuat apa. Dengan perasaan gusar Indri pergi meninggalkan mereka berdua, malu, marah dan merasa dipermainkan semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Apa yang harus ia lakukan, semua terus membebani pikirannya.
“nak Arya...ibu minta maaf, dia memang seperti itu..”
Arya tak menghiraukan permintaan maaf Farida, ia hanya diam lalu meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apapun.
Semalam keduanya  tak bisa tidur mereka terus memikirkan kejadian di tenda makan, apa ia memang sudah keterlaluan, Pikir masing-masing dalam hati. Sambil merenungkan apa yang sudah dilakukannya.

                        *                                               *                                               *

Pagi-pagi sekali sebelum berangkat kerja Indri sudah berdiri di depan pintu rumah Farida, ia ingin meminta maaf atas apa yang sudah terjadi. Diketuknya pintu rumah itu perlahan. Tapi tidak ada jawaban. Mungkin Farida masih kesal padanya, tapi..
           
“sedang apa kamu disitu?”
Tanya Farida tiba-tiba dibelakangnya sambil membawa seember jemuran.
            “ternyata ibu diluar? Saya pikir ibu masih marah sama saya?”
            “saya memang masih marah sama kamu..”
Jawabnya sambil menjemur beberapa pakaian yang baru dicucinya.
            “saya minta maaf, saya tahu sikap saya kemarin sudah keterlaluan..”
            “bukan ibu yang seharusnya kamu mintai maaf, tapi nak Arya..”
Indri hanya menundukan kepalanya.
            “kamu tahu, saat kamu pergi ibu kesal dan marah sekali sama kamu, tapi dia
  malah terlihat sedih ketika kamu meninggalkannya seperti itu, dia itu tidak
  pernah punya niatan buruk sama kita!”
Kata – kata Farida terus berputar dipikirannya, entah kenapa ia terus mengingat orang itu. sampai – sampai apa yang ia kerjakan hari itu selalu saja salah.
            “ Ndri..ada yang mau ketemu kamu!”
Panggil Ririn pada teman dekatnya yang terus sibuk membereskan Meja.
            “siapa?”
            “kamu lihat sendiri aja orangnya, tuh!”
Tunjuk Ririn pada Pria yang tengah duduk di meja dekat jendela, saat ia melihat orang tersebut Indri malah salah tingkah, ia tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap pra itu setelah apa yang dilakukannya kemarin malam.
            “dari mana kamu tahu saya kerja disini?”
Tanya Indri sembari mendekati meja pria itu.
“bisa kita bicara?”
Mereka pergi keluar dan berhenti di sebuah taman, keduanya duduk di satu bangku yang menghadap jalan raya. Canggung sekali, keduanya tak tahu harus memulai pembicaraan darimana.
            “mau minum?”
Suguh Arya sambil menyodorkan satu kaleng minuman bersoda pada Indri.
“maaf tentang yang kemarin..”
Ujar Indri sedikit terbata-bata.
            “tidak apa-apa, mungkin memang saya yang keterlaluan! tidak seharusnya saya
  bicara seperti itu!” 
Indri hanya menundukan kepalanya saat mendengarkan orang itu berbicara.
            “soal biaya rumah sakit, saya benar-benar berterima kasih! saya akan berusaha
  menyicilnya dari sekarang!”
“masalah itu, kamu tidak usah memikirkannya! saya benar-benar ikhlas
  membantu kalian”
“tapi..tetap saja! saya tidak suka berhutang pada seseorang, lagipula uang 15
  juta itu bukan jumlah yang sedikit?”
jelas Indri sambil terus memutar-mutar kaleng soda yang ia terima dari Arya.
            “itu memang bukan jumlah yang sedikit!”
gumam pria disebelahnya begitu saja sambil meminum minuman yang sedari tadi dipegangnya, Indri meliriknya sinis tapi orang itu hanya tertawa kecil. Tiba-tiba keduanya tersenyum satu sama lain. saat itu rasanya semua beban lepas begitu saja dari pundak mereka. 
            “akh... lega sekali!”
Gumam Indri pelan. 
Lama mereka duduk dibangku taman sembari menghabiskan minuman, keduanya terus memperhatikan jalanan yang begitu ramai dengan kendaraan.
            “kalau begitu saya pergi dulu, terima kasih untuk minumannya?”
Pamit Indri yang beranjak dari tempat duduknya.
            “sama-sama..”
            “oh iya...kalau kamu butuh bantuan untuk membereskan rumah panggil saya
  saja!”
Tawarnya sambil berpamitan, mereka lalu berpisah di taman, Arya segera kembali ke rumah sakit sementara Indri melanjutkan pekerjaannya di restoran.
                       
“yang tadi itu siapa? ganteng banget!!”
Tanya Ririn yang tampak penasaran.
            “maksud kamu orang yang tadi kesini?”
            “memang menurut kamu siapa?”
            “ohh? dia dokter yang merawat Dion waktu di rumah sakit..”
            “dokter? Pantes kelihatannya berwibawa banget..ngapain dia nyariin kamu?”
Tanyanya lagi.
            “hmmm...kemarin ada sedikit masalah!”
“masalah?”
“ tapi sekarang udah beres kok!”
Jawabnya sambil terus membereskan piring dan makanan di meja.
            “masalah apa?”
Ririn terus bertanya.
            “kamu nggak perlu tahu..udah akh! Jangan ganggu aku!”
            “yeh..gitu aja marah? ngomong-ngomong apa dia masih single?”
            “mana aku tahu?!!”
Jawab Indri ketus sambil kembali ke dapur.

Begitu ia selesai bertemu dengan Indri, Arya langsung tancap gas menuju rumah sakit, ia terus tersenyum sendiri sambil mengendarai mobilnya tanpa tahu apa sebab yang membuatnya menjadi seperti itu.
ketika ia sampai di ruang kerjanya sudah ada beberapa surat masuk diatas meja, ia langsung memeriksa surat-surat tersebut, beberapa berisi laporan kesehatan pasien, yang lainnya surat dari bank dan perusahaan asuransi yang menawarkan produk mereka, sambil terus memeriksa satu persatu surat. ia kemudian menemukan sebuah undangan pernikahan. Nama yang ia kenal jelas sampai saat ini, ia hanya menghela nafas panjang begitu selesai membaca isi surat tersebut dipandangnya wajah yang terus tersenyum padanya disebuah bingkai foto. Senyuman yang begitu hangat. Saat itu ia sadar bahwa ia telah kehilangan ekspresi itu, rasa sakit didadanya  kembali lagi.

*                                                      *                                               *

No comments: