Monday, August 1, 2016

Cerpen : Jiwa Yang Terusir


Oleh : Riris Rismawati 

     Setiap insan memiliki jiwa, di dalam jiwanya terserak beragam rasa, cerita, pengalaman dan impian. Saat impian datang dan menguasai seluruh jiwanya maka ia akan lupa dengan pengalamannya, cerita hidup yang mungkin telah menggoreskan luka dalam hati dan perasaannya. Impian itu terus membesar hampir-hampir dia melupakan dirinya yang dulu, dia menjelma seperti yang diimpikannya, dia nikmati hidup dalam impiannya, ia mengembara terus demi impiannya yang besar, bahagia walaupun harus berdarah-darah untuk mengejar impian tersebut……

     Suatu saat, ketika dia “sendiri” dia melihat sesuatu yang mengingatkan dirinya akan jiwanya yang dulu, dia teringat jiwanya yang pernah ia tinggalkan. ya, dia tinggalkan karena cerita itu hanya penuh dengan luka, tetapi jiwa itu merengek untuk kembali, maka dia menyapanya kembali, mengikuti keinginannya, menyuburkan kembali rasa yang selama ini sudah dia lupakan, dia terhanyut kembali dalam kesedihan dan merasa jiwa ini harus dia teruskan, maka dia pun terus berbalik arah, mencari sebab mengapa jiwanya begitu sedih dan dengan persangkaannya dia temukan jawabannya sehingga jiwa yang dulu dia benci justru sekarang berteman dekat dan saling mendukung untuk terus hanyut dalam kesedihan dan kemarahan.

    Ketika itu, dalam keadaaan yang tidak menentu dia temukan seseorang yang mendukungnya yang ia rasa bisa mengerti keadaan dan perasaannya. ya, seolah-olah dia menemukan air di padang pasir yang tandus, semakin hari ia semakin yakin dengan persangkaan jiwanya, namun masih tersisa segores impian dalam hatinya, segera ia ungkapkan kepada orang tersebut, tetapi temannya lebih suka dengan jiwa yang terusir, bukan dengan impiannya, semakinlah impian itu terkubur dalam-dalam.

   Sekarang dia mempunyai teman, jiwa yang sama-sama sedang mengembara di hutan belantara yang penuh dengan jebakan dan rintangan serta binatang buas yang sedari tadi mengintai siap untuk menerkam mereka berdua. Mereka berjalan beriringan, sampai suatu saat ketika duduk termenung di tepi danau di dalam hutan belantara tersebut, impian itu kembali menghampiri, seolah-olah datang dari bayangannya yang terpantul dalam air danau yang tenang. dengan lembut dia membangunkannya dan mengajaknya untuk kembali meraihnya, berjalan bersamanya dan berlari untuk mengejarnya…

     Tapi dia tidak menggubris impian tersebut. kembali ia bayangkan betapa kesepiannya jiwa yang dulu terusir, dia ingin terus menemaninya sampai jiwanya menemukan tempat yang seharusnya. Dalam kesendirian,  impian itu datang kembali, kali ini ia persilahkan impian itu untuk singgah dan bermalam, sekedar untuk menemaninya melewati hutan belantara yang semakin dalam semakin gelap tak bercahaya, beruntunglah impian itu membawa sebuah lentera walaupun hanya tersisa sedikit cahaya. ya, cahaya yang sangat redup, tetapi dalam keadaaan yang sangat gelap cahaya redup itu bagaikan benda berharga, karena hanya dialah yang bisa menerangi jalan walaupun hanya selangkah di depannya.

    Impian itu ternyata tidak menyerah, dia kembali mengajaknya untuk kembali dan meraihnya, kali ini dia mulai melihat impian tersebut dan menatapnya dengan kosong tetapi penuh harapan, seandainya bisa…. 

     Pada saat itu kegelapan terus semakin pekat, impian pun kehilangan lenteranya, mungkin bukan hilang tetapi minyak dalam lentera itu sudah tak sanggup lagi menerangi langkah, hanya sanggup menerangi wajahnya yang pucat pasi bagaikan mayat tak bernyawa. Di saat itu Ia temukan sebuah batu yang besar, batu yang cukup besar untuk dijadikan tempat terlelap dan mengatupkan mata setelah sekian lama berjalan, batu itu memberikan kenyamanan, sampai dia pun tetidur pulas dipangkuannya, batu itu memberikan harapan, sehingga impian pun kembali tenggelam dan jiwanya memilih batu itu untuk menemani lelahnya, dia terus bercerita pada sang batu, batu pun tersenyum dan mendekapnya dengan kehangatannya, sehingga jiwanya kembali merasa memiliki teman, Tersirat roman bahagia dalam jiwanya, dia terus mengagumi batu itu, sampai suatu saat dia tersadar itu hanyalah sebuah batu yang tidak bisa bergerak, apalagi berlari, dia sadar bahwa dia terlena…. 

    Saat itu impian kembali menghampiri dengan lentera yang sudah terisi penuh dengan minyak, sehingga cahayanya terang benderang menyilaukan mata, dia pun mulai melihat cahaya itu dan menemukan tempat untuk jiwanya. ya, jiwanya yang selama ini terusir ternyata hanya membutuhkan ruang hangat di balik lentera yang dibawa sang impian, dia pun tersenyum dan mengajak jiwanya untuk berada dalam lentera, walaupun terkadang merasa panas karena cahayanya yang begitu terang tapi inilah tempat yang bisa memadukan jiwa dan impiannya…. 

      Begitulah, sampai ia akhirnya memutuskan untuk terus bersama impian dan jiwanya… jiwa yang dulu terusir sekarang menjadi kekuatan untuk terus menyalakan api dalam lentera impiannya…


No comments: