Oleh : Veris
Ini sudah kali ketiga Risma menghapus tulisannya pada post-blog yang ingin ia buat. aroma kopi instan rasa capuccino menyeruak memenuhi ruang kerja yang terkesan dipaksakan untuk bisa menampung sekitar sepuluh sampai tiga belas orang pegawai termasuk dua meja kerja manager bagian dan seorang staf perbantuan. sesekali Risma melirik kearah jam dinding juga papan rencana kerja yang menggantung apik tepat di samping pintu masuk. sekedar mencari inspirasi. Risma merasa perlu menulis untuk membuat matanya tidak sampai terpejam karena rasa kantuk yang terus mengelayuti selepas istirahat makan siang. pekerjaannya memang sedang tidak begitu mendesak, ia punya terlalu banyak waktu luang, waktu menganggur yang kadang terasa mengasikkan tapi tidak jarang juga begitu membosankan.
Sebelum memutuskan untuk menulis, Risma sempat membaca beberapa artikel. beberapa artikel tentang diy project yang begitu brilian dan membuat Risma berpikir untuk bisa mempraktekkannya kapan-kapan, beberapa artikel tentang cara membaca pola pikir manusia, beberapa artikel tentang kesehatan, beberapa artikel tentang design interior, beberapa artikel tentang tempat kuliah bagus di kota Bandung, beberapa artikel tentang destinasi wisata menarik sampai beberapa artikel tentang cara mengatasi rasa galau yang berkepanjangan. tulisan-tulisan yang bagus. setidaknya itu yang membuat Risma merasa terpacu untuk mulai menulis lagi. tapi kalian tahu, menulis bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika kita tidak punya bayangan apapun tentang apa yang akan kita tulis.
Sama seperti apa yang sedang dirasakan Risma saat ini, ia merasa ingin menulis, tapi begitu ia dihadapkan pada satu bidang kosong di depan matanya. tiba-tiba saja semua perbendaharaan kata yang ada di dalam kepalanya seperti lenyap tak bersisa. ia tidak punya ide sama sekali, ia tidak tahu hal apa yang ingin ia tulis atau ingin ia sampaikan dalam tulisannya itu. hal-hal menarik yang sebelumnya begitu berkesan untuk bisa ia angkat dan ia bahas tiba-tiba seperti tidak pernah terlintas di kepalanya. semua terhapus atau mungkin masuk ke dalam draft paling jauh di sisi belakang otaknya.
Satu-satunya kata yang berputar-putar di kepala Risma sekarang ini hanya sebuah pesan singkat dari Rendra. tentang ia yang mulai rajin mengunjungi saudaranya yang berada 384 km jauhnya di timur kota kelahirannya. "setiap minggu jika tidak berhalangan ia akan menyempatkan diri atau mungkin lebih tepatnya memaksakan diri untuk pergi ke sana" katanya. sebuah hal yang melelahkan dan tidak praktis untuk seorang pemalas seperti Rendra. setidaknya itu yang Risma tangkap dari kepribadian orang itu ketika mereka masih sering mengobrol dulu. tapi tentu saja orang itu punya alasan. alasan yang kadang masih membuat bulu kuduk Risma bergidik ketika memikirkannya.
Jatuh cinta atau apapun namanya itu memang mampu membuat semua orang rela melakukan apa yang sebelumnya begitu tidak masuk akal di kepala mereka. jatuh cinta atau apapun namanya itu memang mampu membuat semua orang berubah dari dirinya yang biasa. jatuh cinta atau apapun namanya itu memang mampu membuat seseorang yang tadinya kelewat waras jadi manusia setengah gila.
"Mengarungi samudera atau menantang badai demi cinta" memang terdengar berlebihan bukan? tapi bukan pula sebuah omong kosong. kadang orang yang sedang jatuh cinta tidak menyadari bahwa mereka dengan sukarela tengah memasrahkan dirinya pada candu paling memabukkan di dunia. candu yang mampu membuat seseorang tidak bisa berpikir sejernih atau sewaras yang mereka yakini dulu.
Ada satu buku yang menarik perhatian Risma ketika ia pergi berjalan-jalan dengan adiknya ke sebuah toko, buku bersampul hijau toska dengan gambar perempuan tampak membelakangi cover buku. "Memberi jarak pada cinta & kehilangan-kehilangan yang baik" begitu si pengarang memberi judul buku itu. saat pertama kali melihatnya Risma langsung jatuh cinta pada tulisan di belakang cover buku tersebut, betapa kata-kata itu seperti merepresentasikan keadaaanya.
"Ada orang-orang yang begitu tidak beruntung, karena kebahagiaannya datang lewat cara merebut senyum dari wajah-wajah di sekitarnya, ada orang-orang yang memang cara hidupnya sangat malang, karena keberadaannya justru hadir lewat jalan mengecilkan cara hidup orang lain- hanya agar dirinya terlihat lebih besar. dan ada orang-orang yang justru merasa utuh, setelah membuat hati orang yang mencintainya tidak lagi penuh... "
Dalam dan penuh ironi, bunyi paragraf pertama di sampul belakang buku itu terasa menusuk tepat di ulu hati Risma. membuatnya seketika teringat akan kesakitannnya beberapa waktu lalu. tapi juga terdengar tangguh dan penuh ketegaran begitu ia membaca paragraf selanjutnya.
"Manusia, mereka selalu punya alasan untuk membuatmu bersedih dan hilang kepercayaan akan hadirnya kebaikan. Namun seberapapun mereka berusaha melakukannya, hidupmu akan tetap baik-baik saja, selama kamu memcoba bersedia memahami bahwa; setiap manusia hanya sedang berusaha bertahan hidup dengan caranya masing-masing dan dengan kehilangannya sendiri-sendiri.."
Ya, begitulah cara manusia menjalani kehidupan mereka, disedari atau tidak. itu merupakan sebuah sistem yang tidak akan pernah bisa dihilangkan dalam kehidupan yang berjalan dinamis. tidak ada peran antagonis atau protagonis disini. semua punya kadarnya masing-masing. lakon-lakon yang sudah ditentukan jauh-jauh hari sebelum kita terlahir dan mulai terhanyut di dalamnya. tanpa kita bisa memilih.
Begitupun dengan Risma, rasa kehilangan yang pernah menimpanya atas Rendra bukanlah akhir dari kehidupan yang harus ia jalani, itu hanya sebuah alur yang membuat perjalanan hidupnya jadi tidak terasa begitu monoton. cara yang pahit tapi juga anggun untuk mengajarinya tentang keikhlasan menerima takdir, tentang menahan diri dari memaksakan kehendak juga sebuah pemahaman bahwa setiap manusia terlahir tanpa membawa apa-apa dan akan berakhir tanpa membawa apa-apa pula.
Sayang, Risma hanya mampu mengagumi tulisan di sampul bekalang buku itu tanpa tahu apa isi di dalamnya, waktu itu ia justru lebih tertarik untuk membeli sebuah novel misteri karya Gilian Flynn dan sebuah buku paling fenomenal dari film AADC karya Sjuman Djaya berjudul "AKU". mungkin lain waktu, Risma tidak hanya akan mengagumi tulisan di sampul belakangnya saja tapi juga menjadikan buku itu salah satu koleksi pribadinya.
"bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyiannya masing-masing"
(salah satu kutipan yang paling menarik dari buku Sjuman Djaya)
No comments:
Post a Comment