# Sempurna
Namaku Sani, usiaku 29 tahun. aku adalah seorang desainer sepatu, 3 tahun lalu aku putuskan untuk kembali ke Indonesia setelah hampir 5 tahun belajar dan tinggal di Paris. bekerja di salah satu brand sepatu ternama di Indonesia, dan hidup sendiri di apartemen mewah di tengah kota jakarta. aku yakin dengan keadaanku sekarang tak akan ada yang bisa mencemoohku lagi seperti dulu.
Setiap hari, setiap pagi bahkan kadang sampai pagi lagi kuhabiskan waktuku dengan menbuat desain sepatu, di temani seorang kawan lamaku Agita yang juga seorang desainer dan bekerja di perusahaan yang sama denganku. kami sering menghabiskan waktu makan siang, duduk bersama di cafe langganannya.
"apa itu model terbaru yang mau kamu ajukan untuk pameran juli depan?"
tanyanya padaku sambil terus memperhatikan sketsa desain yang tengah ku buat diatas buku gambar kecil.
"hmm..." aku hanya mengangguk.
"sudah lama aku pikir untuk membuat satu yang seperti ini, Karoline harusnya membuat
ini jadi rancangan utama di pameran juli depan!"
lanjutku yang tak sempat memperhatikan mimik muka Agita, yang mulai muram.
"dia pasti akan melakukannya, bukankah dia sangat menyukai model rancanganmu?" ujarnya terdengar sendu. mendengar kata-katanya itu tanganku segera berhenti mengambar, kuperhatikan wajah Agita yang tersenyum kearahku.
"harusnya kamu takut.." ucapku hambar padanya.
"takut kenapa?" dia bertanya seolah tak mengerti. aku hanya menatapnya tak bergairah dan kembali melanjutkan sketsaku.
"kamu memang terlalu naif, jika aku ada di posisimu sekarang.. aku pasti akan sangat
membenci orang yang sudah mengambil kesempatanku.."
Agita menatapku sendu, biarpun tak kulihat langsung raut wajahnya, tapi bisa kurasakan senyuman yang tadi tersungging di wajah polosnya itu kini hilang begitu saja.
* * *
malamnya begitu turun dari taksi yang ku tumpangi, sembari menerima sebuah panggilan telepon dari Indra aku berjalan sendiri di trotoar jalan sekitaran apartemenku. angin dingin kota jakarta berhembus pelan saja. di telepon, Indra memberitahu bahwa ia sudah lama menunggu kedatanganku di apartemen. dengan katanya yang merajuk penuh rayu, ia memintaku untuk bergegas menemuinya. Indra adalah laki-laki special di hidupku saat ini, sudah hampir 6 bulan kami bersama. pertama kali kami bertemu di sebuah pameran sepatu di Bali, dia adalah seorang kepala redaksi majalah Fashion. perawakannya yang tinggi tampan juga cerdas membuat wanita manapun pasti tertarik padanya, termasuk aku. tak ada jarak diantara kami. bahkan hampir tak ada batasan sama sekali, layaknya pasangan kekasih, menginap semalaman di apartemen bukan sebuah masalah besar. aku juga tak terlalu memikirkannya, bagiku itu adalah sebuah kebebasan dan passion tersendiri. hmm, tinggal lama di negeri yang terbilang bebas membuatku jadi tak terlalu memikirkan tradisi dan adat istiadat orang indonesia.
aku pikir Indra adalah bagian terpenting yang lain dalam hidupku selain mendesain sepatu, tapi tidak begitu, saat tak sengaja aku melihat Umar tengah berdiri di semberang jalan, bersandar di mobilnya sambil menungguku kembali, melihatku dari jauh dengan tatapan matanya yang begitu cemas juga sayu. bahasa tubuhnya yang seolah-olah ingin mendekatiku, tapi ia tahan karena tak mau membuatku merasa terganggu. membuat perasaanku berubah miris. saat aku melihatnya rasa benci pada diriku sendiri semakin pekat. aku tak bisa menyapanya, dunia kami sudah berbeda, aku dimasa depan tidak bisa disandingkan dengan Umar, meskipun aku tak semiskin dulu, tak sekumuh dulu. tapi rasa rendah diriku justru semakin besar untuk bisa mendekati laki-laki baik seperti Umar. yang bisa aku lakukan hanya terus mengacuhkannya.
"darimana saja?kamu tidak tahu aku disini sudah lama menunggumu?"
tanya Indra yang tiba-tiba saja merangkulku dari belakang ketika aku baru masuk ke dalam apartemen.
"maaf.." jawabku sembari balas memeluknya.
Indra hanya tersenyum manja kemudian memapahku menuju ruang makan. aku baru sadar ada yang berbeda dengan suasana apartemenku malam itu. gelap, hanya ada cahaya temaram dari lilin-lilin kecil di sudut jendela dan meja. sebuah meja kecil dengan hiasan seikat mawar dan wine merah terpatri indah di sudut apartemenku, lengkap dengan alunan music classic. ia mempersilahkanku duduk disana.
"What's going on , honey?" tanyaku.
Indra belum mau menjawab, ia malah beranjak menuju Pantry kemudian kembali dengan dua piring steak di tangannya.
"sudah kuduga, kamu pasti lupa, kamu ingat hari ini hari apa?" ujarnya yang masih sibuk meletakan makanan kami di meja. aku menyerngit. tak memiliki bayangan sama sekali. ia kembali tersenyum memandangku.
"Happy Birthday, honey..." ujarnya lembut kemudian sembari membelai wajahku.
aku hanya bisa terpaku sambil merasa terharu. sudah sangat lama sekali aku tak pernah mendengar ucapan itu, sudah sangat lama sekali aku tak pernah merayakannya, bahkan malah aku sering tak menyadarinya. entah kenapa tiba-tiba airmataku mengalir lagi.
"hey...hey.. kenapa menangis? aku melakukan ini bukan untuk melihatmu menangis.." tanya Indra lembut. melihatnya, membuatku semakin merasa tersentuh dan tanpa pikir panjang langsung bergegas memeluknya dari belakang.
" I Love You.."
gumamku lirih sambil terus terisak.
"I Love You too.."
jawabnya kemudian seraya mengelus rambutku. malam itu menjadi salah satu malam yang indah yang pernah ku punya. Indra bahkan memberikanku sebuah kalung swarovski. karir yang cemerlang dan kehidupan yang mapan, seharusnya aku bahagia, karena semua ambisi dan cita-citaku menjadi kenyataan. seharusnya aku merasa bahagia, karena aku masih memiliki Indra disisiku, laki-laki yang begitu perhatian dan juga sangat mencintaiku. memang seharusnya aku merasa bahagia, tapi apa yang salah denganku, bila pagi menghampiri meskipun aku terbangun di apartemen mewahku, meskipun Indra berada di sampingku, aku tetap saja merasa kekurangan. ada sesuatu yang hilang dari diriku. sesuatu yang membuatku merasa tak sempurna.
Indra hanya tersenyum manja kemudian memapahku menuju ruang makan. aku baru sadar ada yang berbeda dengan suasana apartemenku malam itu. gelap, hanya ada cahaya temaram dari lilin-lilin kecil di sudut jendela dan meja. sebuah meja kecil dengan hiasan seikat mawar dan wine merah terpatri indah di sudut apartemenku, lengkap dengan alunan music classic. ia mempersilahkanku duduk disana.
"What's going on , honey?" tanyaku.
Indra belum mau menjawab, ia malah beranjak menuju Pantry kemudian kembali dengan dua piring steak di tangannya.
"sudah kuduga, kamu pasti lupa, kamu ingat hari ini hari apa?" ujarnya yang masih sibuk meletakan makanan kami di meja. aku menyerngit. tak memiliki bayangan sama sekali. ia kembali tersenyum memandangku.
"Happy Birthday, honey..." ujarnya lembut kemudian sembari membelai wajahku.
aku hanya bisa terpaku sambil merasa terharu. sudah sangat lama sekali aku tak pernah mendengar ucapan itu, sudah sangat lama sekali aku tak pernah merayakannya, bahkan malah aku sering tak menyadarinya. entah kenapa tiba-tiba airmataku mengalir lagi.
"hey...hey.. kenapa menangis? aku melakukan ini bukan untuk melihatmu menangis.." tanya Indra lembut. melihatnya, membuatku semakin merasa tersentuh dan tanpa pikir panjang langsung bergegas memeluknya dari belakang.
" I Love You.."
gumamku lirih sambil terus terisak.
"I Love You too.."
jawabnya kemudian seraya mengelus rambutku. malam itu menjadi salah satu malam yang indah yang pernah ku punya. Indra bahkan memberikanku sebuah kalung swarovski. karir yang cemerlang dan kehidupan yang mapan, seharusnya aku bahagia, karena semua ambisi dan cita-citaku menjadi kenyataan. seharusnya aku merasa bahagia, karena aku masih memiliki Indra disisiku, laki-laki yang begitu perhatian dan juga sangat mencintaiku. memang seharusnya aku merasa bahagia, tapi apa yang salah denganku, bila pagi menghampiri meskipun aku terbangun di apartemen mewahku, meskipun Indra berada di sampingku, aku tetap saja merasa kekurangan. ada sesuatu yang hilang dari diriku. sesuatu yang membuatku merasa tak sempurna.
No comments:
Post a Comment