Manusia Mubajir
Karya Rismayavera
Ketika Nurul memutuskan untuk pulang lebih awal hari itu, hujan justru turun dengan derasnya, bukan tanpa peringatan, langit memang sudah tampak kelabu dari siang tadi. senjapun terlihat tidak begitu menyilaukan warnanya karena disesapi awan hitam yang bergumul, kata ahli cuaca bulan ini harusnya sudah masuk musim kemarau tapi sepertinya hujan masih akan setia mampir sampai awal Romadon nanti. Satu persatu teman sejawat Nurul pamit meninggalkan bilik kerja masing-masing, seolah tidak terpengaruh oleh suara petir yang sedari tadi ramai bersautan.
Maka tinggallah Nurul berseorangan. Sepi, Nurul bergegas menyelesaikan tugasnya mengarsip beberapa catatan penting, surat-surat dan hasil kerjanya selama dua minggu terakhir. Ia pindahkan arsip itu ke dalam sebuah folder komputer untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada yang meminta hasil kerjanya.
Sudah hampir enam tahun Nurul mengantungkan penghidupannya di tempat itu, tempat yang tidak begitu ia sukai kecuali ketika ia bisa merasa sendiri di jam-jam dhuha. Memang sudah lama Nurul berangan-angan untuk pergi dari tempat itu, sudah beberapa kali pula ia berupaya untuk pergi, tapi entah kenapa selalu ada satu dan lain hal yang membuatnya malah tetap bertahan disana.
Nurul mematikan komputernya, dirapihkan bilik kerjanya seperti yang ia kehendaki. kalau Nurul mau sebenarnya ia bisa saja pulang saat itu juga, toh ia sudah pernah menghadapi hujan yang lebih deras dari hujan hari itu dengan sepedanya. hujan yang saking lebatnya bahkan membuat kendaraan-kendaraan bermotor menepi di pinggiran jalan.
Tapi, Nurul urung melakukannya. ia sedang tidak ingin merasa dekat dengan hujan yang biasanya selalu mampu memberikannya kesejukkan. Meskipun ia tahu, jika batinnya saat ini tengah merasakan kekeringan, haus yang teramat sangat akan rasa percaya diri.
Ya, tiba-tiba ia merasa gamang, tidak tahu seperti apa dirinya, perkataan orang tentang dirinya sudah membuatnya merasa ragu bahkan pada kepribadiannya sendiri.
Nurul tidak habis pikir, bagaimana orang-orang bisa begitu "peduli" padanya, karena sejujurnya iapun tidak terlalu memperdulikan yang lain, selama ini Nurul hidup atas kehendaknya sendiri, jiwa bebas dan keras kepala yang selalu ia agung-agungkan sebagai pembuktian diri.
Ia rasa orang tidak perlu tahu rasa belas kasih yang berlimpah yang ia punya, karena ketika ia tunjukkan pun tidak semua orang akan mau menoleh padanya. orang-orang selalu peduli dengan hal-hal buruk dari orang lain, lalu menilai dengan sikap idealis mereka, berpikir bahwa segala sesuatu harus berjalan sebagaimana keharusannya, adatnya, hirarkinya.
Ya, manusia beradab memang selalu terkukung oleh etika, birokrasi dan hal-hal yang lebih banyak tidak jujur. menyembunyikan perasaan sebenarnya agar tetap bisa berpijak di tempat dimana ia berdiri, supaya diakui, dihargai dan bisa di terima.
ia lupa perasaan jujurnya, ia hapuskan rasa itu dan memilih bersembunyi di balik topeng kepura-puraan. merasa wajar dan memilih sabar. tapi apa yang membatin di dalam jiwa tidak akan sembuh dengan sendirinya, hal itu akan terus bertumpuk, saling tumpang tindih setiap detiknya sama seperti nafas yang tidak bisa lepas dari rongga dada.
Lalu Nurul merenung, melamunkan nasib dirinya yang masih saja tidak jelas arahnya, kadang ia bertanya, tidak bisakah ia absen memikirkan nasib hidupnya dan tidak perlu merasa bertanggungjawab pada masa depannya yang belum tentu esok akan ia temui.
Hanya hidup untuk hari itu, dan sibuk menikmati jutaan nikmat Tuhan yang diberi. Nikmat setiap udara yang ia hirup, nikmat setiap butir nasi yang masuk ke perut, nikmat setiap tetes air yang mengalir di kerongkongan dan mampu menghilangkan dahaganya, nikmat berkumpul dengan orang-orang yang dicintai, nikmat dari mengambil hikmah hidup para pengamen, pengasong juga orang-orang kecil yang masih sempat tertawa di tengah kekurangan, nikmat pagi hari, nikmat matahari yang mampu membuat air laut menjadi butiran-butiran garam, nikmat senja dan malam yang selalu terkesan khidmat untuknya.
Tapi tentu saja tidak,
Hal itu hanya akan terdengar bodoh dan buang-buang waktu untuk orang-orang yang berpikiran maju. orang-orang yang punya banyak rasa percaya diri, orang-orang yang yakin, orang-orang yang tahu mau dibawa kemana hidup mereka. orang-orang yang merasa perlu akan perbaikan dunia, bahwa mereka penting, bahwa mereka berarti, bahwa hidup adalah untuk hajat orang banyak, bahwa setiap langkah adalah penentu, orang-orang yang berpikiran rasional bahwa hidup perlu dipertanggungjawabkan, bahwa setiap langkah adalah pasti dan akan berakhir dengan kepastian pula.
Mati.
Lalu tinggallah Nurul sendiri, jadi bagian manusia mubajir yang diciptakan Tuhan tanpa punya makna apa-apa di dunia serba rasional ini.
No comments:
Post a Comment