Sesuatu yang tak bisa kita lewatkan setiap hari, seperti kebutuhan. bukankah bisa dikatakan sebuah candu? Gian menjadi candu tersendiri bagi Andita, ia tak bisa berhenti. kembali ke kehidupannya tanpa meluangkan waktu untuk berbicara dengan Gian jadi hal yang mustahil untuk Andita. setiap hari Andita selalu teringat semua perkataan Gian. entah berapa sering ia mengecek layar handphonenya hanya untuk membaca ulang obrolan terakhir mereka.
Bayangan wajah Gian yang biasa saja, jadi rajin memenuhi isi kepalanya. senyum Gian yang biasa saja entah kenapa jadi terasa manis untuk diingat-ingat. bila Gian tak membalas pesannya rasa pilu jadi memenuhi hati Andita. rasa cemburu meletup-letup dalam dada Andita kala ia melihat Gian tampak sibuk menghubungi orang lain. Perasaan apa ini?
Ini terlalu cepat untuk dikatakan sebuah cinta. bukan, ini bukan cinta. Andita tak mau mengakui bahwa ia mulai jatuh hati pada anak laki-laki yang tidak punya tujuan hidup itu. mungkin ia hanya kesepian, mungkin juga ia hanya terbawa suasana, atau mungkin tingkat imajinasinya yang terlalu tinggi yang membuatnya berpikir seperti ini. ribuan alasan Andita kemukan untuk menepis perasaannya itu. ia tak mau mengaku.
Andita terlalu takut untuk mengakui perasaannya ini, ia tak mau patah hati, ia tak mau berharap. ia sudah lelah, ia tak mau mengulang kesalahan yang sama terus menerus. menyukai seseorang tanpa mampu memperjuangkannya. sudah cukup. ia tak mau mengalami yang seperti itu lagi. lagipula Gian terlalu berharga untuk ia cintai lalu ia paksa lupakan karena tak mampu memperjuangkannya.
Andita ingin semua tetap sama. tapi tidak ada yang sama, semua sudah berubah. Andita mulai merasa tak tenang ketika ia tahu bahwa Gian harus pergi. Andita mulai mempertanyakan maksud pertemuanya dengan Gian pada Tuhan. skenario macam apa lagi? kenapa Tuhan membuat perasaanya jadi limpung seperti ini pada orang yang akhirnya tetap akan meninggalkannya? Andita dilema.
Tapi tentu saja ia tak mau menunjukan rasa dilemanya, ia tak mau membuat kesan buruk pada Gian. ia tak mau laki-laki itu menjauhinya, ia sudah terlalu kecanduan. jadi dengan berat hati. Andita kembali memendam perasaannya. menciptakan khayalannya sendiri dan pasrah untuk melupakannya kemudian.
Waktu terus berjalan dan Gian akan segera pergi, Andita hanya punya satu kesempatan lagi untuk bisa bicara dengan Gian secara langsung. perjalanan terakhir mereka. ya, di kereta seperti saat pertama kali ia mulai tertarik pada Gian. Andita ingin membuat memori yang indah tentang Gian sebelum ia harus menghapusnya diakhir.
Kebetulan hari dimana Andita dan Gian pergi adalah hari ulang tahun Gian. Andita berniat untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Gian untuk yang pertama dan yang terakhir. Andita menulis ucapan selamat ulang tahunnya itu dalam berbagai bahasa pada secarik kertas kecil berwarna kuning yang akan ia bentuk menjadi origami bintang.
Diantara kertas-kertas itu, ada satu kertas yang Andita tulis berbeda, satu tulisan yang menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. hmm... biar bagaimanapun Andita menyangkal, jauh dalam hati kecilnya Andita tetap ingin agar Gian menyadari perasaannya.
Malam tiba, berulang kali Andita mengecek tulisan-tulisannya itu, berulang kali Andita bertanya pada dirinya sendiri. "apa ia berani? bagaimana cara menyampaikannya? bagaimana jika Gian menyadari tulisannya itu? apa yang harus ia lakukan setelahnya? tertawa? malu? atau pura-pura tidak tahu? Akh..." Andita dilema.
Satu sisi ia sangat bersemangat tentang perjalanan terakhir mereka, satu sisi ia cemas dengan perasaannya sendiri. apalagi tiba-tiba saja Gian jadi sulit untuk dihubungi. "bagaimana kalau Gian tak jadi datang? bagaimana kalau ia pergi sendiri? lalu semua tulisan-tulisannya itu akan jadi sia-sia? apa mungkin ini yang harus terjadi? mungkin ia memang tak ditakdirkan untuk membuat kisahnya tentang Gian berlanjut? atau bagaimana? Andita kembali sibuk dengan prasangkanya sendiri sampai ia tertidur.
Sampai tepat jam 00.00 malam, entah kenapa Andita terbangun. ia melihat balasan pesan dari Gian yang meyakinkan kembali bahwa ia akan pergi dengannya naik kereta besok pagi. segera Andita membalas pesan itu dan berharap agar Gian membacanya begitu ia bangun esok pagi. tapi ternyata Andita tak perlu menunggu sampai pagi, tak lama Gian membalas pesannya. rupanya Gian belum tidur saat itu.
Suatu kebetulankah? tidak itu bukan kebetulan, Andita segera sadar bahwa ia terbangun tepat di hari ulang tahun Gian, mungkin Gian belum tidur karena sibuk membalas pesan-pesan dari teman atau orang terdekat yang memberikan ucapan selamat ulang tahun untuknya.
Andita ingin sekali memberikan ucapan selamatnya saat itu, tapi ia tahan. tak akan menyenangkan jika ia langsung memberikan ucapan selamat saat itu juga, lagipula ia sudah menyiapkan hadiah. biar ucapannya jadi sedikit istimewa. untuknya dan untuk Gian. pikir Andita.
Cerita sebelumnya... Bersambung..
Tapi tentu saja ia tak mau menunjukan rasa dilemanya, ia tak mau membuat kesan buruk pada Gian. ia tak mau laki-laki itu menjauhinya, ia sudah terlalu kecanduan. jadi dengan berat hati. Andita kembali memendam perasaannya. menciptakan khayalannya sendiri dan pasrah untuk melupakannya kemudian.
Waktu terus berjalan dan Gian akan segera pergi, Andita hanya punya satu kesempatan lagi untuk bisa bicara dengan Gian secara langsung. perjalanan terakhir mereka. ya, di kereta seperti saat pertama kali ia mulai tertarik pada Gian. Andita ingin membuat memori yang indah tentang Gian sebelum ia harus menghapusnya diakhir.
Kebetulan hari dimana Andita dan Gian pergi adalah hari ulang tahun Gian. Andita berniat untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun pada Gian untuk yang pertama dan yang terakhir. Andita menulis ucapan selamat ulang tahunnya itu dalam berbagai bahasa pada secarik kertas kecil berwarna kuning yang akan ia bentuk menjadi origami bintang.
Diantara kertas-kertas itu, ada satu kertas yang Andita tulis berbeda, satu tulisan yang menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. hmm... biar bagaimanapun Andita menyangkal, jauh dalam hati kecilnya Andita tetap ingin agar Gian menyadari perasaannya.
Malam tiba, berulang kali Andita mengecek tulisan-tulisannya itu, berulang kali Andita bertanya pada dirinya sendiri. "apa ia berani? bagaimana cara menyampaikannya? bagaimana jika Gian menyadari tulisannya itu? apa yang harus ia lakukan setelahnya? tertawa? malu? atau pura-pura tidak tahu? Akh..." Andita dilema.
Satu sisi ia sangat bersemangat tentang perjalanan terakhir mereka, satu sisi ia cemas dengan perasaannya sendiri. apalagi tiba-tiba saja Gian jadi sulit untuk dihubungi. "bagaimana kalau Gian tak jadi datang? bagaimana kalau ia pergi sendiri? lalu semua tulisan-tulisannya itu akan jadi sia-sia? apa mungkin ini yang harus terjadi? mungkin ia memang tak ditakdirkan untuk membuat kisahnya tentang Gian berlanjut? atau bagaimana? Andita kembali sibuk dengan prasangkanya sendiri sampai ia tertidur.
Sampai tepat jam 00.00 malam, entah kenapa Andita terbangun. ia melihat balasan pesan dari Gian yang meyakinkan kembali bahwa ia akan pergi dengannya naik kereta besok pagi. segera Andita membalas pesan itu dan berharap agar Gian membacanya begitu ia bangun esok pagi. tapi ternyata Andita tak perlu menunggu sampai pagi, tak lama Gian membalas pesannya. rupanya Gian belum tidur saat itu.
Suatu kebetulankah? tidak itu bukan kebetulan, Andita segera sadar bahwa ia terbangun tepat di hari ulang tahun Gian, mungkin Gian belum tidur karena sibuk membalas pesan-pesan dari teman atau orang terdekat yang memberikan ucapan selamat ulang tahun untuknya.
Andita ingin sekali memberikan ucapan selamatnya saat itu, tapi ia tahan. tak akan menyenangkan jika ia langsung memberikan ucapan selamat saat itu juga, lagipula ia sudah menyiapkan hadiah. biar ucapannya jadi sedikit istimewa. untuknya dan untuk Gian. pikir Andita.
Cerita sebelumnya... Bersambung..
No comments:
Post a Comment