Tuesday, December 6, 2011

Cerbung : Diary Diar #3



DIARY DIAR

Ketika cinta menjadi sebuah hal yang menakutkan


Ujar anita yang tampak sedih ketika mendengar pertanyaan itu.
          “maaf tante...saya nggak bermaksud...”
          “nggak apa-apa kok, semenjak ada sophie tante nggak ngerasa sepi lagi..”
Mereka lalu melanjutkan makannya. Setelah selesai makan sophie dan tias bergegas ke kamar sophie. Kamar  yang cukup luas. Disana banyak buku-buku koleksinya.
          “reza nggak pernah kesini?”
          “nggak. Dia jarang banget kesini., tiap ku ajakin selalu nggak bisa”
          “aku boleh tanya sesuatu nggak? Tapi kamu jangan marah ya?”
          “apa? Kok kayak yang serius gitu?”
          “kamu sama reza itu sebenernya pacaran nggak sie?”
Sophie mengkerutkan dahinya. Kemudian tertawa geli..
          “ya ampun tias kenapa kamu bisa mikir kayak gitu? Aku sama reza cuma temen aja!”
          “tapi sikap kalian itu kayak bukan sekedar temen, anak-anak yang lain nyangka kalian itu
 pacaran”
sophie hanya tertawa.
          “aku nggak mungkin pacaran sama reza...lagian sifatnya yang jutek itu bikin aku ilfeel! Udah
           Ahk..itu pertanyaan konyol, aku mau belajar dulu”
ketika Sophie tengah sibuk mengerjakan tugas di meja belajarnya, tias bersandar sambil melihat-lihat buku bacaan yang tertata rapih di rak bukunya. Tanpa sengaja ia menemukan sebuah album photo. Di lihatnya album photo itu satu persatu..sampai ia menemukan sebuah photo keluarga.
          “sophie ini photo ayah kamu??? Ternyata kamu punya saudara?aku pikir kamu anak
 Tunggal,mana cantik lagi!tapi kenapa wajah perempuan yang ada di photo ini nggak mirip sama
 ibu kamu?’’
          “JANGAN!!!!”
Teriaknya sambil merebut album photo itu. Ia gemetaran...wajahnya tampak ketakutan.
          “maaf...aku..”
          “siapa yang suruh kamu buka album ini!”
Bentaknya begitu kasar. Tias terperanjat belum pernah ia melihat sophie semarah itu.
          “maaf aku nggak sengaja...aku pikir...maaf”
Wajahnya penuh penyesalan. Sophie menarik nafas panjang ia berusaha mengontrol emosinya.
          “maaf...aku nggak bermaksud buat marahin kamu...aku Cuma nggak suka ada orang yang
  membuka Barang pribadiku..”
“maafin aku ya..”
Ujar tias sambil memeluk sophie.


  *         *           *           *           *           *           *           *           *           *           *

          “kemarin aku menemuinya..”
Sophie tak merespon pernyataan reza itu. Dan..
          “TUKKK!!”
Akhirnya setelah sekian lama kepalan tangan itu kembali mendarat di kepala sophie. Tapi sophie tetap tak meresponnya.
          “ceritanya marah nie?”
Suara reza memperolok. Sophie hanya meliriknya sinis.
          “padahal aku kangen banget sama kamu”
          “nggak ngaruh!”
Jawabnya ketus.
          “maaf deh...selama ini aku nggak pernah nemenin kamu...sekarang kamu minta apa aja aku
  turutin deh!”
tawar reza pada teman spesialnya yang satu ini.
          “ aku mau ice cream!”
          “oke...satu buah ice cream spesial siap diantar...”
Ujar reza sambil bergegas membelikannya. Tapi tiba-tiba sophie menarik tangannya dan memeluknya erat...
          “maafin aku ya”
Keduanya tersenyum. Dari jauh sepasang mata memperhatikan mereka dengan sangat sinis, penuh kecemburuan dan rasa benci. Sepasang mata itu milik ami. Gadis yang dari dulu menyukai reza. Rasa sakit benar-benar merasuki seluruh hatinya. Cintanya yang tulus pada reza tak pernah di pandang sedikitpun. Cinta yang sudah sangat lama ada dalam hatinya, sejak reza menolongnya dari gangguan kakak dan teman-temanya dulu. Ia menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menahan kesedihannya.
          “Reza!!!”
Panggilnya sambil berlari menghampiri reza...
          “ada apa?”
          “apa mau kamu sebenarnya?”
          “aku nggak ngerti apa yang kamu omongin”
Sambil melanjutkan langkahnya.
          “Reza pliz...! untuk kali ini jangan acuhin aku!”
Sambil menarik tangan reza.
          “kamu!”
          “reza aku suka sama kamu, aku tulus cinta sama kamu...aku mau kamu nerima aku!”
Teriaknya sambil menangis. akhirnya ia bisa mengutarakan isi hatinya pada reza walaupun sangat memalukan karena saat itu ribuan mata memperhatikan mereka.
          “apa maksud kamu?aku nggak punya urusan denganmu..”
jawabnya dingin sambil melepaskan genggaman tangan ami.
          “REZA!!!! Aku nggak peduli kamu lupa sama aku yang jelas aku akan selalu inget saat dimana
  Kamu nolongin aku, waktu itu kamu dengan gagahnya nodongin senapan sama kepala
  kakakku. Aku berharap saat itu senjata yang kamu pegang meletup dan menghancurkan
  kepalanya tapi aku tahu kamu hanya ingin menakutinya, demi aku!”
Teriakannya menghentikan langkah reza. Reza berbalik dan langsung menghampiri gadis itu, memandangnya dengan tatapan penuh kebencian.
          “berhenti bicara omong kosong!”
 begitu dingin dengan tatapan yang sangat menakutkan. Kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
          “REZA!!!!!nggak akan aku biarkan orang yang udah bikin kamu pergi selamat!!”
Teriakannya kali ini tak di gubris reza sedikitpun.

Dendam itu sudah tetanam.tak ada kata maaf untuk orang yang sudah merebut reza dari tangannya. Ami lalu bergegas menghampiri sophie untuk membuat sebuah perhitungan dengannya. Di tangga sekolah..sophie yang tengah berjalan sendiri tiba-tiba di hadang olehnya dan teman sebangkunya.
          “Hei...cewek aneh!!! lu pikir lu hebat bisa dapetin perhatian reza!”
          “kamu siapa?”
Tanya sophie polos.
          “nggak penting gw siapa! Asal lu tahu...kalau gw nggak bisa dapetin reza...maka cewek lain juga
          Nggak boleh ada!!”
Sambil menarik tangan sophie dengan sebegitu kasarnya. Sophie hanya memandanginya dengan wajah yang begitu sinis.
         

“aku kasian sama kamu!”
Ujar sophie polos.
          “apa maksud lu?!”
Sophie hanya tersenyum memperolok. Ami yang melihatnya semakin marah ia membanting tubuh sophie ke tembok.
          “gw peringatin sekali lagi sama lu! Jangan pernah deketin reza lagi!”
          “kalau aku nggak mau emang kenapa?”
Balas sophie saat itu juga.
          “elu tuh ya...”
          “PLAKKKK!”
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan sophie.
          “dasar cewek murahan!”
Hina ami tak terkendali. Temanya yang melihat ami begitu berapai-api berusaha untuk menenangkannya. Ia menarik ami dan mengajaknya pergi.
          “cukup....jangan sampai ada guru yang lihat!’’
Sambil menangis ami dan juga temanya meninggalkan sophie yang masih memegangi pipinya di sudut tangga. Tapi entah bagaimana sophie sudah berada di belakang mereka. Di tengah tangga ia berusaha mendorong ami kebawah pandangannya kosong seperti terasuki sesuatu. Namun Ami dengan gesit menghindar...dan akhirnya malah sophie yang terjatuh dari tangga itu...
          “BRUKKK!!”
Suara benturannya begitu keras ketika tubuhnya menghantam tanah, sophie tersungkur...ia tampak tak sadarkan diri tiba-tiba dari dahinya mengucur darah segar.
          “bukan...bukan aku....bukan aku yang menjatuhkannya!”
Teriak ami histeris...dalam waktu sekejab murid-murid yang lain sudah berkerumun di tempat itu. Diantara kerumunan itu reza muncul dan mencoba menolong sophie. Tatapan tajamnya itu mengarah kearah Ami yang masih tampak syok ia menangis tak karuan. Reza di bantu dengan beberapa orang lalu membawa sophie ke ruang UKS sambil menunggu ambulanc datang.
         

“dia sadar...”
Suara lembut anita di sampingnya begitu mendapati sophie sudah membuka matanya..wajahnya basah..karena menangis.
          “ibu khawatir sama kamu...”
          “kepalaku sakit...”
 Sambil memegangi kepalanya yang baru saja mendapat tujuh jahitan itu.
          “reza, tias kalian juga ada disini?”
          “iya...aku khawatir banget sama kamu...jangan nakut-nakutin aku lagi ya...”
Ujar tias sambil memeluk sophie.
          “maafin aku ya...uda buat kalian khawatir!”
          “ami juga temanya itu udah dapat hukuman yang setimpal mereka di skors selama dua minggu
 dari Sekolah, dan kalau mereka berbuat macam-macam lagi sama kamu..mereka bakal langsung
di keluarkan !”
          “sebenernya ini bukan salah mereka juga..”
          “SSStttt...udah jangan banyak ngomong mending kamu istirahat aja!”
          “hmmm”
Pandangan sophie menerawang, ia menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan kedua matanya perlahan. Ia kemudian tertidur. Saat itu reza terus memikirkan sophie. Ia mulai merasakan sesuatu. Sesuatu yang berbeda. Semenjak kejadian itu ia menyadari sesuatu? Tapi apa itu ia masih benar-benar ragu.


Sore  di taman kota di pohon besar dekat kolam tampak seseorang tengah memberi makan ikan. Bukan ...bukan diar..tapi Reza! Diar berusaha untuk meninggalkan tempat itu.
          “jangan pergi!”
Cegah reza padanya tanpa berbalik sedikitpun ia hanya memberi makan ikan-ikan disana.


          “aku tahu semua tentangmu...kehidupanmu...bahkan...”
Kata-katanya terhenti.
          “kita sama diar...aku sama sepertimu...kita sama!”
Diar hanya tertegun di pandanginya sosok itu dalam-dalam kemudian berlalu meninggalkannya sendiri hanya sendiri.


  *         *           *           *           *           *           *           *           *           *           *


12 februari 2009
Dear,
Aku mendorongnya...tapi sayang keberuntungan masih berpihak padanya...aku takut ini akan terbongkar..bantu aku...bantu aku...ku mohon jika tidak aku bisa sakit!” ku mohon.

Diar
          “hai sophie!”
Sapa Ami dua minggu kemudian.
          “aku mau minta maaf...mungkin sikapku saat itu keterlaluan..”
          “nggak apa-apa aku udah maafin kamu kok lagian itu juga bukan salah kamu”
          “aku tahu kamu pasti bakal ngerti!karena dari awal bukan aku yang mendorong kamu!”
Sorot matanya tajam memandang sophie
          “maksud kamu?”
Ami hanya tersenyum. Kemudian berlalu pergi. Sophie tak memperdulikan kata-kata ami tadi. Ia kemudian berjalan ke kelas...tapi di tengah jalan anak-anak ramai berkumpul di taman sekolah  pandangan mereka tertuju kearah loteng sekolah. Sophie yang penasaran langsung berjalan menghampiri kerumunan itu...
          “ada apa sih?”
Tanyanya penasaran.
          “ada yang mau bunuh diri!”
          “siapa?”
Sophie melirik kearah loteng. Alangkah terkejutnya ia begitu ia melihat orang itu...
“TIAS???”
Ia sedang duduk sambil menangis di atas tembok penghalang loteng. Dengan segera ia berlari keatas...mencoba menghampirinya. Dan begitu sampai...
          “TIAS!!!! Apa yang kamu lakukan?”
          “jangan mendekat!!!! Aku muak harus seperti ini terus!!! Di dunia ini nggak ada yang peduli sama
         Aku!!”
          “apa maksud kamu?? Jangan gegabah yas!”
          “udah cukup sophie...semua kata-kata kamu itu Cuma bisa bikin keadaan tenang sesaat! hidupku
 Nggak akan pernah berubah!’’
          “tias...aku mohon...apa kamu nggak kasian sama ibu kamu??”
          “dia sama dirinya sendiri nggak ada rasa kasian, apalagi sama aku, buat apa aku kasihani orang
 seperti dia!!!”
          “tias...aku ngerti apa yang kamu rasain...tapi jangan gini!!!”
Nasehat sophie sambil mendekatinya perlahan.
          “aku cape...”
Sayunya lirih sambil menangis. sophie terus mendekat sampai ia berada di sampingnya...
          “aku juga sama kayak kamu ti..”
kata sophie lirih juga.
          “maksud kamu??”
          “hmmm...kalau kamu mau denger ceritaku...kamu harus turun dulu...”
Rayunya perlahan. Tias hanya merengut.
          “kamu inget photo yang waktu itu??”
          “itu keluargaku yang sebenarnya..ibu anita yang selama ini kamu pikir ibu aku..dia hanya
          seorang ibu Angkat. Dulu suami juga anaknya meninggal karena kecelakaan mobil.. ia
          mendapatiku dari panti Asuhan. Hidupku juga tidak sebahagia yang kamu lihat...keluargaku
  mati terbunuh!jadi ayo turun!”
Ujar sophie sambil mengulurkan tangannya. Tias membalas uluran itu..tapi begitu ia hendak turun kakinya terpeleset.. untungnya ia berpegangan pada sela-sela pagar semua orang di bawah berteriak histeris..reza yang melihatnya dari bawah kerumunan bergegas menemui mereka..
          “sophie!”
Teriak tias penuh ketakutan.
          “tenang tias aku bakal megangin tangan kamu! Kamu bertahan!”
          “aku takut!!!”
          “kamu percaya sama aku kan??”
          “aku percaya!”
Ujarnya sambil menangis.dan berusaha menggapai tangan sophie
          “ti ada hal yang lupa aku kasih tahu sama kamu”
          “apa?”
Tanya tias begitu tanganya menggapai tangan sophie.
          “keluargaku mati terbunuh...itu semua...karena aku”
Pandangan tias berubah...wajahnya tampak begitu pucat...dan tiba-tiba pengangan itu terlepas. Tubuh tias langsung menghantam tanah dan meregang nyawa saat itu juga. sementara sophie, ia hanya duduk tersudut di pinggir sambil menangis.
          “sophie!”
Reza tiba-tiba muncul dari arah belakang.
          “reza...”
Sophie berlari memeluknya sambil menangis.
          “aku...aku takut za!”
          “ssttt...tenang...ayo kita turun!”
Reza berusaha menenangkannya.sophie seperti tak sadarkan diri wajahnya tampak pucat. Ia menangis sesegukan. Karena kejadian itu sekolah di liburkan selama dua hari. Sophie banyak mengurung diri di kamar semenjak kejadian itu, ia bahkan tidak pergi ke acara pemakaman tias. Seminggu setelah acara pemakaman barulah sophie berani kembali ke sekolah...semua orang memandang sophie dengan pandangan yang begitu aneh...tapi itu tak berarti apa-apa baginya toh semua orang memang sering memandangnya seperti itu.
          “pembunuh!”
Gumam salah seorang teman tias pelan ketelinganya. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Sampai tiba-tiba Ami datang menghampirinya...
          “hai!”
Sapanya sambil tersenyum.
          “mau apa kamu?”
          “aku pikir kamu orang yang polos...tapi..aku nggak nyangka kamu tega ngebunuh teman kamu
          Sendiri!”
          “apa maksud kamu?”
          “kamu pikir aku nggak tahu? Kamu yang udah bikin tias jatuh dari loteng, sama halnya dengan
  Yang Kamu coba perbuat sama aku...benarkan?”
          “kamu bicara apa? Aku nggak ngerti!”
Ujarnya sambil berlari meninggalkan ami..
          “Dasar Pembunuh!!!!”
Sophie ketakutan ia berlari meninggalkan sekolah itu, semua orang menuduhnya sebagai pembunuh tias.mereka mencemo’ohnya dan terus berkata kalau ia adalah seorang pembunuh.reza yang melihatnya seperti itu berusaha mengejarnya...
          “sophie!!!”
Panggilnya namun sophie tak merespon panggilannya itu.
          “sophie..”
Panggilnya sekali lagi...ia tetap tak berbalik.
          “diar!!!”
Panggilannya yang terakhir itu sontak membuat sophie menghentikan langkahnya.

16 februari 2004
Dear,
Dia terlalu lama mengulur waktu, benar-benar memuakan. Aku benci dengan orang-orang yang begitu lemah. Bahkan meskipun itu orang yang ku kasihi. Aku tak percaya akan sahabat sejati. Aku takkan pernah percaya pada siapapun!

Diar.

          “Sophiena Mauradiar...”
Ujar reza sambil tergopoh-gopoh.


*           *           *           *           *           *           *           *           *           *           *

Mereka berhenti di taman tepat di bawah pohon besar dekat kolam.
          “aku nggak percaya...kalau kamu juga mikir aku yang ngebunuh tias?’’
          “kamu memang pembunuhnya”
Ujar reza datar dengan raut wajah yang begitu dingin.
          “za...mana mungkin aku ngebunuh sahabat aku sendiri?”
          “lalu kenapa kamu lepaskan tangannya?”
          “sudahku bilang aku tidak bisa menahan beban badannya....kenapa kalian tidak ada yang mau
          Percaya!”
Jelasnya dengan wajah yang begitu polos dan air mata yang terus mengalir.
          “apa seorang sahabat akan tertawa ketika melihat sahabatnya mati?”
          “maksud kamu apa za? Aku nggak ngerti?”
          “entahlah diar...tadinya aku juga tak mau mempercayai hal ini, tapi aku berada disana. Saat itu
            Aku ada bersama kalian”.
Tatapan reza semakin tajam.



“keluargaku mati terbunuh...itu semua...karena aku”
Sophie hanya tersenyum. Pandangan tias berubah...wajahnya tampak begitu pucat...dan tiba-tiba pengangan itu terlepas. Sophie melepaskan pegangangan tias sambil tertawa puas. Tubuh tias langsung menghantam tanah dan meregang nyawa saat itu juga. Reza yang memperhatikan mereka dari balik pintu loteng hanya terperanga.

          “sudah aku bilang aku bukan diar! Aku sophie!”
          “tapi kamu memang diar!” Teriak reza.
          “aku mohon za percaya sama aku?”
Pinta sophie sambil menangis.
“Kamu nggak bisa menyangkalnya lagi!!! Selama ini aku mencari informasi tentang diar, aku
  Datang ketempat dimana kamu dirawat juga panti asuhan yang menampungmu dulu,apa yang
 mesti kamu tutupi lagi? Kita sama...”
Ujar reza sambil memeluknya.
          “kamu tahu, aku begitu menikmati saat-saat dimana kamu menjatuhkannya”
Sophie melepaskan pelukan reza dan menjauh perlahan.
          “kita sama-sama tidak bahagia, sama-sama orang yang tidak pernah di inginkan di dunia ini
            Aku juga sama sepertimu entah berapa orang yang sudah kubuat celaka seperti kamu men
            Celakai tias saat itu. Aku mengerti perasaan yang selama ini kamu rasakan”
          “reza...aku bener-bener nggak ngerti apa maksud kamu?”
          “kita sama..aku mengerti perasaanmu..aku menyukaimu diar”
Ujar reza sambil kembali memeluk sophie.
          “kita bisa saling mengerti satu sama lain...aku akan selalu bersamamu”
          “aku sophie za...bukan diar”
          “sstt...jangan bicara lagi”
Sophie hanya menangis di pelukan reza. Ia tak mengerti harus berbuat apa ia yakin kalau dirinya bukan diar. Diar sudah lama mati sejak keluarganya terbunuh. Ia tak ingin mengingat lagi sosok itu. Tapi diar selalu membayanginya rasa dendam juga kekecewaan yang begitu besar membuatnya selalu kembali. Reza mengantarkan sophie  pulang kerumahnya.
          “diar..”
Cegat reza begitu sophie hendak masuk kedalam rumahnya.
          “apa yang kamu katakan pada tias itu benar?”
Sophie tak menjawab pertanyaanya itu.ia langsung masuk kedalam rumah.Lama reza berdiri di depan pintu rumah sophie. Entah apa yang di pikirkannya. Reza adalah orang yang begitu sulit di tebak.
          “kenapa?kamu kok kayak yang habis nangis?”
Tanya anita begitu melihat sophie datang dengan wajah lusuhnya.
          “aku ketahuan...”
Tangisnya lirih sambil memeluk anita.
          “ketahuan apa??”
          “aku ketahuan...aku ketahuan...!!!”
Ia mulai tampak ketakutan badannya gemetaran. Yang bisa ia ucapkan hanya kata-kata itu sambil terus menangis.
          “sophie..tenang!!”
          “sophie? Iya...aku sophie bukan diar...diar sudah mati”
Bicaranya mulai terdengar ngawur, sophie seperti orang linglung..
          “sophie...kamu kenapa???”
Tanpa menjawab pertanyaan anita ia langsung berlari ke kamarnya. Meninggalkan sebuah tanda tanya dan kekhawatiran pada anita.Paginya reza kembali lagi ke rumah sophie ia ingin meyakinkan kalau ia akan selalu ada untuknya.
“ada apa ya?”
          “saya reza temannya sophie,sophienya ada tante?”
          “Reza? Oh..sophie tadi pagi-pagi sekali sudah pergi”
          “kemana ya tante?”
          “tante juga kurang tahu, waktu tante ke kamarnya dia udah nggak ada!ada apa?
 kemarin sikapnya aneh sekali”.
Reza tampak melamun.
          “saya pergi dulu,maaf ngerepotin”
          “nggak apa-apa, kalau udah ketemu kabarin tante ya...tante khawatir”
          “iya”
Pamitnya sambil bergegas mencari keberadaan sophie.Pagi buta sophie sudah keluar rumah, tak seperti biasa kucir kuda yang selalu menghias rambutnya tak kelihatan, Ia biarkan rambutnya tergerai begitu saja. Tak tampak seperti sophie. Ia berjalan menuju ke sebuah rumah kosong yang sudah tampak begitu usang, kotor, dan tak terurus. Dengan perlahan ia masuk ke dalam rumah itu. Ingatannya mulai menerawang..ia mulai mengingat kejadian waktu itu..begitu diar selesai menangis di bawah pohon besar, Ia kembali lagi ke rumah saat itu suasananya sudah tampak sepi mungkin karena sudah sangat malam ibu,ayah,juga kakak perempuannya sudah tertidur. Dengan perlahan ia berjalan kearah kamar kakaknya. Kursi roda dan setumpuk obat menghiasi sisi lain kamar. tampak kakak yang sangat di bencinya itu tengah tertidur pulas.. wajahnya cantik seperti bidadari yang di ciptakan tuhan. begitu berada di samping kakaknya ia tak dapat menahan air matanya lagi.
          “kenapa, kenapa mereka lebih menyayangimu daripada aku? Apa kelebihan yang kamu miliki
  Yang aku tidak punya?Kamu hanya mayat hidup yang tak bisa berbuat apapun, sedangkan aku?
 Aku sehat, prestasiku di Sekolah juga sangat bagus! Tapi kenapa mereka hanya
 memandangmu!!!”
Keluhnya sambil terus menangis.
          “mungkin jika kamu mati, mereka baru akan memperhatikanku...”
Pikir diar sambil memegang sebuah bantal di tangannya.
          “sudah cukup kak!sekarang giliranku untuk mendapatkan kasih sayang mereka!”
Ia mendekatkan bantal itu ke wajah tiara, lalu membekamnya sekuat tenaga..tubuh lemah tiara meregang kesakitan.semakin lama semakin kuat ia membekamnya hingga tubuh lemah itu berhenti melawan. Kakak yang begitu dibencinya akhirnya mati.
          “terima kasih kak, pengorbananmu ini berarti banyak buatku!’
Sambil menangis ia keluar dari kamar itu. Tapi ketika ia hendak keluar ayahnya sudah berada di balik pintu.
          “PLAKKKK!!!!”
Sebuah pukulan mendarat di pipinya.
          “dasar anak tidak tahu diri!!!! Apa yang kamu lakukan pada kakakmu?!!”
Ayahnya terus memukulinya hingga ia jatuh tersungkur.
          “aku hanya ingin kalian lebih meperhatikanku...aku juga anak kalian..aku ingin keberadaanku
  diakui..”
ujarnya sambil terus menangis.
          “pah aku mohon...sayangi aku juga...”
Pinta diar lirih sambil bersimpuh di kakinya. Tapi ayahnya malah menendangnya dengan begitu keras.
          “ apa sebegitu susahnya untuk menyayangiku?”
Tanya diar, Sambil mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku bajunya.
          “apa yang mau kamu lakukan? Kamu ingin membunuhku juga?”
          “kalau memang perlu kenapa tidak?”
Ujarnya sambil menghampiri ayahnya dengan tiba-tiba.
          “aku juga tidak butuh ayah sepertimu!!”
          “TUBB!!!”
Cipratan darah memenuhi bajunya. Mata diar dipenuhi dendam rasa sakit yang selama ini ia pendam akhirnya menjadi bom waktu yang meledak saat itu juga. tak cukup sekali ia menikam ayahnya dengan pisau itu. Ia terus menerus mengulanginya bahkan hingga ayahnya benar-benar sudah mati ia tidak berhenti menikamnya.
          “ini balasan untukmu! Dasar tidak tahu diri!!!”
Ia kemudian berjalan kearah ruang tamu. Bajunya di penuhi darah, pandangannya kosong. Disana ia tak menemui sosok ibunya. Sambil menyanyikan sebuah lagu yang sering dinyanyikan ibunya untuk tiara ia berjalan menuju kamar utama. Ibunya masih tampak terlelap ia masih belum menyadari apa yang terjadi.
Diar duduk di sampingnya. Sambil menangis ia membelai wajah ibunya dengan tangan yang masih berlumuran darah.
          “aku sayang sama ibu”
wanita setengah baya itu akhirnya terbangun dari tidurnya. Alangkah terkejutnya ia begitu melihat diar yang di penuhi noda darah  sudah berada di samping ranjangnya.
          “apa yang kamu lakukan?”
Sambil melihat kesekelilingnya.
          “sekarang tinggal kita berdua bu?’’
          “apa maksud kamu?”
Diar hanya tersenyum sambil menangis.
“kamu sudah gila!!”
 Ia berlari menuju kamar tiara. Dan begitu ia sampai yang tampak hanyalah dua tubuh yang sudah tak bernyawa. Ia menangis histeris. Sambil berlari mencoba memeluk jasad anak perempuannya.
          “ibu..”
Panggil diar dari balik pintu.
          “apa yang kamu lakukan???kenapa kamu membunuh anakku?”
          “sekarang tinggal kita berdua..ibu sudah bisa menyayangiku kan?”
          “kamu sudah gila!”
          “ibu..ayo nyanyikan lagu itu untukku?”
Ia tak menghiraukan perkataan diar, wanita itu hanya menangis sambil terus meratapi anaknya.
“semua yang aku lakukan tak pernah berarti buatmu.. aku baru 14 tahun. Dan aku baru saja
  membunuh Kakak juga ayah kandungku sendiri hanya untuk mendapat perhatian darimu,
  aku  begitu menyayangimu, tapi kenapa kamu tak bisa sedikitpun menerimaku?
          “melahirkan kamu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku..”
Diar hanya menangis mendengar perkataan ibu kandungnya itu. Wanita itu mendekati diar perlahan kemudian mengambil pisau lipat yang sedari tadi ada di tangan diar.
          “aku tidak pernah mempunyai anak sepertimu”
Ujarnya sambil menancapkan pisau itu ke jantungnya sendiri. Diar terus menangis, ia memeluk tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa itu. Tiba-tiba semuanya jadi buram, ia berteiak-teriak sendiri sambil menangis seperti orang gila. Ketika polisi datang yang tampak hanya diar yang sudah hilang akal sehatnya. Dua bulan dia di rawat di rumah sakit jiwa. Hari-hari yang sungguh kelam untuk di lewati anak seusianya. Sampai anita menmungutnya dan merawatnya seperti anak sendiri. Kasih sayang yang berlimpah dari anita mampu membuatnya keluar dari masa lalu dan hidup sebagai sophie. Tapi itu semua tidak cukup untuk menghapus diar dari dirinya. Sisi buruk yang akan selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Air mata sophie tak bisa di bendung lagi.Sophie menangis sambil mengenang. Ia berjalan meninggalkan masa lalunya yang begitu kelam pergi menjauh dari rumah itu. Ia tak ingin seperti itu lagi. Diar dan masa lalu itu harus ia kubur dalam-dalam.
          “diar kemana kamu pergi?”
Reza mencari sophie ke semua tempat. Ia pergi ke taman tapi sosok sophie tak tampak disana. Kini hanya satu tempat yang terlintas di pikiran reza. Mungkin di tempat itu.sekolah. Reza segera pergi kesana dan begitu sampai benar saja sophie tampak tengah duduk di pagar loteng sambil memikirkan sesuatu.
          “diar!”
Panggil reza dari balik pintu loteng.sophie hanya meliriknya sebentar dan kembali pada lamunannya.
          “aku tidak ingin kehidupan seperti ini..”
          “apa maksud kamu?”
          “yang dilakukan diar adalah sebuah kesalahan besar”
Ujar sophie lirih.
          “aku tidak mau selamanya ada dalam bayang-bayang diar, diar sudah lama mati. Aku
            Yang sekarang ingin hidup lebih baik. Aku yang sekarang bernama sophie bukan diar”
          “sampai kapanpun kamu menyangkalnya kamu tetap diar”
          “ za.. jangan cintai diar..dia hanyalah sebuah kesalahan”
Reza mendekati sophie perlahan.
          “buatku kesalahan itu adalah hal yang begitu nyata..dan aku ingin terus bersamanya”
          “jangan mendekat!berjanjilah satu hal..jika kamu benar-benar menganggapku ada”
Reza hanya memandang punggung sophie ia tak berani mendekat lagi..
          “cukup diar dan hanya diar saja yang melakukan semua kesalahan ini, jangan jadikan
 Dirimu menjadi sebuah kesalahan sepertiku,berhentilah..untukku reza”
          “tapi..”
          “ssttt...jangan bicara..dengarkan saja..”
Sophie memejamkan matanya dan menarik nafas perlahan. Butiran air nampak menetes dari sela-sela matanya.
          “aku ingin mengubur diar dalam-dalam..”
          “apa maksud kamu?’’
          “berjanjilah za untuk terus mengenangku sebagai sophie bukan diar”
Senyum simpul itu tampak untuk yang terakhir kali. Ia terjun dari atas loteng sekolah, tempat dimana ia membawa sahabatnya tias ketempat terakhir persinggahannya sekarang. Akhirnya Sophie mengubur diar dalam-dalam. Mengubur semua kenangan pahit itu bersama jasadnya di bawah tanah gembur yang masih tampak kemerahan.
          “nak reza..”
          “iya tante..”
          “tante nemuin ini di kamar sophie”
Sambil menyodorkan sebuah buku usang padanya.
         
           untuk reza

 ini jawaban dari pertanyaanmu..”
Kata-kata itu tertulis singkat di halaman depan buku itu. sebuah diary dimana ia menuliskan semua kegundahan,kebencian, dan kesengsaraanya selama ini, diary yang hanya di tulis oleh diar.

         


“cerita kalian bener-bener bikin aku merinding”
Ujar Helen sambil mengusap-ngusap kedua tangannya.
          “sekarang kamu udah denger semua ceritaku kan?”
          “hu-uh..”
Senyumnya tampak puas. Keadaan hening sejenak.
“aku titip bunda anita sama kamu ya, jaga dia baik-baik dan sampaikan permintaan maafku
            Padanya”
          “oke”
Jawabnya sambil menautkan jari telunjuk dan ibu jarinya menjadi sebuah lingkaran.
“sophie, apa sekarang kamu bahagia?”
Ia hanya tersenyum misterius.
          “bagaimana dengan reza sekarang?”
          “dia tepati janjinya..kamu tahu nggak?”
          “apa?”
          “sekarang dia ada di belakang kita”
          “?#!!”
        Senyuman simpul itu menghilang di balik kabut di bawah pohon besar dekat kolam.

  


           Cerita Sebelumnya..                                                                                                        Tamat.








           








         














         

















                     











         











           






           



            







No comments: